Momen Ramadan Penuh Makna
Di usia cantik saya sekarang ini. LOL, sudah tak terhitung berapa banyak momen Ramadan yang saya alami, dari momen sedih, kecewa hingga momen-momen yang membahagiakan. Yang pasti, momen-momen itu adalah kisah indah penuh makna yang mengisi perjalanan hidup saya.
Jika ditanya, momen Ramadan manakah yang tak bisa terlupakan hingga kini? Hm, saya perlu merenung sejenak untuk memanggil semua kenangan dalam memori saya agar menyeruak dalam ingatan, sebab hampir semua hal pertama yang saya alami dan berhubungan dengan Ramadan adalah momen yang sulit dilupakan.
1. Sahur Pertama Bersama Suami
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1990 di sebuah desa terpencil di kaki gunung Bulusaraung. Kami berpandangan syahdu pada subuh itu sambil mendengarkan alunan nyanyian jangkrik, lalu tersenyum lucu melihat dua piring nasi putih dan satu butir telur ceplok.
Kata ayangbeb,
“Bismillah, kita awali puasa hari ini dengan sebutir telur ceplok dibagi dua, hehehe.”
“Bismillah, kita sahur di bawah sinar pelita yang minyak tanahnya tinggal segaris, remang-remang syahdu, hahaha.” Jawabku dengan senyum miris.
2. Tarawih di Desa
Salah satu semangat Ramadan yang tidak bisa ditinggalkan adalah mengikuti tarawih di masjid, maka saya dan teman-teman guru yang bertugas di kaki gunung pun tidak mau ketinggalan.
Berjalan kaki sekitar 700 meter sebenarnya tidak masalah, yang bermasalah adalah penerangannya yang hanya mengandalkan sinar bulan yang kadang muncul malu-malu. Belum lagi jalanannya yang berbatu-batu dan kadang menemukan genangan air jika habis hujan.
Untuk mengantisipasi gelapnya malam, salah seorang teman berinisiatif membawa lampu minyak, semacam lampu nelayan sehingga sekalipun diterpa angin, apinya masih bisa menyala dengan sempurnya.
Hanya jalan kami yang tidak sempurna, harus bergandengan atau berdempet-dempetan karena kadang muncul anjing yang menggonggong dari arah yang tidak terduga, hahaha.
Kenapa juga tuh anjing tidak mengerti kalau kami itu tidak perlu dicurigai, kami bukan mau mencuri, guk-guk! Hanya mau tarawih, ngerti nda sih. Hahaha.
3. Doa Khusus Pada Malam Lailatul Qadar
Saya merasa yakin kalau permintaan saya pada malam lailatur qadar pada Ramadan 1410 H bertepatan dengan tahun 1989 M dikabulkan oleh Allah Azza Wajallah.
Bukankah malam lailatur Qadr adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan, di mana umat Islam merayakan Lailatul Qadr dengan meningkatkan ibadah, berdoa, dan merenungkan makna kehidupan?
Saya yakin dengan meminta sesuatu yang baik di malam itu, Allah pasti akan kabulkan, dan jadilah malam-malam ganjil pada Ramadan waktu itu menjadi malam penuh permohonan yang khusus meminta jodoh yang baik, wkwkwk.
Alhamdulillah, berkah malam Lailatul Qadr, doaku dikabulkan oleh Allah. Hanya beberapa bulan setelah Ramadan, saya berjodoh dengan ayangbeb.
Masyaallah, memang mantap betul doa pada malam Lailatul qadr itu?
4. Melahirkan Pada Malam Lailatul Qadr
Masih tentang kedahsyatan malam seribu bulan.
Siang itu, 13 Februari 1995 H bertepatan dengan 13 Ramadan 1416 H, tiba-tiba perut saya mules. Janin di dalam perut yang sudah berusia 9 bulan lebih 2 pekan itu bergerak sangat lincah, seakan menggeliat protes kalau dia sudah bosan di dalam sana.
Bisiknya, “di sini gelap mama, ayolah saya mau melihat dunia yang terang!” Kira-kira begitu suara bisikan si putra ketiga.
Semakin mendekati waktu buka puasa, gerakannya semakin lincah. Sementara suami belum pulang dari kampus dan mama rahimahullah masih sibuk di dapur. Berhubung ini kehamilan ketiga, maka saya dianggap sudah berpengalaman, saya pun dibiarkan pergi sendiri ke rumah sakit bersalin.
Baiklah, mari kita berjuang sama-sama yah Nak!
Lumayan lama menikmati pergolakan peperangan melawan sakit sendirian di rumah sakit. Habis berbuka puasa, barulah suami datang bersama mama menjenguk saya yang masih bermandikan peluh kesakitan.
Pukul 01.00, suami izin ke masjid, “Ma, malam ini malam Lailatul Qadr, saya mau salat malam dan mendoakan mama agar proses melahirkannya lancar. Sabar dan tetap semangat berjuangnya yah sayang.” Katanya sambil melambaikan tangan.
Saya tersenyum kecut sambil membalas lambaiannya.
Disclaimer yah, waktu itu, rumah sakit tempat saya bersalin ada aturan di mana orang lain selain petugas kesehatan, dilarang masuk.
Pukul 01.10, si putra ketiga lahir dengan selamat. Cepat sekali doa suami dikabulkan oleh Allah, mungkin doanya belum selesai, Allah sudah jawab.
Sebagai penghargaan dan penanda kalau si putra ketiga lahir pada bulan Ramadan, kami tambahkan kata Ramadan pada namanya.
Sebenarnya masih banyak momen-momen indah saya dan keluarga yang berhubungan dengan Ramadan, tetapi empat peristiwa itulah yang paling melekat dalam ingatan.
Bagaimana dengan momen Ramadan kalian? Cerita yah di kolom komentar.
Makassar, 23 Maret 2024
Dawiah
Post a Comment