Di Sini Kisah Dimulai
Kesan
pertama saat memasuki Kompleks Kapoposang adalah serasa memasuki suatu kompleks
perumahan yang tak berpenghuni. Rumah-rumah yang dipenuhi sarang laba-laba dan sampah yang
berserakan. Ibarat memasuki suatu rumah dengan perabotan yang tak tertata
Jika melihat jumlah sekolah yang ada di dalam komplek, seharusnya kita akan melihat dan mendengar keriuhan suara anak-anak sekolah, di mana keempat sekolah tersebut menerapkan waktu pembelajaran yang sama, yaitu masuk pagi. Tapi saya tak mendengar keriuhan itu.
Mungkin
itulah sebabnya, saat saya memutuskan menerima amanah sebagai kepala sekolah, keluarga
dan teman-teman mempertanyakan niat saya.
Sekalipun
menjadi kepala sekolah adalah jabatan yang lumayan keren untuk tingkat satuan
pendidikan, tetapi menjadi kepala sekolah di sekolah swasta selevel
itu tidak cukup membanggakan
“Tidak
mudah memimpin sekolah swasta, apakah kamu sanggup?”
“Sekolah
apa itu yang ibu pimpin, bikin capek saja.”
“Menjadi
Kepala Sekolah di sekolah swasta seperti sekolah ibu itu adalah jabatan yang tidak menjanjikan secara finansial.”
Itulah
sebagian tanggapan dari teman dan keluarga. Tetapi saya tidak perduli dengan tanggapan
mereka, karena saya memenuhi panggilan hati untuk mengabdi di sekolah yang pernah berjasa memberi pengalaman berharga dalam hidup. Saya punya harapan besar memberi perubahan yang lebih
baik.
Keadaan Kompleks Perguruan
Kompleks
ini tak banyak berubah sejak puluhan tahun silam. Dari depan seakan melihat
gudang, bangunan berbentuk kotak, jendela kecil model lama. Jendela yang
sama saat saya masih menjadi murid,
tahun 1976. Jalan masuk ke kompleks
adalah jalan yang berada di bawah bangunan berlantai kayu yang mulai rapuh.
Setelah
melewati jalan serupa terowongan pendek itu, kita akan melihat lapangan yang
berfungsi ganda. Lapangan untuk upacara setiap hari Senin, apel pagi, tempat
bermain saat istirahat, juga tempat berolah raga. Lapangan dengan tanah kasar
yang jika musim hujan datang maka tanah
lapangan menjadi becek.
Di sudut kiri lapangan, kita akan melihat satu bangunan kecil serupa gua tempat bujang sekolah menata jualannya. Di atasnya terdapat bak penampungan air.
Di
belakang bangunan kecil yang saya
namakan gua hantu itu terdapat lorong kecil menuju suatu tempat berukuran sekitar
3 x 3 meter. Di tempat itu terdapat tiga kamar kecil, toilet siswa.
Di tengah-tengah area toilet terdapat batu setinggi kurang lebih setengah meter, jika mata kurang awas, batu itu terlihat seperti batu nisan. Saya tak mengerti fungsi batu itu ada di tengah-tengah area toilet.
Apakah itu memang kuburan? Kuburan siapa?
Masih
jelas dalam ingatan saat saya masih berstatus murid, ada satu
tangga kayu yang digunakan untuk naik ke lantai dua. Kemudian saat saya
kembali lagi menjadi guru honor tahun 1984,
tangga itu sudah berpindah posisi dan bertambah jadi dua, dua tangga
kayu berdekatan dengan posisi saling berhadapan, tapi saat mau naik tangga,
kita akan saling membelakangi, yang satu
naik ke arah kanan satunya lagi naik ke arah kiri.
Tahun
1993, posisi tangga masih sama tetapi sudah berubah menjadi tangga setengah
batu. Jalan untuk menaiki salah satu tangga kayu adalah bangunan tangga batu
yang anak tangganya terdiri atas 5 sampai 6.
Tujuh
belas tahun kemudian, posisi tangga telah berubah lagi. Sekarang kedua tangga telah terpisah.
Belakangan saya tahu, kalau tangga yang dipindahkan ke depan diperuntukkan buat guru-guru yang mengajar di
SMP dan di SMA, tangga satunya lagi diperuntukkan buat murid-murid SMP dan SMA.
Oh
yah, di dalam kompleks ini terdapat empat sekolah, yaitu SD Muhammadiyah 1, SD
Muhammadiyah 2, SMP Muhammadiyah 3, dan SMA Muhammadiyah 2.
Kelas
dan kantor kedua SD berada di lantai dasar, sedangkan kelas dan kantor ruang
guru SMA berada di lantai dua, posisinya berbentuk U.
Sedangkan
ruangan-ruangan dan kelas SMP tersebar di
semua lokasi. Ruang kepala sekolah dan ruang tata usaha berada di lantai dasar, ruang guru berada di
lantai dua menempel di ruang guru dan kantor SMA, dan kelas yang digunakan SMP
berada sebagian di lantai dua dan selebihnya di lantai tiga.
Profil Sekolah
SMP
Muhammadiyah 3 Bontoala berdiri pada
tahun 1959 sesuai dengan SK Pendirian.
Bangunannya berada dalam area kompleks dengan tanah seluas 690 m2 dan bangunan seluas 600 m2 di dalam area seluas itulah berdiri empat sekolah.
Ruangan-ruangan
yang digunakan oleh SMP tersebar tak beraturan. Ruang Kepala Sekolah berada di
lantai dasar berhadapan dengan kantor SD Muhammadiyah 2, melihat sepintas
ukuran ruangan itu seluas 6 meter2 atau
sekitar 2 m x 3 m.
Sedangkan
ruang tata usahanya berada di sebelah kelas SD Muhammadiyah 1 yang luasnya
lebih sempit daripada ruang Kepala Sekolahm, sekitar 1 m x 3 m.
Ruang
guru SMP berada di lantai dua dengan ukuran yang tak kalah sempitnya. Posisi
ruangan itu menempel di sebelah kantor dan ruang guru SMA. Sementara itu ruang perpustakaan
berada di lantai 3 berdekatan dengan laboratorium IPA. Sedangkan jumlah kelas
sebanyak 6 kelas dengan dua rombel untuk
setiap tingkatan.
Jumlah
guru 17 orang, dua di antaranya sudah berstatus PNS selebihnya adalah guru
yayasan status honorer. Jumlah siswa saat itu sebanyak 200 orang.
Mulai Dari Mana?
Mulai dari mana?
Berhari-hari pertanyaan itu memenuhi pikiran saya. Bingung harus mulai dari mana bekerja. Apa yang akan dibenahi terlebih dahulu. Kemudian saya mencoba merinci beberapa hal agar bisa fokus mengerjakan satu persatu, lalu menyesuaikan dengan keadaan, mana yang paling penting dilakukan atau yang sangat mendesak untuk dikerjakan terlebih dahulu.
Saya mencatatnya seperti berikut ini.
- Membenahi
administrasi sekolah
- Mengatur
sistem penggajian
- Menyusun
struktur organisasi sekolah
- Membenahi
sarana dan prasarana
- Membenahi
proses pembelajaran
Dari
kelima pekerjaan itu, saya berpikir yang paling mendesak adalah menyusun struktur
organisasi. Bagaimanapun saya tak mungkin bekerja sendiri. Sekolah serupa
dengan perusahaan, harus ada tim kerja yang kuat dan solid.
Oleh karena banyak guru baru dan belum saya kenal, maka informasi tentang karakter dan kompetensi setiap tenaga pendidik di sekolah itu sangat minim.
Sebenarnya wakil kepala sekolah
sebelumnya cukup berkompeten berdasarkan pengalaman saya yang pernah bekerja
sama dengan beliau, tapi saya merasakan adanya penolakan dari dia.
Kisahnya
bisa dibaca di sini
Maka
atas usulan kepala tata usaha yang sekaligus pengurus Muhammadiyah cabang Bontoala, kami akhirnya memilih salah seorang guru yang bersatus PNS sebagai wakil kepala
sekolah, kemudian berturut-turut wakil kepala sekolah bagian kesiswaan, bagian
humas, dan sarana prasana.
Karena
kepala tata usaha sebelumnya mengundurkan diri maka saya mengangkat staf untuk
menggantikan beliau.
Lalu
tiba-tiba saja bendahara sekolah mengundurkan diri, maka jadilah kepala tata
usaha mengambil alih pekerjaan itu, terpaksa dobel pekerjaan.
Yaaah …
kekacauan baru saja dimulai.
Proses Pembelajaran Kacau
Alhamdulillah
sekolah sudah mendapatkan wakil kepala
sekolah baru, kepala tata usaha dan bendahara baru. Saya berharap mereka bisa
bersinergi positif mengelola sekolah menjadi lebih baik.
Selama
sebulan saya mengamati proses pembelajaran, datang setiap pagi sebelum guru
datang dan pulang setelah semua guru dan siswa pulang.
Subhanallah!
Proses
pembelajaran sangat kacau. Kebanyakan guru hanya memberi tugas ke siswa lalu sang
guru meninggalkan kelas menuju ruang
lain. Beberapa kali saya mendapati kelas kosong. Satu guru mengajar dua kelas
sekaligus.
Belum
lagi kehadiran siswa yang tidak sampai 50 persen dari siswa yang terdaftar di buku
absensi siswa.
Ada
apa dengan proses pembelajaran di sekolah ini? Tiap hari saya merasa pening melihat keadaan
itu. Apa yang harus saya lakukan ya Allah.
Atas
kerja sama dengan wakil kepala sekolah, perlahan saya mendekati guru-guru.
Mengajaknya berbincang, mendengarkan keluh kesah mereka, dan mencoba mengurai
satu persatu permasalahan yang mereka alami sehubungan dengan keadaan sekolah.
Akhirnya
saya mendapatkan sedikit informasi, bahwa gaji mereka dibayarkan sekali dalam tiga bulan. Mungkin itulah salah satu pemicu mereka malas masuk kelas.
Mengubah Sistem Penggajian
Bismillah, saya mencoba mengubah sistem penggajian, dari pemberian honor sekali dalam tiga bulan menjadi setiap awal bulan.
Tentu saja diikuti beberapa catatan, yakni:
- Kehadiran mereka dicatat secara terperinci oleh petugas pencatat. Tugas ini saya berikan kepada penjaga sekolah untuk melakukannya dengan tambahan honor sebagai petugas pencatat.
- Petugas mencatat akan menghitung jumlah kehadiran bagi guru yang memberikan pembelajaran secara tatap muka. Jika tidak masuk kelas mengajar hingga waktu pembelajarannya habis, maka tercatat tidak melaksanakan kewajibannya mengajar, maka otomatis honornya tidak terhitung.
- Menetapkan jumlah honor mengajar perjam. Hal ini dilakukan karena berdasarkan informasi, kalau mereka tidak tahu berapa sebenarnya jumlah honor yang diterima selama ini.
- Melakukan penggajian secara trasparan. Guru dapat menghitung sendiri honornya setiap akhir bulan dengan cara mengalikan jumlah kehadiran di kelas dengan jumlah honor yang telah ditetapkan.
Ini
adalah gebrakan baru yang saya lakukan dengan harapan, guru-guru bisa sedikit
lebih disiplin mengajar. Ada yang lega dengan keputusan itu tapi tak sedikit yang
cemas.
Sungguh
tak mudah mengubah kebiasaan lama, dari yang santai menjadi serius, dari yang
masuk kelas semaunya menjadi lebih disiplin. Tapi saya harus tegas soal ini.
Akibatnya,
satu persatu guru mengundurkan diri. Mereka yang tak mampu mengikuti ritme kerja
yang saya terapkan, mengalah dan mundur. Maka perrsoalan barupun muncul.
Mencari
guru pengganti yang bisa mengajar dengan baik, disiplin tapi dengan gaji kecil
adalah mustahil. Namun, saya yakin pasti masih ada guru di luar sana yang memiliki jiwa patriot
dan keikhlasan yang tinggi.
Masya Allah!
Allah
Maha Baik, saya dipertemukan dengan guru-guru yang baik. Usaha dan doa mulai dikabulkan
oleh Allah, satu persatu mereka datang dan bersedia bekerja sama.
Sekolah
semakin berwarna dengan kehadiran wajah-wajah baru.
Saatnya
membidik administrasi sekolah yang berantakan.
Bagaimana
kisah selanjutnya? Nantikan ya di postingan berikutnya.