Mengontrol Ekspektasi Salah Satu Cara Self Love

Sunday, February 20, 2022

 


Mengontrol Ekspektasi Salah satu Cara Self love

 

Dahulu banyak yang mengartikan  self love sebagai sifat egois dan narsis. Menampilkan sikap positif diri dengan percaya diri mengutarakan hal yang disukai atau yang tak disukai dianggap egois. Menunjukkan kegembiraan karena telah berhasil melalui suatu rintangan dianggap narsis.


Namun, seiring dengan waktu, semakin banyak orang yang mengerti bahwa sikap-sikap tersebut tak selalu tentang keegoisan dan narsis. Bisa jadi itu adalah sikap positif yang ditunjukkan sebagai bentuk self love. 


 

Apakah Self Love Itu?


 

Banyak sekali buku dan artikel yang membahas tentang self love. Mulai dari pentingnya memiliki self love hingga langkah-langkah atau tips-tips agar memiliki jiwa yang mencintai diri sendiri.

 

Merujuk Psychology.binus.ac.id  aspek-aspek yang memengaruhi self love, yaitu:

  1. Self awareness
  2. Self worth
  3. Self esteem
  4. Self care

 

Lebih jauh dijelaskan bahwa, self awareness merupakan kesadaran diri terhadap proses berpikirnya. Apakah pikiran dan  emosinya memengaruhi tindakannya dengan baik atau tidak baik?

Jika seseorang mampu mengelola emosi dan pikirannya dengan baik maka bisa membantu mengetahui cara menanggapi hal-hal atau situasi yang terjadi secara efektif.

 

Keyakinan seseorang bahwa betapa berharga dirinya terlepas seberapa tinggi pencapaiannya atau kualitas yang melekat pada dirinya. Menyadari bahwa setiap manusia itu unik dan berharga merupakan salah satu aspek yang memengaruhi self love seseorang, yaitu memiliki self worth. 

Self esteem sangat berkaitan dengan self worth. Setelah mampu menghargai dirinya sendiri sebagai individu yang unik dan istimewa maka penting untuk merasa nyaman dengan dirinya sendiri di manapun ia berada dan dalam situasi apapun. Tidak terpengaruh dengan lingkungan jika kebetulan berada di lingkungan yang buruk maka ia mampu keluar dari lingkungan tersebut tanpa merasa tidak enak kepada siapapun.

 

Merawat diri baik lahir maupun batin adalah salah satu tindakan self care. Menjaga kesehatan jiwa raga merupakan cara memupuk self love. Banyak cara yang dilakukan orang untuk merawat dirinya. Ada yang bisa meningkatkan self care dengan mendengarkan musik, berkumpul dengan teman yang sefrekuensi, menonton, menulis dsb.

 

 

Kontrol Ekspektasimu

 

 

Suatu waktu saya dikejutkan oleh keputusan yang diambil oleh putraku. Ia memilih berhenti kuliah sebelum menyelesaikan semester satunya. Saat saya bertanya, apa alasannya. Dengan gamblangnya ia menjawab, “tidak sesuai ekspektasiku.”

 

Walau sedikit kecewa, tetapi saya mencoba menghibur diri bahwa lebih baik berhenti di awal semester daripada berhenti di akhir perkuliahan.

Berapa banyak waktu dan materi yang dihabiskan hanya untuk mencari dan berusaha menggapai ekspektasinya, padahal dari awal ia sudah tahu kalau ujung-ujungnya tidak akan sesuai dengan apa yang ia harapkan.

Anggaplah itu suatu keputusan yang tepat. 

 

Kejadian itu membuat saya bertanya-tanya. Ada apa dengan ekspektasi?

Apakah terlalu tinggi sehingga ketika dihadapkan pada kenyataan yang tak sesuai maka diri menjadi kecewa?

 

Betapa banyak orang yang gagal mengeksekusi tindakan hanya karena ekspektasinya yang tak sesuai. Maka saya berpikir, mungkin kita harus sesekali menengok ekspektasi kita.


Kontrol!


Jangan sampai ketinggian atau kerendahan. Ekspektasi yang terlalu rendah juga tidak baik, sebab  itu menjadikan kita kurang berjuang dan cenderung terlalu santai. Pun, jika ketinggian maka kita akan kelelahan mencapainya. Syukur-syukur kalau bisa dicapai, tetapi pada saat dicapai kita sudah berada pada level 4L, lelah, letih, lemas dan loyo. 

 

Seperti kata Buya Hamka dalam bukunya Falsafah Hidup.

 

“Sederhanalah dalam berpikir. Pikiran sederhana menimbulkan tawakkal, menimbulkan cita-cita yang mulia dan tawakkal merupakan tonggak kepercayaan dan iman.”

 

Demikian, semoga bermanfaat.


Baca juga tulisan ringan lainnya di sini  dan di sini.



Makassar, 20 Februari 2022

Dawiah



 

Read More

Selera Boleh Berbeda, Tetapi Cinta Harus Sama

Sunday, February 13, 2022

 


 

 Selera Boleh Berbeda, Tetapi Cinta Harus Sama

Bicara tentang selera, saya dan suami itu memiliki selera yang sangat berbeda hampir dalam berbagai hal. Mulai dari selera terhadap jenis makanan, musik, hobi, tempat dan sebagainya.


Begitu berbedanya selera kami sehingga hampir tiap waktu terjadi perdebatan alot setiap kali kami mau memutuskan sesuatu.

 

Kalau dirinci kemudian ditulis bisa menjadi satu postingan dengan jumlah kata 300 sampai 500 dengan karkater 3000 lebih.


Nah, tulisan kali ini, saya akan mengulas apa saja perbedaan selera kami sekaligus sebagai setoran pada komunitas 1minggu1cerita dengan tema SELERA.

 

 

Jenis Makanan

 

 

Saya menyadari bahwa latar belakang keluarga kami berbeda sehingga kebiasaan-kebiasaan dalam keluarga masing-masing juga berbeda termasuk jenis makanan yang biasa kami makan.


Saya dan adik-adik dibiasakan makan lauk apa saja yang disajikan oleh mama. Berhubung mama dan bapak tidak terlalu suka dengan ikan yang berukuran besar maka jenis ikan yang paling sering disajikan adalah ikan yang berukuran kecil hingga sedang seperti ikan teri, makarel, mujair, nila dan bandeng. 

Pengolahannyapun termasuk sangat sederhana dan kurang bumbu. Paling sering, ikan dimasak dengan kuah asam, kunyit dan garam. Kalaupun ikannya diasap, maka paling-paling disirami dengan bumbu bawang merah, merica dan garam.

 

Sementara kebiasaan dia adalah makan ikan yang berukuran besar yang pengolahannya dilengkapi dengan bumbu yang banyak. 

Itu baru jenis ikan belum jenis sayuran. Sebab saya sukanya sayur bening sedangkan dia lebih suka sayur santan atau sayur dengan bumbu aneka rupa.

 

Maka tidak heran jika tahun pertama perkawinan kami paling sering berselisih pendapat hanya soal jenis makanan dan uniknya itu masih sering terjadi hingga sekarang.


Kadangkala kami gagal keluar makan di luar karena persoalan jenis makanan apa yang mau dimakan, hahaha. 


Saya maunya makan makanan yang jarang disajikan di rumah, seperti pizza, burger, sushi, udon dan sebagainya. Sementara dia maunya makan ikan bakar, sayur santan, coto, konro, kapurung dan makanan khas daerah Makassar lainnya. 

Itu tempat makannya saja sudah berbeda bukan?

Mana ada restoran atau warung yang menyajikan burger plus ikan bakar. LOL.

 

Untungnya sekarang ada makanan yang bisa dipesan online. Jadi kami bisa memesan makanan sesuai selera masing-masing. Saya makan pizza dia makan kapurung di meja makan yang sama. Hahaha.

 

 

Jenis Musik

 

 

Qadarullah, dia itu dianugerahi kecerdasan musikal dan visual-spasial dan kebetulan pula menjadi guru Seni Budaya sehingga jiwa seninya cukup kental dan terasah dengan baik. Dia bisa bermain gitar, organ dan melukis. 

Sementara saya hanya penikmat musik dan lukisan.

 

Selain itu, kami juga berbeda dalam menikmati jenis musik. Dia suka dengan lagu dangdut dan lagu pop berbahasa Indonesia sementara saya suka lagu pop barat sehingga tak jarang dia mengejek saya, katanya suka lagu barat padahal tidak tahu artinya. 

 

Musik itu bersifat universal kan yah? Walau tak tahu arti keseluruhannya, tetapi lagu dan alunan musiknya bisa dinikmati. Saya ngeyel. 


Nah, soal lukisan. Dia suka aliran romantisme seperti pemandangan alam bahkan cukup piawai melukis dengan tema pemandangan, gunung, sungai dan pohon-pohon.

Sementara saya suka menikmati lukisan yang abstrak serupa kumpulan benda-benda geometris dan perpaduan warna-warni menyolok. 

 

 

Hobi

 

 

Tentang hobipun kami jauh berbeda. Dia merasa sudah tenang dan bersantai manakala memainkan musik, entah itu main gitar atau main  organ elekton. Sementara saya merasa itu sungguh berisik. Saya merasa tenang dan damai manakala menemukan bacaan yang cocok, seperti novel, cerpen atau cerita inspiratif.

 

Saat dia  bermain organ elekton dengan alunan dangdut yang menggebu, saya cukup membaca sambil pasang headset. 

 

 

Rekreasi

 

 

Tentang rekreasi, terkadang kami gagal rekreasi hanya gara-gara tempatnya yang tidak cocok. Dia suka ke pantai, duduk menikmati angin sepoi-sepoi sedangkan saya suka rekreasi ke gunung, ke tempat yang tenang, sejuk di mana saya bisa baring seharian atau duduk sambil membaca atau menikmati pemandangan.

 

Saya suka berkumpul dengan teman-teman dan bergaul dengan siapa saja serta berkenalan dengan orang-orang baru, sedangkan dia lebih suka sendiri atau kalaupun terpaksa berkumpul maka dia memilih orang-orang tertentu saja.  

 

 

 

Penutup

 

 

Yah, begitulah. 

Selera kami sangat jauh berbeda bagai bumi dan langit. Walaupun berbeda,  kami masih bisa bersama hingga kini. Perbedaan-perbedaan itu masih bisalah kami atasi dengan ramuan “kadang-kadang.”

 

Kadang-kadang saya mengalah dan kadang-kadang dia yang mengalah. Porsi mengalahnya cukup seimbang. 


Buktinya saya sudah suka makan kapurung dan menikmati musiknya dengan hati yang disabar-sabarkan. 

Sementara dia sudah pasrah dengan masakan ikan kuah asam buatan saya ditemani sayur bening tanpa rempah. 

 

Namun, ada satu hal yang membuat kami klop dan bisa mengarungi rumah tangga hingga sekarang, yaitu kami satu rasa dalam cinta dan kasih sayang. Rasa ketakutan kami sama, yaitu takut kehilangan.

 

Saya pikir-pikir, ada satu perbedaan yang justru perbedaan itu menyatukan kami hingga 32 tahun lamanya, yaitu ia mudah memaafkan dan saya mudah melupakan.

 

Oh yah, tulisan ini saya persembahkan juga kepada masa-masa indah dan penuh debar saat dia mengucapkan ijab kabul pada 32 tahun lalu, tepatnya pada tanggal 14 Februari 1990.






 

Makassar, 13 Februari 2022

 

Dawiah

Read More

Kelas Persiapan KLIP; Pentingnya Mengenal Diri Sendiri dan Peran Keluarga Dalam Berkarya

Friday, February 11, 2022





Kelas Persiapan; Pentingnya Mengenal Diri Sendiri dan peran keluarga dalam berkarya

 



Menjadi salah satu dari 99 peserta yang terpilih masuk di TeleGrup merupakan  anugrah yang luar biasa bagi saya. Sebenarnya menjadi bagian dari 99 orang yang terpilih itu gampang-gampang susah. 


Gampangnya adalah cukup menyetorkan tulisan sebanyak-banyaknya dengan jumlah kata minimal 300 untuk satu tulisan selama bulan Januari 2022. Susahnya adalah konsisten menulis dan menajemen waktu agar tantangan itu bisa ditaklukkan. 


Alhamdulillah saya berhasil menyetor 14 tulisan dengan pembagian: 7 tulisan di blog pribadi, 5 tulisan di google dokumen dan 2 tulisan di media sosial. Maka terpilihlah saya masuk di TeleGrup dan bergabung dengan perempuan-perempuan hebat lainnya. 


Selain itu, KLIP 2022 juga mengadakan kelas persiapan bagi 456 peserta yang terdaftar di KLIP dengan narasumber-narasumber yang luar biasa.



Kelas Persiapan KLIP 2022

 

 

Kelas Literasi Ibu Profesional tahun 2022 memiliki program khusus berupa kelas persiapan yang saya sebutnya sebagai hadiah bagi  KLIPers. Kelas persiapan merupakan kelas belajar bersama tentang materi-materi yang berkaitan dengan keluarga dan karya.  

Berikut ini jadwalnya.

  1. Hari, Tanggal: Rabu, 2 Februari 2022 dengan Pemateri: Ibu Septi Peni Wulandani (Founder Ibu Profesional). Judul: Pentingnya Mengenal Diri Sendiri dan Peran Keluarga Dalam Berkarya  dengan media zoom dan live YouTube.
  2.  Hari, Tanggal: Jum’at, 4 Februari 2022 dengan pemateri: Shanty Dewi Arifin (Inisiator KLIP). Judul: Mengenal “Free Writing” dengan media zoom dan live youtube.
  3. Hari, Tanggal: Rabu, 2 Maret 2022 dengan pemateri: Satwika C.H (Ex-Editor Elex Media Komputindo). Judul: "PUEBI? Kenapa Mesti?"  media yang dipakai masih dengan zoom dan live youtube.

 

Rabu, 2 Februari 2022 kelas persiapan dibuka dengan sangat baik oleh mbak Satwika. 


Supaya kita bisa memenuhi komitmen menulis selama setahun, maka kita perlu menyiapkan mental kita, motivasi internal kita karena itulah yang menjadi pendorong utama untuk kita terus bergerak maju.” (Satwika).


Setuju sekali dengan kata-kata motivasi dari mbak Wika ini. Bahwa, sebagai perempuan kita dianugerahi banyak sekali tanggung jawab sehingga waktu menulis terkadang terabaikan.


Bagaimana supaya kita bisa terus komitmen menulis dalam kondisi apapun padahal sudah berjanji menulis dengan bergabung di KLIP? 


Semoga materi yang dibawakan oleh Bu Septi ini bisa menjadi pemicu untuk kita terus berkarya.

Yuk, simak hasil belajar saya dalam kelas persiapan KLIP berikut ini.

 

 

Pentingnya Mengenal Diri Sendiri dan Peran Keluarga Dalam Berkarya

 

Pentingnya mengenal  diri sendiri dan peran keluarga dalam berkarya adalah tema yang disampaikan oleh Ibu Septi Peni Wulandani di mana beliau adalah founder Ibu Profesional. 


Pada menit pertama bu Septi membagikan pengalamannya tentang bagaimana mengenal diri  dan bisa menjalankan peran dalam berkarya meskipun heboh dengan segala macam aktivitas baik sebagai perempuan sebagai ibu maupun sebagai istri.

 

Perempuan Berdaya Dari Rumah Untuk Dunia

 

Agar perempuan bisa berdaya dari rumah untuk dunia, menurut Ibu Septi, perempuan harus memiliki tiga hal, yaitu: perempuan harus memiliki jati diri, mandiri dan berdaulat penuh atas keputusan yang diambilnya. 

 

Perempuan Harus Memiliki Jati Diri

 

Agar kita sebagai perempuan bisa berdaya sekalipun dari rumah untuk dunia, kita harus memiliki jati diri dan tahu siapa kita sehingga tidak terombang-ambing melihat tingkat kesuksesan orang lain. 

Orang lain yang sukses, kitanya yang baper. Saya menangkapnya seperti itu. 

 

Perempuan Harus Mandiri

 

Hal kedua yang menjadikan perempuan bisa berdaya adalah  harus mandiri. Kita tidak bergantung kepada siapapun kecuali kepada Allah Swt. Agar saat mengambil dan menjalankan sebuah keputusan itu karena diri kita bukan karena paksaan siapa-siapa.

 

Berdaulat Penuh Atas Keputusan yang Diambil

 

Hal yang ketiga ini sangat berkorelasi dengan mandiri yaitu percaya diri dan memiliki jati diri sehingga setiap keputusan yang diambil jika gagal maka tidak akan menyalahkan orang lain. 


Ibu Septi memberikan contoh, misalnya saat telah memutuskan ikut Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP) dengan menulis secara konsisten di mana harus menulis minimal 10 tulisan dalam sebulan selama setahun, maka ketika tidak berhasil memenuhinya, kita tidak menyalahkan apa dan siapa-siapa. 


Ketika kita telah mengambil  keputusan maka kita berdaulat penuh atas keputusan tersebut maka tidak boleh mengeluh atas apapun yang dihasilkan. 

Lebih jelasnya diterangkan bahwa terdapat tiga proses untuk menjadi perempuan berdaya, yaitu:

 

Mampu Memahami Diri dan Potensinya


Menulis itu memiliki banyak gender, misalnya fiksi, non fiksi, cerita anak dan sebagainya. Olehnya itu kita harus mengetahui kemampuan dan potensi kita dalam menulis. 

Apakah suka menulis fiksi, menulis tulisan yang serius seperti penelitian serupa jurnal, atau tulisan santai yang pendek-pendek seperti tulisan status di media sosial. 

Jadi kita harus mampu memetakan potensi diri, kitanya berada di mana nih. Jika senang dan bisa menulis fiksi maka lakukanlah itu. Andai suka dan bisa menulis hal-hal yang serius maka tuliskanlah. 

Intinya, tulisan apapun yang dihasilkan, tulisan itu harus mendatangkan kebahagiaan buat diri kita.

Satu hal yang mesti disadari bahwa menjalani sesuatu yang bahagia belum tentu enak. Misalnya, menulis itu adalah hal yang membahagiakan, tetapi saat menjalaninya kita dihadapkan pada hal-hal yang tidak menyenangkan misalnya, lirikan setrikaan yang menumpuk, cucian yang menanti untuk dijemur dan sebagainya. 

Maka jalanilah dengan sebagus mungkin, jangan mengeluh atau bahkan berhenti menulis. Jika sudah bisa melewati tantangannya maka kita bisa masuk ke tahap kedua, yaitu mampu membawa dan menghadapi perubahan.

 

Mampu Membawa dan Menghadapi Perubahan

 

Agar mampu membawa dan menghadapi perubahan yang paling utama adalah komitmen yang diikuti dengan konsisten.

Bagi Bu Septi, sesuatu yang dikerjakan dan beliau meletakkan komitmen yang tinggi lalu konsisten di bidang itu biasanya berhasil, tetapi  sebaliknya jika sekedar ikut-ikutan dan tidak konsisten maka biasanya gagal.

Ini bisa kita jadikan sebagai pembelajaran, apapun peran yang kita ambil harus dijalani dengan baik dan mengikuti prosedurnya maka kita mampu menghadapi dan membawa perubahan. 

Misalnya menghadapi suatu kendala menulis. Namun, kita sudah komitmen untuk konsisten menulis, maka kita harus mengubah strateginya agar bisa terus menulis. 


“Tidak ada kata gagal hanya hasil yang tidak sama dengan harapan kita. Dan kita Cuma harus mengubah strateginya saja."

 

Mampu Berdaulat Penuh Atas Dirinya

 

Mampu berdaulat penuh atas diri sendiri artinya  tidak lagi menyalahkan siapapun apabila kita gagal. Orang yang mampu berdaulat penuh atas dirinya tidak akan menuntut jika menemukan kegagalan. 

Intinya, perempuan yang berdaulat penuh atas dirinya tidak akan bergantung kepada apapun dan kepada siapapun.

 

Konsep Dari Rumah

 

Bagaimana konsepnya jika dikerjakan dari rumah?

Kita menyadari bahwa kita memiliki waktu yang sama dengan orang lain, sama-sama 24 jam. Namun, mengapa ada yang bisa mengerjakan banyak hal bahkan bisa menghasilkan karya sedangkan yang lain tidak. 

Mengapa? Biasanya karena tidak diorganisir dengan baik.

 

Sudut Pandang Perempuan Tentang Rumah

 

Menyikapi tentang konsep perempuan terhadap rumah maka proses  pertama yang harus dilakukan adalah mengubah sudut pandangnya tentang rumah.

 

Tiga sudut pandang perempuan tentang rumah yang harus diubah, yaitu perempuan harus menganggap bahwa: 

 

  1. Rumah adalah tempat belajar
  2. Rumah adalah tempat tumbuh
  3. Rumah tempat berkarya

 

Maka yang paling penting adalah komitmen dan konsisten dengan waktu. Sebab waktu adalah sesuatu yang sangat penting. Rumah adalah tempat kita belajar termasuk belajar mengelola waktu dan belajar disiplin atas komitmen yang telah dipilih.


Seperti yang dilakukan oleh Bu Septi yang selalu menjadikan penanda waktunya berupa azan. Dari subuh ke zuhur kerjaannya apa, lalu dari zuhur ke asar apa lagi yang harus dikerjakan kemudian dari asar ke magrib dan seterusnya. Sangat disiplin.

 

Dari rumah pula kita bisa melihat sejauh mana kita bertumbuh. Apakah yang dilakukan pada bulan lalu bisa terus konsisten dilakukan pada bulan ini atau justru bertambah. Dari rumahlah kita bisa melakukan sesuatu untuk bertumbuh.


Rumah sebagai tempat berkarya. Apa nih yang telah dihasilkan selama menjadi ibu, menjadi istri atau bahkan menjadi perempuan, di mana sekian banyak waktunya dilakukan di rumah.

Setelah dipikirkan mulailah kita menata bahwa selama dalam perjalanan sebagai ibu, istri atau perempuan, karya apa saja yang telah dilahirkan. Karena karya-karya itulah nantinya  yang akan kita tinggalkan. 

 

“Kalau kita ingin hidup 1000 tahun lagi, maka kuncinya adalah menulis, berbagi ilmu, memiliki anak yang soleh dan salihah, menjalankan amal jariah berupa memiliki ilmu yang bermanfaat.”

Ketika nafas sudah berakhir maka ilmu kita bisa tetap mengalir dan karya kita bisa terus dibaca oleh banyak orang." Septi Peni Wulandani.

 

Belajar, Tumbuh, Berkarya Dari Rumah

 

Bagaimana kita belajar, tumbuh dan berkarya dari rumah maka tiga hal yang harus dilakukan, yaitu:

 

Pemetaan Potensi

 

Perempuan itu memiliki banyak potensi maka perlu dipetakan agar bisa membuka potensi demi potensi lainnya. Tiap tahun Bu Septi selalu memberi ruang bagi dirinya untuk mencicipi sesuatu yang belum pernah beliau lakukan selama hidupnya. 

Hal inilah yang membuat beliau membuka potensi demi potensinya.


Jika setiap potensi itu dikembangkan maka bisa jadi itu menjadi pintu rezeki. Maka jangan terkungkung dengan hanya satu potensi. 

 

Beri ruang ekspresi

 

Perempuan itu kreator sejati perlu diberi ruang ekspresi sebagai tempat bermain. Maka salah satunya adalah KLIP sebagai ruang berekspresi. 

 

“Kebahagiaan itu diciptakan bukan ditunggu.”

 

Selebrasi dan Apresiasi

 

Perempuan itu senang diapresiasi maka kita harus mampu menciptakan selebrasi dan mengapresiasi setiap pencapaian-pencapaian kita. Jika kita berhasil menulis sekian banyak sesuai target atau bahkan melebihi target maka segeralah melakukan selebrasi dengan bentuk apa saja. 

Misalnya, makan es krim, jalan-jalan ke pusat perbelanjaan atau apalah yang menggembirakan diri sendiri.

 

Konsep Dari Rumah Untuk Dunia

  

Perlu diketahui bahwa berkontribusi untuk dunia start point nya adalah dari dalam rumah kita. Terdapat tiga harta karun dari rumah untuk dunia yang harus dikembangkan, yaitu manajemen waktu, tantangan di rumah dan aksi menjadi solusi.


Manajemen waktu sangat menentukan produktivitas kita. Selain itu, masalah harus diubah menjadi suatu tantangan yang harus ditaklukkan. 

Hal berikutnya adalah empati akan diubah menjadi aksi, dan aksi dijalankan menjadi solusi dan bisa dibagikan kepada khayalak sehingga nantinya kita akan dikenal sebagai apa.

 

 

PENUTUP

 


Sebagai penutup, saya mencoba membuat kesimpulan dari “berlian-berlian” (meminjam istilah dari Mbak Wika) yang disebarkan oleh Ibu Septi, yaitu:

 

  1. Perempuan harus berdaya dengan cara memahami diri dan potensinya, mampu membawa dan menghadapi perubahan dan mampu berdaulat penuh atas dirinya.
  2. Perempuan bisa mengubah dunia sekalipun  dilakukan dari rumah sebab mengubah dunia start pointnya adalah dari rumah. 
  3. Tiga hal yang harus dilakukan oleh perempuan agar dapat tumbuh dan berkarya dari rumah adalah, memetakan potensinya. Jangan berhenti melakukan satu jenis potensi saja. Terus gali potensi-potensi lainnya dan mencoba melakukan hal baru yang belum pernah dilakukan selama hidupnya. Jika berhasil, maka yakinlah itu sangat membahagiakan.
  4. Hal terakhir adalah jika berhasil mencapai sesuatu atau berhasil memberdayakan potensi yang dimiliki maka janganlah pelit terhadap diri sendiri. Lakukan selebrasi untuk mengapreasiasi pencapaian-pencapaian. 

Saya biasanya melakukan selebrasi dengan pergi ke salon merawat tubuh. Jika tak sempat, maka saya cukup ngeteh sambil menonton atau membaca ditemani cemilan.

Oh yah ada lagi nih  oleh-oleh “berlian” dari bu Septi.

  1. Jika kita mengalami kegagalan dalam menilai diri maka bersyukurlah karena kita tahu telah melakukan kesalahan. Karena alangkah bahayanya jika kita tidak tahu kalau kita salah.
  2. Kalau kita salah dalam belajar berarti kita belajar dari kesalahan.
  3. Kalau tidak salah berarti kita melangkah selangkah lebih dari Langkah sebelumnya.

 

Closing Statement dari Bu Septi

 




“Mendidik anak, menjemput rezeki dan berkarya itu adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisah-pisahkan, apalagi dikorbankan, karena pernikahan itu bukan pengorbanan, pernikahan adalah mencari kebahagiaan.”

 

Baca juga tentang KLIP di sini dan di sini 


Makassar, 11 Februari 2022

         Dawiah

 

 

Read More