Indonesia
baru saja memperingati Hari Anak Nasional, yaitu tanggal 23 Juli. Sebagaimana negara-negara
di belahan dunia lainnya, walaupun berbeda-beda waktunya, tetapi dasar dan
tujuannya sama. Menghormati hak-hak anak.
Hem,
menghormati hak-hak anak. Sebagai Ibu, rasanya ada yang menyentuh sanubariku
sekaligus satu pertanyaan yang membuat kalbu ini terasa berdenyut. Apakah aku
sudah memenuhi hak-hak anak-anakku?
Aku
bisa saja menjawab, bahwa aku sudah memenuhinya dengan memberinya nafkah
sehingga mereka tumbuh dan berkembang dengan baik, sudah menyekolahkannya
hingga mereka mengecap pendidikan. Sekedar itu?
Tidak!
Tanggung jawabku kepada mereka, jauh lebih besar dari itu semua.
Barangkali
aku butuh satu waktu untuk duduk tafakur, lalu mengingat dengan saksama, apa
saja yang telah kulakukan kepada anak-anakku. Apakah aku sudah memberinya rasa
aman dan damai? Aman dari lingkungan yang buruk, lingkungan yang bisa saja
menjerumuskan mereka ke dalam kenistaan. Damai dari situasi yang hiruk pikuk,
situasi yang bisa saja membuat jiwa-jiwa mereka resah dan gelisah.
Lebih
dari itu, apakah aku sudah mendekatkannya kepada yang Maha Pemberi Kehidupan? Sejauh manakah usahaku membuat mereka cinta
kepada Pemilik Cinta?
Banyak
pertanyaan yang tiba-tiba saja membuatku risau. Ini adalah muhasabah untuk
diriku sendiri, bahwa setelah 26 tahun menjadi ibu untuk anak-anakku, rasanya
aku belum melakukan apa-apa. Hanya satu harapan terbesar di dalam sanubariku,
yaitu menjadikannya mereka sebagai anak saleh dan salihah.
Sungguh,
harapan itu sangat berat untuk mencapainya. Karena aku sendiri merasa belum
menjadi anak yang salihah untuk orangtuaku.
Yah,
maka aku menyerah saja kepada takdir, setelah segala usaha dan upaya diiringi
dengan doa untuk selalu berjuang berjalan menuju jalan yang lurus.
Semoga
usahaku itu dapat menjadi pembelajaran buat anak-anakku, bahwa Ibunyapun tiada
henti-hentinya belajar, berusaha dan berjuang untuk memperbaiki diri dari waktu
ke waktu.