Pernah Ditipu; Cerita Akhir September

Tuesday, October 1, 2024

 

Pernah Ditipu/www.mardanurdin.com



Cerita di akhir September saya adalah cerita tentang kunjungan ke kedua tempat fasilitas kesehatan. Dimulai pada konsultasi kesehatan di Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) lalu mendapatkan surat rujukan untuk ke rumah sakit dengan fasilitas lebih lengkap dan dengan dokter ahli.

Namun, saya tidak akan bercerita tentang apa, mengapa, apalagi alasan ke kedua tempat yang tidak diinginkan itu. Lalu apa yang menarik untuk diceritakan dari tempat yang saya datangi itu?

Saya tiba di puskesmas sekitar pukul 09.00 lewat beberapa menit. Nampak pasien masih sedikit, tetapi para petugas kesehatan sudah bersiap-siap di tempatnya masing-masing untuk pelayanan. Karena itulah saya berjalan santai ke loket pengambilan nomor antrian, ternyata saya tak perlu antri karena langsung dimintai kartu kontrol kemudian ditanyai siapa yang mau berobat.

Tidak butuh waktu lama, urusan di loket selesai, saya dipersilahkan duduk menunggu panggilan untuk diperiksa sama dokter.

Saat duduk di kursi panjang, tak sengaja saya mendengar obrolan dua orang ibu-ibu, tapi saya tidak tahu mereka ngobrolin apa, soalnya keduanya berbahasa Jawa. Dari bahasa tubuh keduanya, kelihatan si ibu yang memakai baju kaus mengeluh kepada si ibu yang berjilbab abu-abu dan si ibu berjilbab mendengarkan dan bicara acuh tak acuh.

Sesekali terdengar mereka berbahasa Indonesia, jadi ada sedikit informasi yang saya dapatkan dari obrolan itu. Mungkin rasa penasaran saya tak bisa bersembunyi di balik wajah sok polos saya sehingga si ibu berjilbab menengok ke arah saya, lalu mengangguk ramah dengan sorot mata  nampak kesal ke lawan bicaranya. 

Obrolan mereka terhenti karena si ibu berjilbab dipanggil melalui pengeras suara. Tiba-tiba si ibu berbaju kaus mendatangi saya dan terjadilah obrolan yang cukup panjang.

Telinga saya rasanya gerah mendengar keluhannya, mulai dari susahnya punya suami pengangguran, jadi pendamping penerima Program Keluarga Harapan (PKH) di mana penerima PKH tidak tahu terima kasih, dsb. Namun, yang menarik dari setiap permasalahan yang dikeluhkannya adalah selalu ada kalimat yang seakan-akan minta dibantu.

Seperti ini.

“Kalau saya ke rumah sakit atau ke puskesmas, perawat dan dokter  selalu menyelipkan uang karena mereka tahu kehidupan saya yang miskin.”

“Bahkan kalau ketemu orang baru dan mendengar cerita saya, selalu kasihan pada saya dan pasti dia  memberi bantuan.” 

Lah, ini seakan menyindir saya. Coba disimak, kita baru ketemu, tidak saling kenal sebelumnya lalu dia bercerita tentang kehidupannya yang susah. Berarti harusnya saya kasihan dan memberi dia bantuan bukan?

Pantas waktu ngobrol dengan si ibu berjilbab tadi, mukanya nampak sewot. 

Sebagai orang yang berkali-kali ditipu oleh orang yang menjual kesusahan dan kemiskinannya, saya menjadi lebih hati-hati dan tidak mudah tersentuh apalagi langsung kasihan dan memberi sesuatu. 

Oh tidak semudah itu, oncom basi!

Otak saya terlanjur merekam peristiwa di mana saya ditipu oleh orang yang pandai memanfaatkan rasa kasihan saya. Bukan sekali saja soalnya, lebih dari lima kali.

Lima kali, saudara-saudara! Dan orang-orang itu lenyap entah kemana. 

Ada yang menyamar jadi mantan murid saya yang minta pinjam uang karena ijazah anaknya ditahan oleh pihak sekolah. Goblognya saya, karena masih percaya kalau hari ini sekolah bisa menahan ijazah siswanya gara-gara tidak membayar. Padahal pembayaran uang SPP sudah lama dihapus. Duh!

Sekitar tahun 2000, seorang laki-laki tua sepantaran suami saya pernah datang ke rumah. Dia mengaku mantan murid saya  ketika masih jadi guru honorer sekitar tahun 1985. Saya menerimanya dengan baik, menjamu sambil berusaha mengingat-ingat wajahnya. Katanya dia tinggal di luar kota, habis dicopet sekian juta, lalu mau pulang kampung, tapi uang transport tidak ada. 

Ngakunya, satu-satunya  rumah gurunya yang sering dia kunjungi dulu adalah rumah saya makanya dia tidak lupa. Katanya lagi, saya adalah guru yang paling dia kagumi, baik hati, tidak sombong dan tidak PELIT. 

Nah, di situlah kuncinya, saya haus pujian wkwkwk. 

Maka uang Rp. 200.000 melayang yang katanya hanya mau dipinjam dan akan dibayar bulan depan. Sekarang sudah tahun 2024 dan si mantan murid itu tidak kunjung datang membayar utangnya. Mungkin sudah koit. Saat saya menceritakan itu kepada suami, beliau bilang begini.


“Bisa-bisanya kamu percaya dia mantan muridmu sedangkan mukanya setua muka saya. Waktu kamu jadi guru di tahun itu, saya sudah mahasiswa.”  

Iya juga yah? Hahaha. 

Pernah pula ditipu sama seorang ibu yang minta sejumlah uang karena ibunya mau dioperasi, tapi kekurangan biaya sehingga operasi ibunya ditunda. Dia hanya butuh 10.000 rupiah!

Bayangkan, betapa ngelegnya otak saya saat itu. Kira-kira adakah rumah sakit yang menunda operasi pasiennya hanya gara-gara kurang biaya sebanyak Rp.10.000? 

Tidak banyak sebenarnya, hanya pembeli semangkok bakso, tapi bukan faktor jumlahnya melainkan perasaan dibodohi itu yang sakitnya tuh di sini, sambil nunjuk dada, hahaha.

Makanya sekarang setiap ketemu dengan orang yang serupa, tapi tak sama dengan orang-orang si penipu itu, otak saya langsung memberi sinyal WASPADA. Yaah ada baiknya, tapi mungkin ada buruknya juga, karena jiwa kepedulian saya menipis. 

Maafkan saya yah Bu!

Nampaknya ibu memang susah, tapi saya terlalu sering ditipu oleh muka-muka susah seperti ibu. 


Mengapa Banyak yang Mudah Tertipu Seperti Saya? 


Dilansir fimela.com, ada lima sikap seseorang yang membuat dia gampang ditipu, yaitu:

  1. Terlalu percaya pada orang lain.
  2. Kesulitan menolak permintaan orang lain.
  3. Tidak mampu membedakan antara kejujuran dengan kebohongan.
  4. Kurangnya rasa curiga atau kewaspadaan.
  5. Keterlibatan dalam investasi tertentu.

Dari kelima sikap itu, sepertinya dahulu saya memiliki setidaknya tiga sikap di antaranya. Namun, itu dulu. Sekarang insya Allah tidak lagi deh. 

Semoga Allah subhanahu wataala selalu melindungi. Amin.

Kalau kalian, punyakah pengalaman pernah ditipu juga? Bagi ceritanya dong di kolom komentar.


Makassar, 1 Oktober 2024

Dawiah

Read More

Menjadi Generasi Sandwich Tidak Selalu Buruk

Sunday, September 29, 2024

 


Generasi sandwich/www.mardanurdin.com

Generasi Sandwichkah Kamu?

Read More

Tidak Ada yang Kebetulan

Wednesday, September 4, 2024

  

 

 

tidak ada kebetulan- www.mardanurdin.com


 

Sebuah Edisi Muhasabah

 

Hai, September!


Alhamdulillah, kita masih dipertemukan  dan menjadi September ke sekian puluh tahun kita. Kalau orang lain melihat kebersamaan kita, mereka bisa bilang, “tak terasa yah sudah sejauh ini perjalananmu…”

Padahal, rasanya itu, tak bisa dirangkai dengan kata-kata apalagi digambarkan dengan lukisan. 


Ada satu cerita di awal bulan September yang secara tidak sengaja kembali menyadarkan saya, bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang berjalan secara kebetulan. 

 

Ceritanya, hari itu saya memutuskan pulang  dengan berjalan kaki karena sekalian mau singgah belanja di Indomaret.  Siang yang terik seakan melongo melihat kenekadan saya berjalan kaki. 


Hm, jarang-jarang jalan kaki ke sekolah sekalipun jarak rumah dengan sekolah tempat saya mengajar hanya sekitar 400m. Soalnya terlanjur nyaman dimanjakan sama anak, ke sekolah selalu diantar jemput, ini sebelum doi bekerja. Setelah dia bekerja dan tidak ada waktunya menemani saya ke mana pu, barulah terasa. 

 

Baiklah, kita kembali ke cerita.

Setelah beberapa menit berjalan kaki akhirnya saya tiba Indomaret. Ternyata di dalam Indomaret  banyak yang antre di depan kasir dan itu cukup menghalangi pelanggan lain yang mau belanja di rak dekat kasir. 

Saya memutar melewati satu rak untuk mencapai rak lainnya yang menyimpan bahan yang saya butuhkan.  Di ujung rak saya bertemu seorang ibu yang sedikit bersandar di ujung rak, ia mengangguk ramah. Saya pun balas mengangguk.

 

“ibu mau belanja yah?” saya mengangguk, dalam hati, masuk ke sini pasti mau belanjalah, masa mau ngadem. 

“Saya juga mau belanja, tapi sekalian menunggu anak saya yang sedang bertugas.” 

“Iya Bu, anaknya bertugas di mana?” Saya basa basi  demi membalas keramahannya.

“itu Bu yang di kasir. Alhamdulillah, anak saya sudah naik pangkat, dari pelayan menjadi kasir. Lumayan gajinya bu, bisa membantu saya bayar listrik dan beri uang jajan untuk adiknya.” 

 

Si ibu bicara cepat seakan tak mau memberi saya kesempatan bicara. Dia berbicara diselingi dengan senyuman semringah menampakkan kebahagiaan yang tak terkira. Saya ikut bahagia menatap matanya yang berbinar dan saya merasa senyum saya merekah Ikhlas.


“Sebenarnya saya kasihan sekaligus bangga sama anak saya itu Bu, dia lebih memilih bekerja daripada kuliah padahal dia lulus di Universitas Negeri Makassar (UNM). Adiknya lebih membutuhkan biaya agar bisa tamat SMA.” Kembali si ibu bercerita. Sekelabat matanya mengembun.

Entah kenapa hati saya ikut basah. 


“Tidak apa-apa Bu, Setelah adiknya tamat SMA, kakaknya bisa kuliah  nanti.” saya mengelus bahunya.

Si ibu kembali tersenyum, ia mengibaskan tangannya, mungkin berusaha menghalau keresahannya.

 

“Eh, saya jauh-jauh ke sini belanja minyak kelapa karena kata anak saya ada promo, lagi turun harga. Tuh di sana.” Tunjuknya. Si ibu berhasil menghalau resahnya sekaligus mengakhiri obrolan kami.

“Oh iya yah, terima kasih tadi saya melewatinya.”

Si ibu mengangguk, masih dengan matanya yang menyiratkan berbagai makna 

 

Perasaan saya campur aduk.  Tadinya energi yang terkuras karena berjalan kaki menjadi semakin terkuras karena kelelahan, bukan tentang fisik, tapi lebih ke perasaan.

Ada yang berkecamuk dalam jiwa, berbagai pikiran sekaligus penyesalan berseliweran di sana. 


Seakan mengingatkan, betapa kontroversinya keadaan si ibu dan anaknya dengan keadaan saya sendiri sekarang. Si anak  pejuang tangguh untuk keluarga dan ibunya yang bangga dan bersyukur serta selalu mendukung apa pun yang dilakukan oleh anaknya. 

 

Sementara saya yang alhamdulillah sudah melewatinya beberapa tahun kemarin. Putra-putra saya sudah mandiri dan tanggungan keluarga tinggal si bungsu yang  tidak lama lagi menuntaskan kuliahnya, lalu mengapa masih sering mengeluhkan banyak hal yang tidak penting?

 

Sambil antre di kasir, saya mengamati wajah  anak perempuan yang dimaksud si ibu, wajah anak gadisnya. Dia sibuk melayani pembayaran pelanggan dengan senyum yang tak henti-henti. Siapa sangka di balik wajah manis itu tersimpan semangat juang dan pengabdian yang tulus kepada keluarganya.

 

Siang itu,  perasaan saya melompat-lompat dari terharu, sedih, bahagia, menyesal lalu bersyukur. Ternyata begitu mudahnya Allah membolak balikkan hati manusia. Melalui obrolan singkat dengan si ibu yang nampaknya biasa saja, tetapi telah berhasil mengobrak abrik perasaan.

Tentu ini bukan kebetulan, ada skenario-Nya di sana. 

Karena tidak ada sehelai daun pun yang jatuh tanpa izin-Nya.

 

Demikian pula kejadian hari itu.

Saya yang tidak biasa pulang dengan berjalan kaki, tiba-tiba jalan kaki dan singgah di Indomaret. Bertemu dengan seorang ibu yang dengan sabarnya saya mendengarkan ceritanya padahal kita tidak saling kenal. 

Melalui si ibu saya tersadarkan untuk terus bersyukur  atas nikmat Allah yang dianugerahkan kepada saya dan keluarga. 


Hikmah

 

Terkadang kita sibuk menghitung-hitung kekurangan diri atau sibuk membandingkan pencapaian diri dengan orang lain, seakan kebahagiaan kita bergantung pada hal tersebut.

Seperti sikap overthinking saya akhir-akhir ini, mempertanyakan pada diri tentang kegiatan apa yang akan saya lakukan nanti kalau masa pensiun tiba. 

Mereka-reka, apakah kesepian akan menyergap? Masih bisakah berkarya meski tidak lagi menjadi ASN? Masih cukupkah gaji pensiun membiayai rumah tangga? Dan, masih banyak lagi.

 

Pertanyaan itu tak tampak dan tak pernah terucapkan, tetapi sering datang menyelusup diam-diam dalam pendar-pendar sel syaraf di kepala. 

 

Sungguh hal bodoh yang tidak semestinya ada. 

Alih-alih memikirkan hal yang pasti, yaitu kehidupan di akhirat, malah sibuk memikirkan hal-hal sepele yang duniawi. 


Usia semakin senja, seharusnya semakin fokus mempersiapkan diri. 

Saya menjawil jidat sendiri. Maka tidak ada salahnya kalau saya berterima kasih kepada siang yang terik hari itu, berterima kasih kepada si ibu yang tanpa dia sadari telah menghangatkan sanubari saya melalui ceritanya. Bukankah semesta tidak bekerja dengan sendirinya?

 

Terima kasih kepada si gadis manis yang “bercerita” tentang perjuangannya dan menyadarkan, bahwa hidup itu bukan tentang makan, minum saja, melainkan ada tanggung jawab yang harus dipenuhi untuk memenuhi tanggung jawab lainnya yang jauh lebih besar, yaitu mengabdi kepada Allah Azza Wajallah.

 

Bahwa hidup di dunia adalah perjuangan tiada akhir untuk mencapai cita-cita kita yang sesungguhnya, yaitu kemenangan di keabadian. 

Tak perlu silau dengan kehidupan orang lain sebab kita memiliki  kehidupan sendiri dengan kilaunya sendiri. 

Nasihat buat diri yang miskin ilmu ini.

 

“Dunia ini ibarat bayangan. Kejar dia, maka engkau tak akan bisa menangkapnya. Balikkan badanmu darinya, maka ia tak akan punya pilihan lain kecuali mengikutimu.” (Ibnu al-Qayyum).

 

 Makassar, 4 September 2024


Dawiah

 

 

Read More

Menghalau Krisis Eksistensi Diri

Friday, August 23, 2024


menghalau eksistensi diri; www.mardanurdin.com

Lima bulan menjelang masa pensiun tiba, saya diserang berbagai perasaan tidak menentu. Saat teman-teman bercanda tentang Calon Guru Penggerak (CGP) yang diplesetkan menjadi Calon Guru Pensiun, saya tersinggung diam-diam sekalipun tidak menunjukkan perasaan saya itu.

Seorang tamu yang datang ke sekolah mengatakan kalau saya lah yang tertua di antara teman guru lain, saya tersinggung, walaupun pada kenyataannya saya memang yang tertua di antara semua guru, pegawai tata usaha bahkan mbak kantin. 

Lah, saya kan yang akan pensiun beberapa bulan ke depan sementara yang lain masih lama masa itu datang kepada mereka.
Saya merenung, kenapa yah perasaan itu datang? 

Padahal dahulu ketika masih muda atau masih 10 tahunan masa pensiun tiba, hal-hal seperti itu saya anggap candaan dan justru merasa bangga karena saya sudah tergolong guru senior.
Seharusnya saat ini, saya lebih berbangga lagi atau lebih bersyukur karena sudah bisa disebut sebagai  guru super senior sekali (G3S).

Eh, jangan diplesetkan apalagi ditambah menjadi G30S ... yah?
Piss, bercanda.

Lalu kesadaran itu muncul tiba-tiba saat menonton satu film di Netflix yang berjudul "Mrs.Harris Goes to Paris."
Saya tidak akan menceritakan tentang film itu apalagi mereviunya, sebab saya bukan penonton yang baik. Lebih sering meng-skip di beberapa bagian sehingga mungkin ada alur cerita yang saya lewatkan.
Saya hanya fokus pada percakapan Mrs. Harris dengan tetangganya, bahwa ia mungkin mengalami krisis eksistensi setelah dikecewakan oleh orang yang sekian lama ia bantu dengan tulus.

Apakah Krisis Eksistensi Diri?


Krisis eksistensi diri merupakan suatu krisis yang dialami oleh seseorang karena berbagai hal, tetapi paling  sering muncul selama periode transisi, di mana seseorang merasa kesulitan beradaptasi. 
Hal ini biasanya terkait dengan hilangnya rasa keamanan dan kenyamanan sehingga tidak percaya diri akan masa depannya. 

Ciri-Ciri Mengalami Krisis Eksistensi


Salah satu sikap dan sifat yang paling jelas dari orang yang mengalami krisis eksistensi adalah gejala kecemasan lalu berlanjut dengan kurangnya motivasi dalam melakukan banyak hal. Sering merasa sendiri atau merasa dijauhi dan menjauhkan diri dari orang sekitar.
Paling parahnya adalah mengalami depresi.

Penyebab Terjadinya Krisis Eksistensi


Dari berbagai artikel, saya menemukan jawaban beberapa penyebab timbulnya krisis eksistensi diri, yaitu:
  • Terjadinya perubahan karier.
  • Kehilangan pasangan atau orang yang disayangi (anak, saudara, atau sahabat).
  • Didiagnosa menderita penyakit yang parah dan sulit disembuhkan.
  • Memasuki usia 45 tahun ke atas.
  • Mengalami perceraian
  • Mengalami trauma
  • Kehilangan pekerjaan
  • Berhenti tiba-tiba dari rutinitas

Dari penjelasan di atas, muncul pertanyaan dalam hati, mungkinkah saya mengalami hal itu? Karena saat ini saya berada pada masa transisi sebagai guru yang masih aktif dengan guru pensiunan.

Ah, saya harus menghalau krisis eksistensi ini. Bagaimanapun, masa itu akan tiba dan sekali lagi, saya seharusnya bersyukur karena sudah menjalani hidup sejauh ini dengan segala warna warninya.


Apa yang Mesti Saya Lakukan untuk Lepas dari Krisis Eksistensi?


Ada banyak hal yang bisa dilakukan menurut para ahli atau oleh psikiater, misalnya: mengubah sudut pandang tentang, terhubung dengan orang lain, dan perhatikan hal-hal sekitar.

Bagaimana dengan diri saya sendiri? 
Ada tiga hal yang akan saya lakukan.

Pertama

Saya harus melupakan masa lalu, masa keemasan di mana saya masih muda, masih kuat, jarang sakit, kulit masih kencang dan sebagainya.

Kedua

Saya harus fokus pada masa depan dan lebih serius memperhatikan kesehatan, mengurangi begadang yang kata Bang H. Roma,

"Begadang... jangan begadang kalau tiada artinya. Begadang boleh saja kalau ada perlunya." Auto nyanyi deh.
Sedangkan keperluan saya sudah tidak banyak, jadi tidak ada alasan untuk begadang.

Ketiga

Semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt, lebih banyak beristigfar, bersabar dan terutama bersyukur.
Jangan sampai para malaikat marah kepada saya sembari berkata, "Sungguh kamu manusia yang tidak pandai bersyukur atas nikmat-Nya."
Bukankah Allah telah menjanjikan, bahwa jika manusia bersyukur maka Dia akan menambahkan nikmat-Nya.

"Dan, (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku)  maka pasti azab-Ku sangat berat." (QS. Ibrahim:Ayat 7).

 

Penutup

www.mardanurdin.com
Sumber foto: milik pribadi



Sebagai umat muslim, maka petunjuk untuk mendapatkan hati yang tenang dalam kondisi seburuk apa pun itu adalah kembali kepada ajaran Al Qur'an dan Hadist dengan menadaburinya.

"Kitab (Al-Qur'an)yang Kami turunkan kepadamu penuh berkah agar mereka menadaburi (menghayati) ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal sehat mendapat pelajaran. (QS Shad ayat 29).

Bismillah, tenangkanlah hati saya yah Allah! 
Jauhkanlah saya dan teman-teman seperjuangan, sesama pensiunan dari kufur nikmat. 

Maka, mari halau krisis eksistensi diri dari pikiran dan perasaan kita dengan lebih banyak bersyukur akan nikmat-nikmat yang telah sekian puluhan tahun kita rasakan. Dan, tetap berkarya semampu kita.
"Nikmat Tuhan mana lagikah yg akan kita dustakan?"

Makassar, 23 Agustus 2024

Dawiah
Read More

Perbedaan FOMO dengan FOPO

Thursday, August 15, 2024



fomo vs fopo. mardanurdin.com

FOMO VS FOPO

Read More

Eksplorasi Rasa dengan Berbagai Resep Ayam

Tuesday, July 2, 2024


www.mardanurdin.com


Aneka Resep Ayam

Read More

Mengenal Tokoh Ilmuwan Islam

Monday, July 1, 2024

 

www.mardanurdin.com


Mengenal Ilmuwan Islam (Muslim) Yang Berperan Penting Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

-------------

Pembahasan tentang sejarah kebudayaan Islam semakin terlupakan digerus oleh kebudayaan-kebudayaan barat terutama oleh generasi muda, sehingga banyak yang tidak mengenal ilmuwan-ilmuwan muslim yang berjasa dalam penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang dinikmati sekarang.


Kebanyakan lebih mengenal Louis Pasteur penemu vaksinasi yang lahir antara tahun 1822-1895 dibandingkan dengan ilmuwan muslim, Ibnu Sina yang lahir pada 980 M dan terlebih dahulu berjasa dalam dunia kedokteran.


Untuk mengenalkan kembali ilmuwan-ilmuwan muslim yang berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan dari berbagai bidang maka perlu mengulik kembali siapa saja mereka.


Selain Ibnu Sina yang menulis buku ensiklopedia kedokteran yang menjadi referensi utama di universitas-universitas di seluruh dunia, ada juga ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya yang tidak kalah berjasanya.

Kali ini, saya menuliskan empat ilmuwan muslim yang berjasa dalam ilmu sosiologi, sains, bahkan dalam perkembangan sastra. Keempatnya hidup jauh setelah era Ibnu Sina. Siapa sajakah mereka? 


Ibn Khaldun (1332–1406)


Ibn Khaldun (1332–1406) adalah seorang sejarawan, sosiolog, dan ekonom Muslim yang terkenal dengan karya monumentalnya, "Muqaddimah" atau  "Prolegomena". Ia dianggap sebagai salah satu pemikir terpenting dalam sejarah Islam dan pendiri ilmu sosiologi.


Kehidupan Awal dan Pendidikan


Ibn Khaldun lahir di Tunis, Tunisia, dalam keluarga yang terhormat dan terpelajar. Ia menerima pendidikan yang luas dalam bidang ilmu agama, filsafat, matematika, dan sastra.


Karya dan Pemikiran


Muqaddimah adalah karya utama Ibn Khaldun yang ditulis sebagai pengantar untuk sejarah universalnya. Dalam karya ini, ia memperkenalkan konsep-konsep revolusioner dalam sosiologi, ekonomi, dan historiografi, termasuk teori tentang siklus dinasti dan perkembangan masyarakat. Beberapa poin utama dari pemikirannya meliputi:

  • Asabiyyah: Konsep solidaritas sosial yang menjadi dasar kekuatan dan kelemahan dinasti dan negara.
  • Teori Siklus: Pengamatan bahwa dinasti dan kerajaan mengalami siklus naik dan turun dalam tiga generasi (sekitar 120 tahun).
  • Ekonomi: Analisis tentang hubungan antara ekonomi, politik, dan sosial dalam perkembangan masyarakat.


Pengaruh dan Warisan


Pemikiran Ibn Khaldun memberikan pengaruh besar tidak hanya dalam dunia Islam tetapi juga dalam ilmu pengetahuan Barat. Ia dihargai sebagai pendiri sosiologi modern dan historiografi kritis.


Jabir ibn Hayyan (Geber) (721–815)


Jabir ibn Hayyan, juga dikenal sebagai Geber, adalah seorang ahli kimia, apoteker, fisikawan, filsuf, dan alkemis yang hidup antara tahun 721 hingga 815. Dia dianggap sebagai "Bapak Kimia" karena kontribusinya yang signifikan dalam mengembangkan ilmu kimia dan alkimia.


Beberapa Kontribusi Utama


Distilasi: Jabir memperkenalkan metode distilasi untuk memurnikan senyawa dan menghasilkan alkohol murni.

Asam: Dia berhasil mengidentifikasi dan memurnikan beberapa asam penting seperti asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida.

Teori dan Praktik Kimia: Jabir mengembangkan berbagai alat laboratorium dan teknik eksperimen yang masih digunakan hingga saat ini, termasuk alat-alat distilasi dan sublimasi.

Karya Tulis: Jabir menulis banyak buku tentang kimia dan alkimia, termasuk "Kitab al-Kimya" (Buku Kimia) dan "Kitab al-Sab'een" (Buku Tujuh Puluh).


Pengaruh Jabir ibn Hayyan


Pemikiran dan tulisan Jabir sangat memengaruhi ilmu kimia di dunia Islam dan Eropa. Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi dasar bagi perkembangan kimia modern di Eropa pada Abad Pertengahan.

Jabir ibn Hayyan, juga dikenal sebagai Geber di Barat, adalah salah satu tokoh paling terkemuka dalam sejarah ilmu kimia dan alkimia. Berikut adalah biografi singkatnya.


Latar Belakang


Jabir ibn Hayyan lahir sekitar tahun 721 di kota Tus, Persia (sekarang Iran), dan meninggal sekitar tahun 815. Dia hidup pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, sebuah periode yang dikenal dengan kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.


Pendidikan dan Karier


Jabir dididik di Kufah, salah satu pusat intelektual di dunia Islam pada saat itu. Dia belajar di bawah bimbingan berbagai ilmuwan dan filsuf terkemuka, termasuk imam Jafar al-Sadiq. Pengaruh dari berbagai disiplin ilmu, seperti kedokteran, matematika, dan filsafat, tercermin dalam karya-karyanya.


Kontribusi dalam Kimia dan Alkimia


Jabir ibn Hayyan dianggap sebagai "Bapak Kimia" karena kontribusi dan inovasinya yang luar biasa dalam bidang ini. Beberapa pencapaiannya meliputi:

Metode Kimia

Jabir mengembangkan dan menyempurnakan berbagai metode kimia seperti distilasi, sublimasi, kristalisasi, dan filtrasi. Alat distilasi yang dia kembangkan dikenal sebagai al-ambiq, yang kemudian menjadi dasar bagi alambik modern.

Teori dan Klasifikasi

Dia mengklasifikasikan bahan kimia ke dalam kategori-kategori seperti logam, non-logam, dan garam. Ini adalah langkah penting menuju pemahaman yang lebih sistematis tentang zat-zat kimia.


Penemuan-penemuan


Jabir menemukan beberapa zat kimia penting, termasuk asam nitrat, asam sulfat, dan aqua regia (campuran asam nitrat dan asam klorida yang dapat melarutkan emas).


Tulisan dan Pengaruh


Jabir menulis ratusan karya ilmiah, banyak di antaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan mempengaruhi perkembangan ilmu kimia di Eropa selama Abad Pertengahan. Beberapa karya terkenalnya termasuk "Kitab al-Kimya" (Buku Kimia) dan "Kitab al-Sab'een" (Buku Tujuh Puluh).


Filosofi dan Metodologi


Jabir menggabungkan eksperimen praktis dengan teori, yang mencerminkan awal dari pendekatan ilmiah modern. Filosofinya tentang penelitian dan eksperimen memberikan dasar bagi metode ilmiah yang kita kenal hari ini.


Warisan


Meskipun beberapa karya yang dikaitkan dengan Jabir mungkin ditulis oleh pengikutnya, warisannya dalam ilmu kimia tidak diragukan lagi sangat besar. Ilmuwan-ilmuwan Eropa seperti Roger Bacon dan Albertus Magnus sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisannya.

Jabir ibn Hayyan tetap dikenang sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah, yang kontribusinya membentuk dasar bagi banyak penemuan dan perkembangan dalam ilmu kimia dan alkimia.


Omar Khayyam (1048–1131)


Omar Khayyam adalah seorang polymath Persia yang terkenal sebagai penyair, matematikawan, dan astronom. Berikut adalah biografi singkatnya:


Latar Belakang


Omar Khayyam lahir pada 18 Mei 1048 di Nishapur, yang sekarang terletak di Iran. Nama lengkapnya adalah Ghiyath al-Din Abu'l-Fath Umar ibn Ibrahim Al-Nishapuri al-Khayyami. Dia hidup pada masa Dinasti Seljuk, sebuah periode yang kaya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.


Pendidikan dan Karier


Omar Khayyam menerima pendidikan yang sangat baik, mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti matematika, astronomi, filsafat, dan puisi. Dia dikenal memiliki hubungan baik dengan beberapa penguasa Seljuk, yang memberinya dukungan untuk melakukan penelitian dan pengajaran.


Kontribusi dalam Matematika


Khayyam membuat kontribusi signifikan dalam matematika, terutama dalam aljabar dan geometri.

Aljabar

Khayyam menulis "Risalah tentang Demonstrasi Masalah Aljabar," di mana dia menyajikan solusi geometris untuk persamaan kubik. Ini adalah salah satu karya pertama yang secara sistematis mengklasifikasikan persamaan kubik dan memberikan solusi geometris untuk mereka.

Geometri

Dia mengerjakan studi sistematis tentang postulat kelima Euclid dan memberikan kontribusi penting untuk teori paralel.


Kontribusi dalam Astronomi


Sebagai seorang astronom, Khayyam memainkan peran penting dalam reformasi kalender Persia. Dia membantu menciptakan kalender Jalali, yang lebih akurat daripada kalender Julian dan mendekati akurasi kalender Gregorian yang digunakan saat ini.


Kontribusi dalam Sastra


Omar Khayyam mungkin paling dikenal oleh dunia Barat karena puisinya, terutama "Rubaiyat" (sebuah kumpulan puisi empat baris yang disebut rubai). Terjemahan Rubaiyat oleh Edward FitzGerald pada abad ke-19 membawa ketenaran besar kepada Khayyam di dunia Barat. Puisinya sering mengeksplorasi tema-tema seperti kefanaan hidup, cinta, dan anggur, serta menunjukkan pandangan filosofis dan eksistensial yang mendalam.


Filosofi dan Pandangan Hidup


Khayyam dikenal memiliki pandangan hidup yang filosofis dan skeptis terhadap dogma agama. Meskipun beberapa tulisannya mengkritik ortodoksi agama, dia tetap dihormati sebagai seorang cendekiawan yang mendalam.


Warisan


Warisan Omar Khayyam sangat luas dan beragam. Kontribusinya dalam matematika dan astronomi memberikan dampak jangka panjang, sementara puisinya terus dihargai dan dipelajari di seluruh dunia. Dia dikenang sebagai salah satu cendekiawan terbesar dalam sejarah dunia Islam.


Ibn Rushd (Averroes) (1126–1198)


Ibn Rushd, dikenal di Barat sebagai Averroes, adalah seorang filsuf, dokter, dan sarjana terkemuka dari Al-Andalus yang memiliki pengaruh besar dalam banyak disiplin ilmu. Berikut adalah biografi singkatnya.


Latar Belakang


Ibn Rushd lahir pada tahun 1126 di Córdoba, yang pada waktu itu merupakan bagian dari Kekhalifahan Almoravid di Spanyol. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rushd. Dia berasal dari keluarga yang kaya dengan tradisi keilmuan; kakeknya adalah seorang hakim terkenal di Córdoba.


Pendidikan dan Karier


Ibn Rushd menerima pendidikan yang luas, mencakup berbagai bidang ilmu seperti filsafat, kedokteran, hukum Islam, teologi, matematika, dan astronomi. Dia memulai kariernya sebagai hakim dan kemudian menjadi dokter istana untuk khalifah Almohad di Marrakesh.


Kontribusi dalam Filsafat


Ibn Rushd adalah salah satu komentator terbesar karya-karya Aristoteles. Karyanya membantu memperkenalkan dan mengintegrasikan filsafat Aristoteles ke dalam dunia Islam.


Komentar Aristotelian


Ibn Rushd menulis komentar ekstensif tentang hampir semua karya Aristoteles. Karya-karya ini termasuk komentar besar (long commentaries), komentar menengah (middle commentaries), dan komentar pendek (short commentaries), yang membantu menjelaskan dan memperluas pemikiran Aristoteles.

Karya-karyanya berpengaruh besar di Eropa, terutama melalui terjemahan Latin. Ia dikenal sebagai "Komentator" di kalangan skolastik Kristen.


Pemikiran Filosofis


Dia berargumen untuk harmoni antara filsafat dan agama, yang paling terkenal dalam karyanya "Tahafut al-Tahafut" (Kerancuan Kerancuan). Ini adalah tanggapan terhadap karya Al-Ghazali "Tahafut al-Falasifah" (Kerancuan Para Filsuf), di mana Al-Ghazali mengkritik filsafat.

Ibn Rushd berpendapat bahwa kebenaran dapat ditemukan baik melalui filsafat maupun agama, dan bahwa keduanya tidak bertentangan satu sama lain.


Kontribusi dalam Kedokteran


Ibn Rushd juga seorang dokter terkenal. Dia menulis "Kitab al-Kulliyat fi al-Tibb" (Buku Universal tentang Kedokteran), yang dikenal dalam bahasa Latin sebagai "Colliget." Buku ini adalah ensiklopedia kedokteran yang mencakup berbagai aspek ilmu kedokteran, termasuk anatomi, fisiologi, dan pengobatan penyakit.


Kontribusi dalam Hukum dan Teologi


Sebagai seorang ahli hukum, Ibn Rushd menulis beberapa karya penting tentang yurisprudensi Islam (fiqh), di mana dia mencoba untuk mengintegrasikan metode rasional dengan hukum Islam.


Warisan


Warisan Ibn Rushd sangat berpengaruh, terutama di Eropa, di mana karya-karyanya membantu membentuk dasar pemikiran skolastik di Abad Pertengahan. Dia dianggap sebagai salah satu filsuf terbesar dalam tradisi Islam dan salah satu jembatan utama antara pemikiran Yunani kuno dan Eropa Renaisans. 

Demikian, semoga bermanfaat.


Referensi:

Allathif.sch.id

Jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id

Mipp.pressbooks.pub


Makassar, 1 Juli 2024


Dawiah

Read More

Mata Pelajaran yang Paling Disukai Sekaligus Dibenci

Saturday, May 25, 2024

 


mardanurdin.com


Antara Benci dan Cinta Pada Mata Pelajaran Ini


Waktu SMP, mata pelajaran yang paling saya sukai adalah Bahasa Inggris. Hampir tiap waktu saya membuka kamus Bahasa Inggris untuk mencari kata-kata baru lalu menghafalnya.

Menanti jadwal masuknya mata pelajaran itu adalah saat-saat yang menyenangkan sekaligus bikin deg-degan karena saya akan bertemu dengan guru kebanggaan dan kesayangan saya, beliau guru kesukaan hampir semua murid di kelas saya waktu itu. 

Beliau mengajar dua jenis mata Pelajaran, yaitu Bahasa Inggris sebagai mata Pelajaran utamanya dan mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn.

Sebagian teman saya tidak terlalu suka sama beliau ketika mengajar Bahasa Inggris, tetapi menjadi antusias saat beliau mengajar PKn. Sebagian lagi berlaku sebaliknya, dan saya suka sama beliau saat mengajar mata pelajaran apa pun. 

Kebetulan beliau juga wali kelas kami sehingga kadang masuk kelas mengisi pelajaran apa saja ketika gurunya berhalangan hadir.

Saya merasa, saya adalah salah satu siswa kesayangan beliau. Saya merasa seperti itu karena sayalah yang paling sering dipanggil maju ke depan untuk mengerjakan soal-soal. Saya yang paling rajin menjawab atau maju ke depan untuk praktik bercakap Bahasa Inggris.

Rasanya waktu itu, hanya beliau guru saya, guru lain hanya numpang lewat, wkwkwk. Eh, saya jadi mikir, saya suka pelajarannya atau gurunya saja sih?


Musibah Saat Acara Perpisahan


Bagaimana ceritanya perasaan saya berubah drastis?

Saya memuja Beliau dan mata pelajaran Bahasa Inggris itu selama tiga tahun, sejak kelas 1 hingga kelas 3 SMP menjelang tamat dan tiba-tiba berubah pada saat acara perpisahan atau pelepasan siswa yang tamat.

Di acara pelepasan itu, saya menjadi protokol acara, jadi otomatis semua susunan acaranya, sayalah yang akan membacanya dan lebih dahulu tahu daripada teman bahkan oleh tamu-tamu yang hadir.

Awalnya acara berlangsung lancar dan aman. Lalu tibalah pada saat pengumuman siswa berprestasi, Beliau sebagai ketua panitia menyodorkan selembar kertas yang berisi nama-nama siswa yang berprestasi dan yang akan saya bacakan.

Sejenak, saya tercenung. Dalam hati, kenapa nama saya tidak ada di kertas itu? Bukankah selama ini saya selalu masuk peringkat kelas, setidaknya nilaiku  masuk 3 besar dalam kelas?  

Semakin berdebarlah jantung saya, saat melihat satu nama yang berada di urutan ketiga, nama teman saya yang terkenal karena ketidakmampuannya untuk semua mata pelajaran, terutama Bahasa Inggris. 

Bahkan tulisan tangannya saja tidak bisa dibaca sehingga paling sering disuruh tinggal di kelas untuk latihan menulis tangan sementara siswa lain pulang.

Kenapa bisa? 

Apakah dia mendapatkan mukjizat saat ujian sehingga bisa menjawab semua soal dengan benar?

Jiwa saya berontak, marah, lalu saya keluar dari ruangan acara dan melemparkan kertas itu. Beliau terkejut dan mengejar saya.

“Nak, acara belum selesai, saatnya membacakan nama-nama siswa yang berprestasi.” Kata beliau.

“Maafkan saya pak, saya tidak bisa. Saya sedih, kenapa nama saya tidak ada, sementara nama si Fulan itu ada. Tolong dijelaskan, apa sebabnya?”

Beliau memungut kertas yang saya lemparkan itu, kening beliau berkerut lalu masuk ke ruangan kepala sekolah. Sejurus kemudian beliau keluar dan mendatangi saya, katanya, 

“Ternyata nilai ujian Bahasa Inggrismu yang anjlok Nak. Nilaimu merah, hanya 5, sementara nilai temanmu itu terbilang tinggi” Nada bicaranya terdengar sangsi dan kalut.

Mata saya membelalak, “Pak, saya kan siswa yang paling rajin untuk Pelajaran bapak, saya selalu mendapatkan nilai tertinggi untuk Pelajaran Bahasa Inggris, bapak tahu kan?” suara saya serak bercampur tangis.

Beliau termangu, “Bapak juga heran, kenapa bisa yah?”

Yah Allah, hati saya makin kacau. Saya tinggalkan acara itu dan pulang dengan tangis yang saya sembunyikan. Saya tidak peduli dengan tugas saya sebagai protokol, kacau, kacau deh, hati saya sakit sekali. Itu adalah musibah buat saya.


Cinta Berubah Jadi Benci


Berhari-hari saya tidak muncul di sekolah. Kalau bukan karena mau membubuhkan sidik jari pada ijazah, saya tidak muncul sebab saya bersumpah tidak akan melihat muka kepala sekolah dan beliau lagi.  

Dua tiga kali beliau datang ke rumah menjelaskan kronologinya, tetapi telinga saya sudah tertutup, tidak mau tahu dan makin sakit hati ini saat melihat angka 5 untuk Bahasa Inggris di ijazah saya.

Merah!

Yah Allah, padahal itu adalah mata pelajaran kesukaan saya di mana saya selalu meraih nilai tertinggi setiap kali ulangan maupun mengerjakan tugas-tugas harian. Benci sekali hati ini sama guru dan kepala sekolah yang berimbas pada mata Pelajaran Bahasa inggris.

Singkat cerita, saya melanjutkan pendidikan di SMA negeri yang tidak jauh dari rumah saya. Keengganan belajar Bahasa inggris belum juga hilang, dan makin enggan saat guru yang mengajar mata Pelajaran itu tidak sebagus guru mata pelajaran Bahasa Inggris saya itu waktu SMP.

Saya sadar, itu adalah sikap yang tidak baik dan hanya akan merugikan diri saya sendiri. Jangan dibilang, saya tidak berjuang melawan perasaan benci itu untuk menjadi suka. Namun, rasa sakit hati terlanjur menggerogoti jiwa ini. 

Saya mengikuti pelajaran sekadar memenuhi kewajiban sebagai siswa, pura-pura belajar, padahal pikiran saya kemana-mana. Saat ulangan, saya menjawab asal saja, tapi anehnya, nilai saya aman-aman saja.

Tidak tinggi, tetapi tidak memalukan juga. Kok bisa yah?

Saat naik ke kelas 2 SMA, guru yang mengajar Bahasa inggris di kelas saya, digantikan oleh guru lain. Guru itu adalah guru yang cukup popular dan yang paling disukai oleh semua siswa yang pernah diajar. Kabarnya, beliau adalah guru idola semua siswa terutama oleh siswa perempuan karena ketampanan dan sikapnya yang supel.

Sayangnya saya tidak tertarik dan masih trauma.


Benci Menjadi Cinta


Jika mata pelajaran Bahasa Inggris  dulunya saya sukai lalu berubah menjadi tidak suka maka berbeda dengan mata pelajaran Fisika.

Mata Pelajaran yang paling ditakuti oleh siswa karena begitu sulitnya.  Namun, itu tidak berlaku buat saya. Saya menjadi suka sekalipun sulit dipelajari. Saya menjadi dendam  pada mata pelajaran Fisika karena sesuatu hal.

Cerita bermula dari guru yang mengajar mata pelajaran Fisika saat di semester 1. Saat usai ulangan harian, beliau membagikan kertas ulangan/jawaban yang  telah beliau periksa dengan mendatangi meja siswa satu persatu. Saat tiba di depan meja saya, guru Fisika itu berkata, 

“Nilai kamu yang paling rendah. Sepertinya kamu memang tidak berbakat dengan pelajaran eksakta. Nanti saat pembagian jurusan, kamu jangan coba-coba pilih jurusan IPA. Bisa-bisa kamu pingsan setiap hari gara-gara tidak bisa mengikuti pelajaran, terutama pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Kamu cocoknya di jurusan IPS atau Bahasa saja.”

Pada masa itu, pembagian jurusan di SMA berdasarkan nilai perolehan di rapor, belum ada tes bakat, minat, diagnostik dan sejenisnya.

Mendengar komentar beliau, saya merasa tertantang dan sedikit kesal.

Saya kesal mendengar kata-kata beliau, tetapi saya sadar bahwa nilai saya memang yang terendah. Namun, di balik itu, terbersit dalam hati, kalau Fisika akan saya taklukkan, bagaimanapun caranya.

Memasuki semester 2, saya belajar mati-matian hanya untuk empat mata Pelajaran, yaitu matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi, dan tetap mempelajari mata pelajaran lain sekalipun tidak sesering mempelajari empat mata pelajaran itu.

Dalam hati, saya bertekad untuk membuktikan kepada beliau bahwa, anggapannya terhadap saya adalah salah besar.

Tibalah pada saat pembagian jurusan menjelang kenaikan kelas 2. Masyaallah, nama saya terdaftar di kelas  2 Jurusan IPA. Rasanya saya ingin menunjukkan rapor saya itu kepada belaiu sambil bilang, “Bapak salah, saya berhasil masuk jurusan IPA.”

Sayangnya kami tidak bertemu hingga libur semester berakhir.

Qadarullah, kami dipertemukan lagi di kelas 2, kembali beliau mengajar di kelas saya, tapi saya heran, beliau kok tidak mengenal saya yah?

Tak apalah, mungkin beliau malu karena sudah salah memprediksi.

Menjelang kenaikan ke kelas 3, kembali beliau “bikin ulah” dengan berkata, “Kebetulan saja kalian semua ini masuk jurusan IPA, karena hanya ada sekitar 10 siswa yang betul-betul memiliki kecerdasan eksakta, selebihnya lebih cocok masuk IPS.”

Bisa yah ada guru seperti itu? Teman-teman saya yang lain, mungkin tidak peduli dengan kata-kata beliau, tetapi tidak buat saya. Saat itu, saya berdoa, semoga di pertemuan kami berikutnya, beliau mengangkat topi buat saya karena berhasil menjadi sarjana Fisika.

Saya yakin saat itu Allah mendengar doa saya dan mengabulkannya, karena beberapa tahun kemudian, saya bertemu beliau bukan lagi sebagai siswa dan guru melainkan sebagai sesama guru. Saya mengajar IPA di SMP di sebelah SMA saya dulu sekolah, tempat beliau mengajar.

Beliau termangu ketika mengetahui kalau saya sudah menjadi guru dan mengajar mata Pelajaran IPA, pelajaran yang mencakup tiga mata pelajaran sekaligus, yaitu  Fisika, Biologi dan Kimia bahkan waktu itu ada juga pelajaran Ilmu Pengetahuan Bumi & Antariksa (IPBA).

Tidak cukup sampai di situ, dua tahun setelahnya, kami dipertemukan lagi oleh Allah dalam acara seminar Fisika. Dengan bangga saya katakan, “Pak sekarang saya sudah sarjana, sarjana Fisika seperti bapak.”

Beliau tersenyum dan menjabat tangan saya, “Kamu luar biasa.”


Hikmah Dari Peristiwa Itu


Apa hikmah yang bisa kita ambil dari kedua peristiwa yang saya alami itu? Setidaknya buat saya yang ditakdirkan menjadi guru.

Pertama, setiap guru hendaknya harus berhati-hati dalam memberikan nilai terutama untuk penulisan nilai rapor. Untuk hal ini,  saya selalu membuka diri, ketika ada siswa yang memprotes nilainya, karena bisa jadi saya yang keliru.

Kedua, rapikan administrasi terutama administrasi penilaian. Jadi ketika ada anak yang mempertanyakan hasil perolehan nilainya, bapak, ibu guru bisa mempertanggungjawabkan di hadapan siswa, bahwa memang nilainya sudah sesuai, dan kalau ada kekeliruan, jangan segan meminta maaf dan memperbaiki nilainya. 

Ketiga, buat saya pribadi. Saat masih menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kurikulum 2013, saya selalu mengambil standar nilai KKM yang tinggi dan memberikan nilai di atas KKM untuk semua siswa  yang rajin apalagi buat siswa yang pandai, rajin plus berkarakter baik.Jika ada siswa yang nilainya berada pada nilai KKM,  itu artinya anak tersebut sudah tergolong sangat malas

Saya sadar, bahwa penilaian guru terhadap siswa itu sangat memengaruhi kejiwaan anak. Saya selalu beranggapan bahwa tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang malas saja. Maka selama siswa itu rajin atau menunjukkan antusiasnya maka dia berhak mendapatkan nilai yang bagus tanpa mengacuhkan siswa lain yang lebih pandai.

Keempat, buat guru, sangat penting memiliki tabungan kesabaran yang banyak. Selalulah berjuang  menahan diri, menahan mulut dan tangan jika menemukan suatu kejadian yang menjengkelkan. Kalau sesekali keceplosan juga, segeralah beristigfar, sebab sekarang keadaan memang agak lain. 

Tanpa menghakimi, anak-anak sekarang terutama yang lahir pada tahun 2000-an banyak yang jauh lebih "kreatif" dan kritis dibandingkan anak-anak dahulu, terutama anak yang lahir pada tahun 90-an. 

Yaah, namanya juga dunia yang selalu dinamis, teknologi berkembang sangat pesat, informasi bisa didapatkan semudah kita tersenyum, dan banyak hal lainnya. Semua itu membutuhkan kehati-hatian kita dalam mendidik anak.

Semoga kisah saya ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua, bahwa menanamkan rasa suka anak pada suatu mata pelajaran tidak semudah menjadikannya benci pada mata pelajaran lainnya. 

Tulisan ini adalah untuk memenuhi Tema Tantangan Menulis (TTM) di Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP)






Makassar, 25 Mei 2024


Dawiah 


Read More