Kopdar IIDN Makassar Akhir Tahun 2018: Penuh Drama dan Banjir Sponsor

Saturday, December 29, 2018


Assalamualaikum sahabat pembaca.


Menulis adalah keterampilan dasar manusia, tetapi menulis dengan baik dan benar perlu proses pembelajaran dan latihan terus menerus. Olehnya itu, seseorang yang ingin menjadi penulis membutuhkan teman yang sevisi, teman yang memotivasi tanpa menjatuhkan, dan berada di lingkungan yang sesuai.

Kata orangtua dahulu, kalau mau wangi bergaullah dengan penjual minyak wangi. Jadi kalau mau jadi penulis bergaullah dengan penulis. Tzaah!

Bayangkan, betapa senangnya jika kita berkumpul dengan orang-orang yang sevisi. Kita bisa saling memotivasi, dan saling berbagi ilmu serta informasi demi peningkatan kualitas diri, terutama dalam hal menulis.

Kita juga butuh wadah untuk berlatih, di mana di dalamnya ada orang-orang yang mau berbagi ilmu, mau memberi masukan, dan kritik yang membangun demi peningkatan kualitas tulisan. 

Mungkin itulah salah satu tujuan komunitas IIDN ini dibentuk. Menghimpun ibu-ibu yang memiliki hobi, minat, dan cita-cita yang sama. Menulis.

Maka   patutlah saya  berterima kasih kepada IIDN, karena di sanalah saya mendapatkan kembali gairah menulis yang sekian puluh tahun mati suri. Bisa dibilang, inilah titik balik kembalinya saya ke dunia kepenulisan. Walaupun masih terbilang newby.

Sebelum saya menceritakan drama yang terjadi saat mengikuti kopdar akhir tahun 2019 dengan member IIDN Makassar.  Simak dahulu informasi tentang IIDN.

Mengenal IIDN


IIDN adalah singkatan dari Ibu-Ibu Doyan Nulis, suatu komunitas menulis yang didirikan oleh Indari Mastuti pada 24 Mei 2010. Dengan visi “Mencerdaskan Perempuan Indonesia.” IIDN sudah memiliki 10.000 lebih member yang tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Makassar.

Selain itu, IIDN memiliki misi yang sangat keren.

  • Menerbitkan minimal 1 buku untuk setiap anggota IIDN
  • Meningkatkan produktifitas anggota di berbagai media di Indonesia
  • Meningkatkan kemampuan anggota dalam bidang penulisan
  • Mempererat kolaborasi positif antar anggota di berbagai bidang



Lihat visi dan misinya, maka tidak ada alasan  untuk tidak bergabung di komunitas ini kan?

Kembali ke cerita drama yang saya maksudkan di atas. Ini terjadi  saat menuju ke lokasi dan saat  kopdar itu berlangsung. 

Sebenarnya lokasi tempat acara KOPDAR IIDN Makassar itu tidak terlalu jauh dari rumah saya. Tepatnya berada  di Hotel Education, jl. Andi Djemma Makassar. 
 Google Maps menginformasikan kalau hanya butuh waktu 22 menit dari rumah saya untuk sampai ke sana. Kalau tak ada aral sih. 


Drama Pertama


Setelah menyatakan bersedia hadir, maka hari itu saya bergegas melakukan pekerjaan domestik. Kan, tidak lucu kalau tinggalkan rumah dalam keadaan berantakan. Apa kata Ayangbeb?😄

      Pukul 13.30 saya pesan ojol (ojek online), tidak lama handpone memberi sinyal kalau dapat driver yang siap menjemput. Eh … dibatalkan oleh drivernya, katanya  posisinya jauh dan hujan.

Kalau jauh, ok lah yah, tapi kalau alasannya hujan?
Kan pakai mobil, kenapa juga hujan dijadikan alasan. Beuh.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya dapat ojol juga. Drivernya adalah laki-laki tambun berkacamata, sopan, dan ramah.

Saat di dalam mobil, drivernya bertanya.
“Di bagian mana-ki mau turun Bu?”
“Maksudnya?” Balik tanya.
“Kan ibu mau ke Jl. Andi Djemma, panjang itu jalan Bu.” Driver menjawab dengan sabar.
“Oh maaf, saya mau ke Hotel Education.”
“Dimana itu di?”
“itu-mi saya juga tidak tahu, tadi cari di google maps tidak terbaca-ki.”

Sementara itu, saya lihat percakapan di grup WA, ada  Abby  yang menginformasikan kalau Hotel Education terbaca sebagai Edotel Hotel, dan informasi itu saya teruskan ke pak driver.

“Oh iye Bu, kulihat-mi juga.” Jawabnya riang seriang hati saya.

Lima menit kemudian mobilpun  bergerak lincah.  saya sudah duduk manis manja  di belakang Pak sopir yang sedang bekerja diiringi bunyi hujan.

Tik … tik … tik  … bunyi hujan di atas atap mobil.
Airnya turuun tidak terkira …
Cobalah tengok kaca-kaca mobil …
Muka belakang basah semua …

Serius, lagu itu saya senandungkan dalam hati. Mencoba berdamai dengan cuaca yang dingin.

Drama Kedua


Memasuki jalan Veteran, tanda-tanda kemacetan mulai datang tetapi masih berjalan walaupun lajunya sedikit melambat. Naaa … saat mobil berbelok ke Jalan Andi Djemma, barulah kemacetan itu benar-benar terjadi.

Bahkan 500 meter dari Edotel Hotel, semua kendaraan seakan berhenti. Ada beberapa mobil dan motor yang balik arah. Mungkin pikirnya, daripada bermacet-macet ria lebih baik pulang atau cari jalan lain.

Untuk menempuh jarak sejauh 500 meter itu, kami menghabiskan waktu kurang lebih 45 menit. 
Masya Allah! Luar biasa kotaku kini. 

Drama Ketiga

Saya sudah membayangkan kalau member IIDN yang hadir tidak sebanyak yang datang pada  kopdar IIDN tahun lalu.  Terlihat di grup facebook IIDN, yang bersedia hadir hanya 9 orang. Itupun terhitung dengan jumlah pengurusnya sebagai pengundang.


Ada juga yang agak ragu, makanya pilihan “mungkin” yang  dicontreng (kalau yang ini tingkat kehadirannya bisa dibilang  maybe no mybe yes).

Jumlah yang hadir itu tidak sampai 1/30 dari member IIDN Makassar. Lah jumlah membernya saja sudah 435. Tapi yah itulah kenyataannya. Hujan, macet, dan bla…bla.. menjadi musababnya.  

Kegiatan yang awalnya direncanakan akan menulis di blog bersama-sama itu pupus sudah. Bukan karena yang hadir hanya sedikit,  tetapi saya dan beberapa teman lainnya datang telat. Lagi-lagi alasannya karena macet.

Sebenarnya acara ini tidak sepenuhnya tidak berhasil,  karena masih ada Ibu Misrah yang buka laptop dan sempat berdiskusi tentang blognya kepada Mugniar, ketua IIDN Makassar.


Sayapun tak mau kalah, buka blog dan tanya-tanya, lalu atur-atur tema blog. Walaupun belum tuntas setidaknya dapatlah sedikit ilmunya. 

Banjir Sponsor


Kabar bagusnya, acara ini dibanjiri sponsor. Tengok yuk, siapa saja sponsornya.



Salah satu penyebab batalnya suatu acara, adalah ketika tidak dapat tempat yang memadai. Alhamdulillah, kopdar kali ini  dapat sponsor dari SMKN 6 Makassar, Edotel Hotel. Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Drs. Amar Bakti.

Ada ibu cantik nan dermawan Ibu Ida Sulawati owner Aminah Akil Silk. Beliau telah menyiapkan kain sutra dengan berbagai jenis motif dan warna yang indah.


Ada pula Andi Bunga Tongeng, ibu cantik nan lincah owner Kamummu. Terima kasih ya Unga.

Abby Onety Collection juga tak mau ketinggalan. Kalau yang ini nih miliknya Ibu Ketua 2 IIDN Makassar. Terima kasih dinda.

Sponsor berikutnya adalah Sophie ETC Makassar. Disamping menyediakan produk-produknya untuk peserta kopdar, juga menghadirkan Ina dan Chiko  yang siap mengajar ibu-ibu make up  Sophie Paris, termasuk cara melukis alis.

Sayangnya saya belum sempat belajar melukis alis, Ina dan Chiko harus balik ke kantornya. Terima kasih ya Ina dan Chiko.


Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada  Nunu Amir. Beliau juga mensponsori acara ini dengan memberikan buku Membuat Blog dengan 3 Platform.

Semoga para sponsor semakin sukses usahanya, kariernya, dan apapun yang dikerjakan. Insya Allah semua yang telah diberikan akan menjadi amal jariah.  Aamiin.  
Semoga pula ibu-ibu yang tergabung di dalam komunitas ini, tidak berhenti belajar dan semakin produktif. Termasuk saya tentunya.

Yuk, kita belajar bersama dan jadilah ibu yang cerdas!


Sumber:
Facebook Ibu-Ibu Doyan Nulis Interaktif.


Read More

Kala "Rindu" Mengaduk Rasa 2

Monday, December 17, 2018



“Mata air yang dangkal, tetap saja bermanfaat jika jernih dan tulus. Tetap segar airnya.” Tere Liye, Rindu



Judul Novel: Rindu


Penulis: Tere Liye

Editor: Andriyati
Cover: Andriyati
Penerbit: Republika. Jakarta 

Kata orang, Salah satu tanda novel yang baik, adalah dapat membuat pembaca simpati atau benci kepada tokoh-tokoh yang diciptakan sang penulis. Dan saya merasakan hal tersebut dalam novel Rindu ini.

Ada Ahmad Karaeng yang dipanggil Gurutta (=Guru kita), ada Adipati, dan Ambo Uleng, merupakan tokoh-tokoh yang baik. Seberapa besar kebaikan tokoh-tokoh itu dapat dibaca di sini.

Selain itu ada tokoh pendukung yang tak kalah menariknya. Siapa dia?
Anna dan Elsa, anak-anak dari Adipati. Kehadiran keduanya memberi sentuhan manis, sentuhan karakter kanak-kanak yang polos dan ceria.

Lalu ada Bonda Upe, mengajar mengaji di atas kapal Blitar Holland. Kehadirannya di novel ini dikemas dengan sangat menyentuh oleh sang penulis. Rasa gelisah dan takut akan masa lalunya yang buruk jika diketahui oleh orang-orang.  Menempuh perjalanan panjang ke Tanah Suci demi meraih ampunan atas kesalahan dan ketidakberdayaannya di masa lalu.

Saya juga jatuh cinta kepada suami Bond Upe, yang bernama Enlai. Dia mencintai Bonda Upe dengan setulus hatinya yang dibuktikan dengan penerimaan akan masa lalunya.

 “Dia tulus menyemangatimu, tulus mencintaimu. Padahal, dia tahu persis kau seorang cabo. Sedikit sekali laki-laki yang bisa menyayangi seorang cabo. Tapi Enlai bisa, karena dia menerima kenyataan itu. Dia peluk erat sekali. Dia bahkan tidak menyerah meski kau telah menyerah. Dia bahkan tidak berhenti meski kau telah berhenti.”  Tere Liye, Rindu


Ada satu cerita yang saya sebut sebagai  adegan yang menghanyutkan dalam novel ini, lucu tetapi sangat romantis. Adalah sepasang suami isteri yang sudah sepuh, Mbah Kakung dan Mbah Putri.

Mbah Kakung yang mulai pikun menceritakan kisah cintanya juga proses lamarannya kepada penumpang kapal. Dan seluruh penumpang mendengarkan dengan sangat antusias, pembacanya juga antusias. Hehehe…itu saya. 

Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Mbah Kakung bisa bikin baper sebaper-bapernya.

 “Pendengaranku memang sudah tidak bagus lagi, Nak. Juga mataku sudah rabun. Tubuh tua ini juga sudah bungkuk. Harus kuakui itu.  Tapi aku masih ingat kapan aku bertemu istriku. Kapan aku melamarnya. Kapan kami menikah. Tanggal lahir semua anak-anak kami. Waktu-waktu indah milik kami. Aku ingat itu semua.” Tere Liye, Rindu


Lalu ceritanya diakhiri dengan kisah yang sangat menyentuh. Mbah Putri meninggal di atas kapal dan dikuburkan di dalam laut sebelum menunaikan ibadah haji.  Lalu suaminya, Mbah Kakung meninggal di atas kapal yang sama dan dikuburkan dalam laut yang sama setelah pulang menunaikan ibadah haji.

Selain tokoh-tokoh dalam cerita  yang bisa menghipnotis pembaca. Kalimat-kalimat bijakpun dapat menjadi magnet tersendiri bagi pembaca.


Nah, kalimat apa sajakah itu?

Yuk kita simak berikut ini.

 “…tanpa menghadiri acara itu, kita tetap menghormati mereka dengan baik, sama seperti Kapten Philips yang sangat menghormati agama kita. Pun tanpa harus mengucapkan selamat, kita tetap bisa saling menghargai. Tanpa perlu mencampur adukkan hal-hal yang sangat prinsipil di dalamnya.” Tere Liye, Rindu


Kalimat di atas menggambarkan toleransi yang beradab dan mandiri.

Tentang masa lalu


”Kita tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis kita bahagia atau tidak, tulus atau tidak, hanya kita sendiri. Kita tidak perlu menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.” Tere Liye, Rindu

“ Saat kita tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak. Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi kita sedang menangis dalam seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar.”― Tere Liye, Rindu

Tentang motivasi bagi yang sedang patah hati


 “Jika harapan dan keinginan memiliki itu belum tergapai, belum terwujud, maka teruslah memperbaiki diri sendiri, sibukkan dengan belajar. Sekali kau bisa mengendalikan harapan dan keinginan memiliki, maka sebesar apa pun wujud kehilangan, kau akan siap menghadapinya. Jika pun kau akhirnya tidak memiliki gadis itu, besok lusa kau akan memperoleh pengganti yang lebih baik.” ― Tere Liye, Rindu
Nah, bagi pencinta novel, yang suka dengan  kalimat-kalimat serta kisah-kisah yang bikin baper maka novel ini sangat cocok.




Read More

Trilogi Gumaman Kang Maman

Monday, December 10, 2018




Assalamuaalaikum sahabat pembaca.

Pernahkah Kamu “tersesat” di dalam sebuah toko buku?
Mencari-cari jalan pulang tetapi tidak ketemu, lalu mengembara di lorong-lorong berdinding rak-rak buku. Kamu akan singgah di setiap rak, menatap dengan seksama setiap sampul buku dalam rak tersebut. Mengamati dan sesekali meraih dan membaca bagian belakang sampulnya.

Itulah  yang sering saya alami manakala masuk ke toko buku, tersesat di dalam toko buku dan biasanya tersandera oleh satu atau dua bahkan lebih buku yang menatap garang.

Anehnya saya merasa senang disandera dan tersesat. Rasanya saya menemukan dunia baru yang lebih indah dari dunia nyata. Beuh...

Nah, beberapa waktu lalu, saya kembali tersesat dan disandera oleh tiga buku sekaligus. Buku itu berwarna terang sehingga keberadaannya sangat menonjol. Bukan itu saja, cover buku tersebut seakan menatap dan mengajak kenalan, padahal saya sudah kenal dengannya. Wajahnya tidak asing buat saya, sering muncul di televisi.

Agar terbebas dari sanderaannya maka ketiga buku itu saya ambil,    sebagai alat tukar agar saya bisa keluar dari toko dengan aman, damai, sentosa dan bahagia. Ketiga buku itu adalah Trilogi Gumaman Kang Maman.

Tadaaaaa .... Inilah  buku Trilogi Gumaman Kang Mamang,
  karya Kang Maman


Sesaat kemudian, ketiga buku tersebut berhasil mejeng di rak buku saya untuk beberapa waktu lamanya. Setiap kali saya melewati rak, buku itu bersembunyi seakan malu-malu meong.

Setelah melewati tiga purnama, akhirnya saya meraih buku pertama, buku berwarna merah muda. Tidak butuh waktu lama untuk menuntaskannya. Alhamdulillah.


Review Salah Satu Buku Trilogi Gumaman Kang Maman


Judul: Notulen = Tidak Asli Tapi Hamba Allah
Penulis: Maman Suherman
Editor: Linda Irawati
Penata Isi: Langit Amaravati
Desain Kover Baru: Raysa Kania
Desain Kover Lama: Dyndha Hanjani Putri
Karikatur: Leo Si Penatap Bulan
Penerbit: Grasindo. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta


Penuturan dalam buku ini sarat dengan makna tetapi santai. Hal ini ditunjukkan pula pada cara penulisannya. Jika buku-buku bergenre novel hanya berisi tulisan sepenuh halaman maka di buku Kang Maman ini sama sekali tidak monoton.


Bentuk Hurufnya Lucu


Terdapat banyak warna dan huruf-huruf berbagai bentuk. Sangat bervariasi. Ini sangat cocok bagi pembaca dengan karakter visual.

Penuh warna dan gambar yang  "lucu"


Saya jadi ingat buku diary saya dahulu kala.  Bentuk dan ukuran huruf yang bervariasi, warna warni dan diberi gambar serta tanda-tanda yang mewakili makna tulisannya.

Menariknya, setiap awal tulisan ditandai dengan tanda pagar atau hasteg. Dimulai dengan #1 hingga # 50. Sangat kekinian.

#1 hingga #8, Kang Maman berbicara tentang mantan, cinta, setia, dan kebahagiaan. Dan di hasteg 4 saya berterima kasih kepada Kang Maman. Mengapa? Beliau menulis. 


” Dan, mari saling mengingatkan: Cantik itu ejaannya bukan K.U.R.U.S.” (Halaman 11).😄

#1 Jangan pernah memaki mantan. Sebaliknya, berterimakasihlah, karena

Mantan adalah guru terbaik. (Halaman 6).

Pada #9, Kang Maman bercerita tentang proses penyelesaian skripsinya di Jurusan Kriminologi FISIP UI. Beliau juga menyuarakan kerisauannya terhadap kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang disebutnya “luka sosial”


#10, Kang Maman menuliskan tujuh alasan meninggalkan seseorang. Menggelitik, terutama bagi yang baru saja ditinggalkan.


“Percayalah, Aku meninggalkanmu dengan sepenuh luka di hatiku.”
(Halaman 42).

Saya baru mengenal dengan baik personil Warkop Prambors atau Warkop DKI, juga segala sesuatu tentang grup lawak ini. Semuanya tersaji dengan lengkap di # 11. 

Satu lagi yang saya tangkap dari tulisan Kang Maman, adalah selalu sarat dengan nasihat kebajikan. Itu pula yang tertulis dalam hasteg-hasteg selanjutnya.

#12 misalnya, bertutur tentang tanda akhir zaman.



 “Dia selalu memberi hari yang indah untuk pemilik hati yang selalu bersabar dan bersyukur.” (Halaman 60).

“Masih takut dengan pahitnya cinta? Bukankah kopi justru sempurna karena rasa pahitnya? Begitu juga cinta …” (Halaman 67) #13.

#24, saya tersentak dan segera mohon ampun. Gambaran di kepala saya selama ini, bahwa pelawak itu hanya menghabiskan waktunya untuk ketawa-ketiwi ternyata tidak sepenuhnya benar.


Kang Maman menceritakan keikutsertaannya dalam grup WhatsApp Majelis Pengajian Pelawak, di mana dalam grup itu mereka saling menasihati, ditaburi ajakan untuk selalu mengingat-Nya yang ditulis oleh seniman-seniman komedi yang tergabung dalam grup itu.


“ … Jika titah Allah hanya beban. Jika urusan Allah hanya dagang, jangan harap kecintaan-Nya akan datang….” 
(Tulisan komedian Gilar pada halaman 102).

#27. Bang Komeng dan Kang Maman, persahabatan keduanya digambarkan dengan sangat indah.


“Dan dari Bang Komeng, aku temukan mutiara terindah dalam kehidupan bersama: Persahabatan abadi!” (Halaman 115).

Ada kisah yang serupa tapi tak sama dengan kisah yang dituliskan Kang Maman dengan kisah saya, yaitu kisah nenekku yang buta huruf #42.

Bagaimana kisah ini mampu melemparkan ingatan saya ke seorang figur perempuan tua yang juga saya panggil dengan sebutan nenek. Sama-sama buta huruf, tidak bisa mengaji tetapi sangat rajin salat. Al fatihah untuk keduanya, nenek saya  dan neneknya Kang Mamang. 

Bahwa keikhlasan dalam mencintai-Nya juga pengabdian yang tulus dalam beribadah tidak melulu harus didasari dengan ilmu yang mumpuni, mungkin dengan tauhid sudah cukup. 

Walaupun untuk zaman ini, sudah tidak relevan lagi, karena arus informasi sudah sangat maju. Jadi tidak ada alasan lagi, kita menjadi buta huruf.

Terdapat gumam-gumam dari “mulut” Kang Maman yang tertulis dalam buku ini. Bagaimana Beliau berkeluh kesah tentang korupsi seperti yang dituliskan dalam #14.  Tumpas hingga kempes.

Atau kerisauannya terhadap ibu yang mengajarkan bahasa asing kepada anaknya hanya demi memamerkannya di ruang publik. Bahkan silang pendapat, menebar berita hoax juga tentang politik ditanggapinya dengan nasihat yang bijak.

“Ingatkan hati, kita tak akan bisa bersalaman jika tangan terus terkepal.”
(Halaman 144).

Dengan sangat manis, Kang Maman mengakhiri tulisan pada  #50 dengan lima kumpulan sentilan pendek.

Saat suatu hubungan berakhir dan usai, bukan berarti dua orang berhenti saling mencintai, mereka hanya berhenti saling menyakiti.


Andai yang tak berilmu mau diam sejenak, niscaya gugur perselisihan yang banyak. –Ali bin Abi Thalib ra.


Persahabatan laksana tangan dengan mata. Saat tangan terluka, mata pun menangis, meneteskan air mata. Saat mata menangis, tanganlah yang  menghapus air mata.


Kerap ada nama yang tertulis di hati. Tetapi tak bisa tertulis di buku nikah.


Menderita itu menggenggam erat, lekat melengket. Bahagia itu ikhlas melepaskan.

Maka pantaslah buku ini banyak diminati pembaca.

Best Seller!

Read More

Wisuda XIII STT Bandung 2018; Menyongsong Masa Depan Cemerlang

Sunday, December 9, 2018






Suasana Hotel Harris & Convention Festival Citylink, Bandung pastinya terasa hikmat saat 183 wisudawan dari dua program studi diwisuda. Ada rasa haru, syukur sekaligus lega karena telah berhasil menaklukkan segala aral hingga berhasil meraih predikat sarjana.
Ke-183 sarjana  tersebut terdiri atas 106 sarjana Teknik Indutri dan 77 orang sarjana Teknik Informatika. Maka otomatis Wisuda ke XIII STTB tahun 2018 ini telah  menggenapkan lulusannya sebanyak 1355 orang sarjana.
Seberapa kenalkah Anda dengan Sekolah Tinggi Teknologi Bandung ini?
Yap, Sekolah Tinggi Teknologi Bandung atau STT Bandung berkampus di jalan Soekarno-Hatta nomor 368 Bandung.   Berdiri sejak  tanggal 5 Oktober 1991 (Nomor SK Dirjen DIKTI: 197/DIKTI/Kep/1992).
Dikenal dengan taglinenya “Your Partner Global Competition.” yang menunjukkan STT Bandung memiliki standar mutu internasional.  Tujuannya adalah untuk menghasilkan lulusan berupa tenaga ahli yang kompeten dan mampu bersaing serta menghadapi tantangan global.
Saat ini STT Bandung memiliki 120 orang pengajar berkualifikasi S2 (96%) dan ditargetkan pada tahun 2019,  77% tenaga pengajarnya berkualifikasi S3. Demikian yang disampaikan oleh Ketua STTB, Bapak Muchammad Naseer, S.Kom.,M.T saat memberikan sambutannya.
Demi menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berkompeten di bidangnya, STT Bandung melakukan kerjasama dengan berbagai lembaga. Hal ini dibuktikan dengan   penandatangan MOU antara STTB dengan beberapa lembaga, di antaranya PT POS, Bank Sampah Bersinar, Universitas Nasional PASIM, PT SLU, CMYK, dan HUNGCHI Taiwan.

Bapak Muchammad Naseer juga  menyampaikan, bahwa lulusan STT Bandung pada umumnya tidak akan menganggur. Hal ini disebabkan dengan adanya permintaan dari perusahaan-perusahaan bergengsi untuk menyalurkan lulusannya di perusahaan tersebut. Ini juga menunjukkan bahwa tenaga kerja di bidang teknik sangat  dibutuhkan.

Ketua STT Bandung, Muchammad Naseer, S.Kom.,MT


Tidak butuh waktu lama bagi lulusan STTB untuk mendapatkan pekerjaan. Hanya 45 hari sejak menyelesaikan studi, lulusan STTB sudah masuk ke dunia kerja maupun kewirausahaan (Muchammad Naseer).

Ucapan terima kasih disampaikan oleh ketua yayasan Dadang Hermawan kepada semua jajaran dosen maupun non dosen STT Bandung atas semua prestasi yang telah dicapai, menghasilkan lulusan yang berkualitas serta berguna bagi dunia dan akhirat.
Sekedar informasi, saat ini ada 13 orang mahasiswa sedang menjalani program internsip di Taiwan, di mana gaji yang diterima 4 hingga 6 kali lebih besar daripada UMR Bandung. Bukan hanya itu, merekapun berpeluang melanjutkan  kuliah ke jenjang S2 di Jepang atau di Taiwan. WOW banget kan?
Kelebihan lainnya yang dimiliki oleh STT Bandung adalah tingginya inovasi yang dimiliki baik dosen maupun oleh mahasiswanya. Terbukti pada bulan Oktober 2018, STT Bandung berhasil meraih penghargaan atas produk inovasi karya mahasiswa dan dosen dengan produk Smart Kitchen System dalam program Calon Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi Perguruan Tinggi 2018.

Prosesi wisuda kali ini juga mengumumkan wisudawan terbaik dan skripsi terbaik, di antaranya adalah  Fitri Kurniawati, S.T, Inggi Sri Astuti, S.T. dan Srikanti Astuti, S.T sebagai wisudawan dengan skripsi terbaik dari teknik industri.

  



Menarik juga adalah STT Bandung ramah disabilitas. Terbukti dengan hadirnya Tina Sri Handayani sebagai pembicara yang mewakili wisudawan. Bukan karena Tina Sri Handayani sebagai penyandang disabilitas, melainkan karena Beliau merupakan mahasiswa berprestasi  peraih tiga medali dalam ajang Pekan Paralimpik Daerah (Peparda) V 2018. 




Semoga para wisudawan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diraih demi menyongsong masa depan cemerlang.

Selamat yah!



Read More