Penyesalan Sabila

Monday, May 10, 2021

 



Hari ini, Sabila duduk di depan pintu dapur sambil bertopang dagu, mukanya kusut, dan cemberut. Saya meliriknya  sekilas sambil berkata dalam hati, “ah sudah biasa.”

Tapi kok, kelihatannya ini lain, tidak biasanya adik bungsuku ini, duduk bertopang dagu sambil memandang lurus tanpa berkedip, ada apa yah?

Perlahan saya menyentuh bahunya, masih tidak bergeming.

Saya mendehem, ehem … ehem!

Masih diam, seakan saya hanya angin sepoi yang numpang lewat.

“Kenapa adiku sayang, kok muka kusut gitu?” Akhirnya saya tegur juga.  Dia cuma melengos.

“Sabila cantik  marah yah sama kakak?” Saya ikutan duduk sambil topang dagu, saya  sentuhkan lutut ke lututnya, kami berhadapan hanya sejarak 10 centi.

“Iii..kakak ah, mama jahat!” Tudingnya dengan mata merah.

Wah, ini bahaya, tidak lama lagi bendungan air mata akan meluap. Nah benar kan, dia mulai melelehkan air matanya, ini tandanya kesalnya sudah masuk kategori waspada.

“Kenapa mama membunuh kucing Sabila!” Nah kan, mulai tuh muncul kata-kata tuduhan tanpa ampun.

“Ih kok adik kakak yang cantik ini nuduh Mama, masa Mama dibilang pembunuh sih.” Saya merajuk, pura-pura sedih.

“Terus, kalau bukan Mama, siapa coba yang singkirin kucing Sabila, Mama kan paling benci sama kucing.” Mulut mungilnya bergerak-gerak lincah.

Begitulah, adik saya selalu saja menuduh mama kalau berhubungan dengan kucingnya, soalnya Mama  suka kesal sama kucing, apalagi kalau kucing itu kencing sembarangan.

Bahkan buang tinja juga sembarangan, maka omelan mama bisa sepanjang hari. Belum lagi kalau kucing Sabila masuk ke dapur, terus mencuri ikan, lalu dimuntahin di lantai.

Masya Allah!

Saat itulah kemarahan mama akan memuncak, maka sapu lidi akan menjadi senjata mama untuk memburu kucing lalu semua pintu ditutup rapat-rapat agar tak ada seekorpun kucing masuk ke rumah.

Mungkin itulah penyebabnya, adik bungsu saya ini langsung menuduh mama yang menghilangkan nyawa kucing kesayangannya.

Tetapi kali ini sudah sangat keterlaluan, masa mama saya yang super lembut, super baik, yang sangat takut sama darah malah dituduh membunuh sih!

Ini masalah nyawa loh, sekalipun hanya nyawa kucing tetapi kan sama saja, nyawa makhluk hidup.

Wah… wah… ini tidak bisa dibiarkan.

****************

Pelan-pelan saya dekati mama yang lagi asyik menulis.

Oh iya, cantik-cantik begitu, mama saya penulis loh.

Aaraghh, tidak ada hubungannya!

“Ma, lihat kucingnya Sabila nggak? Bisikku halus di telinga mama. Mama menoleh sejenak, senyum simpul sambil menggeleng.

“Sabila sedih Ma, dari tadi mukanya kusut kayak benang yang habis diperebutkan kucing sama tikus.”

Eh, mama malah senyum-senyum, sambil terus mengetik, matanya tak lepas dari layar laptopnya.

“Ma! Mama dengar nggak sih!” Saya coba nambah volume suara.

“Iya, mama dengar sayang, kucing Sabila sakit.” Kata mama tanpa menoleh sedikitpun.

“Hii, berarti Sabila benar ya Ma, Mama pukulin kucingnya sampai sakit?” Aduh, saya kok ikut-ikutan menuduh mama sih.

Mama menoleh. Tangannya menepuk lengan saya perlahan, “kamu juga ikut-ikutan adikmu menuduh sembarangan.” Mata mama mendelik, pura-pura marah.

“Kata dokter, kucing itu sakit karena kena virus. Sekarang lagi dirawat di rumah sakit.”

 “Siapa yang membawanya ke rumah sakit Ma?” Tanyaku penasaran.

“Mamalah, masa papa.”  Jawab mama sambil balik lagi ke laptopnya.

“Maafkan kakak ya Ma, sudah ikutan menuduh Mama.  Baik Mama sayang, saya akan sampaikan sama Sabila”  Saya peluk leher mama, sambil ciumin rambutnya. Mama melirik sambil tersenyum manis. Ah mama saya memang manis.

*************************

Sabila lagi duduk di halaman belakang, masih dengan gaya yang sama, muka ditekuk, mata memandang lurus, laiknya orang yang lagi patah hati. Saya dekati adik kesayangan keluarga ini.

“Sabila, saya sudah tahu berita tentang kucingmu.” Sabila hanya melirik.

“Ternyata ada di rumah sakit, dibawa oleh Mama karena sakit flu.” Sabila tersentak dari lamunannya.

“Apa Kak! Mama yang bawa kucing saya ke rumah sakit?” Suaranya seperti teriakan kucing yang lagi kejepit pintu. Saya mengangguk meyakinkan Sabila.

Sabila berdiri, menepuk-nepuk roknya yang kena tanah, lalu berlari ke dalam rumah.

“Mamaaa…!” Teriaknya, suaranya melengking. Membelah kesenyapan. Dia berlari memeluk mama yang sekarang sudah mulai merapikan meja kerjanya.

“Maafkan Sabila yah Ma, Sabila sudah salah menuduh Mama.” Sabila memeluk kaki mama sambil terisak.

“Iya, sudah yah sayang, Mama tidak marah kok.”

Nah, tuh kan apa saya bilang, Mama nggak mungkinlah menyakiti kucing apalagi membunuh, bisik saya dalam hati, tidak berani bicara ke dia,  nanti Sabila tambah menyesal dan isaknya menjadi raungan kesedihan.

Mama dan Sabila berpelukan, dan saya memandang mereka dengan bahagia.

 

Anak-anak, setelah membaca cerita anak ini, kalian bisa mengambil hikmahnya ya, yaitu:

  1. Kita tidak boleh langsung menuduh jika belum ada buktinya.
  2. Tidak boleh menyakiti hewan
  3. Jangan malu meminta maaf jika telah melakukan kesalahan.
Yuk semangat memperbaiki diri.

Read More

Doa Ibu Sepanjang Jalan

Saturday, May 8, 2021

 

                                                                   



   


Adakah akhir dari suatu jalan?

Jawabannya, tidak ada.

Selama bumi ini masih membentang, selama ada sesuatu yang menjadi penghubung antara satu tempat dengan tempat lainnya. Maka selama itu pula jalan tak akan berakhir.

Kata “jalan” yang berkembang  menjadi jalanan, lintasan , orbit  merupakan penghubung yang tak berkesudahan. Jika suatu jalan menjadi berhenti karena dihalangi oleh bukit atau gunung, maka manusia masih bisa meneruskan perjalananannya dengan mendaki bukit lalu terbentuklah jalanan di lereng-lereng bukit.

Jika jalan terhenti karena ada sungai atau laut sekalipun, manusia masih bisa terus berjalan dengan mengarunginya, bisa berenang kalau sanggup, bisa juga menggunakan perahu, kapal, sampan, atau apapun sehingga perjalanan tak berhenti.

Demikian pula “jalan”  yang diartikan sebagai cara, akal, syarat, ikhtiar, kesempatan, lantaran, perantara, dan sebagainya.

Selalu ada jalan, ada cara, ada ikhtiar, ada kesempatan, dan sebagainya dalam suatu keadaan, masalah, dan apapun yang menyertai kehidupan makhluk di dunia.

Begitulah Allah Swt menciptakan segala hal di dunia ini dengan sangat sempurna, teristimewa manusia dengan kesempurnaan pikiran dan instingnya.

Kapan “jalan” akan berhenti bagi kita?

Jawabannya, setelah mati.



Pasti Ada Jalan

 


Sebagaimana yang saya pahami tentang jalan yang tak berkesudahan kecuali dihentikan oleh maut, seperti itu pula pemahaman saya terhadap masalah-masalah dalam keluarga kami, terutama yang menyangkut dengan anak-anak.

Diamanahi empat putra dan satu putri merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Namun, di balik itu, ada juga tanggung jawab dunia akhirat yang mesti saya jalankan, dan itu tidak semudah menyeruput teh manis.

Dan masa paling sulit buat saya adalah mendampingi mereka di saat usianya memasuki masa remaja. Karena pada masa itu, saya merasa tak bisa lagi masuk ke dalam jiwanya dan mencampuri urusan pribadinya terlalu jauh.

Mulai ada sekat yang tak terlihat.

Saya harus sangat  berhati-hati menyibak sekat itu agar tak membuat mereka merasa terganggu, karena akibatnya bisa fatal yang berujung pada sikap menutup bahkan mengunci rapat-rapat dirinya.

Namun, saya yakin, pasti selalu ada jalan untuk menyibak sekat itu, mengintipnya lalu menemukan hal-hal yang bisa mengganggu jalannya urusan tanggung jawab saya kepada Allah Swt, kemudian menyelesaikan secara pelan-pelan dan pastikan semua akan baik-baik lagi.

 

Itulah yang saya lakukan kepada salah seorang putra saya. Putra yang paling sering mengaduk-aduk perasaan saya dan bapaknya.


Beliau adalah putra ketiga yang istimewa, yang sebentar lagi akan mengakhiri masa lajangnya lebih cepat dari kakaknya, si-putra kedua.

 

Usianya baru menginjak 26 tahun, tetapi ia sudah berani mengambil keputusan untuk menikah. Bagi kami ia anak yang sangat istimewa, karena berani hijrah setelah melewati masa-masa penuh perjuangan melawan segala rasa yang ada, eh.

 

Sebelum tiba pada keputusannya itu, ada jalan panjang yang kami bertiga lewati, antara dia, saya, dan suami.

Suami menjadi saksi atas kemarahan, kesedihan, ketegasan sekaligus rintihan doa-doa di ujung keputusasaan saya.

 

Andai takdir bisa diintip, ingin sekali rasanya mengetahui takdirnya di Lauhulmahfuz agar saya tak perlu lagi repot-repot mengurusnya, menangisinya, memarahinya dan mendoakannya.

Namun, itu mustahil bukan?

 

Hingga suami menasihati, “Manusia tak bisa mengatur perasaan manusia lainnya, sekalipun itu anak sendiri, tetapi Allah Swt bisa melakukan itu hanya sekali berkedip.”

Nasihat yang menghentakkan batin saya.

Yap, saya memang tak bisa mengatur perasaanmu, tetapi doa saya akan terus mengetuk pintu Arasy hingga hatimu berbalik. Saya sangat yakin itu. Saya bertekad dengan segenap jiwa raga.

 

Saya merasa saat itu, di atas Arasy-Nya, Allah Swt sedang tersenyum dan mengelus hati saya. Dia sedang menguji kesabaran saya, atau sedang “merindukan” rintihan doa-doa saya.

Wallahualam bissawab.


 

Gayung Bersambut, Doa Terjawab

 


Suatu hari, ia mengirim foto seorang gadis manis berkerudung, lalu terjadilah dialog ini.

“Mama, ada yang kirim salam.”

“Oh, salam kembali. Siapa dia?”

Kita suka-ji Mama?”

“Mama suka, siapa dia?”

“Temanku, kita suka-ji?” Sekali lagi ia bertanya.

“Kamu kan tahu selera mama.” Saya jawab sembari mengirimkan emotikon senyum.

“Alhamdulillah, berarti Mama suka. Dia calon istriku.” Ia mengirimkan emotikon hati.

 

Allahu Akbar!

Saya jingkrak-jingkrak lalu sujud syukur.

Anakku telah kembali!

 

Saya sangat paham, betapa tak mudahnya melepaskan orang yang disayangi demi sebuah prinsip hidup. Dan dia telah berani mengambil langkah itu.

Luar biasa!

Walau doa-doa saya untuknya  setiap saat mengetuk pintu Arasy, tetapi saya tak mau jemawa mengatakan, bahwa itu berkat doa saya saja.

Saya yakin, iapun selalu berdoa agar terlepas dari masalahnya. Masalah yang selalu menjadi sumber kemarahan dan kesedihan kami terhadapnya. Masalah yang nyaris merenggangkan hubungan anak dengan mamanya.


Ini juga berkat doa dari bapaknya, doa dari mama saya, doa dari kakak adiknya, doa dari adik-adik saya, dan doa-doa dari orang-orang yang saya tempati curhat tentang dia.

Terima kasih tak terhingga.

 

Saya yakin perasaan anakku telah kembali ke perasaan yang semestinya. Perasaan yang akan diridai oleh Allah Swt.

 


Doa Ibu Sepanjang Jalan


 

Perjalanan masih panjang. Masih ada 2 pekan dari hari ini menuju hari bahagianya. Di mana saat itu, si putra ketiga akan memulai hidup baru bersama perempuan pilihan Allah Swt.

Yakinlah, doa mama akan terus bergema di sepanjang usia mama,  untuk kalian anak-anak mama.

 

Khusus untuk si anak istimewa, saya menitip nasihat ini untukmu.

“Jika kelak kamu menjadi ayah untuk anak-anakmu, iringilah dengan doa yang banyak. Pimpinlah keluargamu menjadi keluarga Qur’ani. Jangan berhenti belajar menjadi sebaik-baik manusia agar engkau bisa membimbing istrimu dan anak-anakmu menempuh jalan lurus menuju kepada-Nya.

Jadilah suami dan ayah yang arif bijaksana. Sayangi  dan hormatilah istrimu sebagaimana engkau menyayangi dan menghormati mama dan saudara perempuanmu.

Ambillah contoh yang baik-baik saja dari kami dan tinggalkan yang buruk dari kami orang tuamu, karena kami bukanlah keluarga yang sempurna. Sempurnakan keluargamu dengan belajar … belajar … belajar dan berdoa.”

 

Akhirnya tulisan ini saya akhiri dengan kesimpulan.

Doa-doa yang dilangitkan oleh seorang ibu kepada anaknya tak akan pernah berhenti selama hayat dikandung badan. Terus menggema di sepanjang jalan dan sepanjang usianya.

Jika satu doa telah dikabulkan maka akan ada lagi doa selanjutannya dan selanjutnya. Karena hal itulah yang bisa dilakukan seorang ibu tanpa syarat.

Seperti kata mama saya, “Saya mendoakan kamu agar bisa mendoakan anak-anakmu.”

Begitulah, doa ibu sepanjang jalan selama hayat dikandung badan.

Maka, apakah kalian meragukan kemuliaan seorang ibu?

Dalam ajaran Islam, sosok seorang ibu sangat dimuliakan sehingga namanya disebut  oleh Rasulullah sebanyak tiga kali.

 

Dari Abu Hurairah RA,” Suatu saat ada seorang laki-laki datang kepada Rasululullah Saw, lalu bertanya: Wahai Rasulullah, siapakah yang berhak saya perlakukan dengan baik?

Rasulullah menjawab: Ibumu!

Lalu siapa lagi? Rasulullah menjawab: Ibumu!

Lalu siapa lagi” Rasulullah menjawab: Ibumu!

Sekali lagi orang itu bertanya: Kemudian siapa?

Rasululullah menjawab: Bapakmu!”  (HR Bukhari).

 

Demikian, semoga bermanfaat.

Mohon doakan kelancaran aqad nikah anak saya pada pekan keempat Mei tahun ini. 

Terima kasih.

Read More

5 Mei 2021

Wednesday, May 5, 2021

 




Alhamdulillah kita masih bisa mengatakan "Selamat Datang" kepada bulan Mei.

Itu artinya saat kalian membaca tulisan ini, kalian masih bernapas.

"Masa iya tidak bernapas sih, kamu ada-ada saja deh, Dawiah!"

Eits, jangan salah, berapa banyak orang yang kita kenal sudah tak bisa menyambut bulan Mei tahun ini.

Coba deh kalian ingat-ingat lalu hitung, berapa orang yang mungkin keluarga kita, tetangga atau teman, bahkan orang yang kita kenal, tetapi tidak mengenal kita yang jatah usianya telah habis sebelum memasuki bulan Mei tahun 2021.

Seperti saya yang kehilangan dua  om sekaligus, hanya berbeda satu pekan.  Keduanya berpulang ke Rahmatullah di bulan Maret tahun ini.

Maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak mensyukuri hadiah napas kehidupan dari Allah Swt.

Alhamdulillah, kita masih bernapas, masih hidup, masih sehat dan masih bisa membaca tulisan receh saya ini.

 

 

Bulan Mei Penuh Berkah

 


Di salah satu grup whatsApp, seorang teman menyatakan kalau bulan Mei adalah “bulannya” karena beliau lahir di bulan Mei.

Kalau begitu, saya juga bisa dong mengatakan, kalau bulan Mei adalah bulan keberuntungan saya.

Sebab di bulan Mei itulah, saya dianugerahi seorang putri setelah tujuh tahun mulai putus asa akan kehadiran anak perempuan.

Alhamdulillah, saya dianugerahi empat putra berturut-turut. Kenapa bisa jadi empat? Karena selalu berharap anak kedua atau anak ketiga yang lahir adalah anak perempuan.

Hingga anak keempat lahir masih anak laki-laki, maka saat itu saya pasrah. “Sudahlah, mungkin kita memang cocoknya punya anak laki-laki saja.” Kata saya ke Ayangbeb.

Seperti biasa, Beliau hanya tersenyum dan mengusap lengan saya.

“Kata orang-orang, anak laki-laki itu miliknya ibu sedangkan anak perempuan miliknya ayah.”

“Tapi saya juga mau memiliki anak perempuan, agar ada teman masak di dapur, teman jalan ke salon, teman berbagi baju juga, dan sebagainya”

“Yaah, sudah. Yuk, kita bikin lagi!”

Ha-ha-ha- sesimpel itu jawabannya.

Memangnya bikin kue?

 

Sekali lagi, alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Setelah tujuh tahun, putra keempat kami gagal jadi anak bungsu  Anak perempuan yang tak lagi dirindukan itu, tiba-tiba hadir di saat usia saya sudah masuk 40 tahun.

Awalnya saya tak percaya bisa hamil lagi, karena setelah anak keempat lahir haid saya sudah tidak teratur. Saya pikir, mungkin saya sudah mau menopause maka kerinduan akan hadirnya anak perempuan sudah saya kubur dalam-dalam.

Namun, Allah Swt masih memercayakan kami satu lagi amanah yang tak ternilai harganya. Seorang anak perempuan yang lahir pada 5 Mei 2004 sekaligus menjadi anak penutup alias bungsu.

Duhai, sungguh bahagia rasanya.

Hari-hari kami selanjutnya adalah hari penuh kegembiraan. Ia mendapatkan ASI Eksklusif, sangat eksklusif malah karena ia menyusu selama tiga tahun. Usia 40 tahun sama sekali tak memengaruhi ASI saya, sangat berlimpah dan dia bebas menyusu kapan saja dan di mana saja.

Waktu itu, jarak tempuh rumah saya dengan sekolah tempat saya mengajar lumayan jauh. Saya dan Ayangbeb ke sekolah naik motor, maka si bungsu ini saya bawa juga dengan menempatkannya di antara saya dan suami,  lalu ia saya masukkan di dalam baju dan ditutupi dengan kerudung besar.

Kalian tahu apa yang ia lakukan di balik baju  dan kerudung saya?

Ia menyusu sepanjang jalan!

Awal perjalanan, ia menyusu di bagian kanan hingga persediaan ASI nya menipis. Di tengah perjalanan kami singgah dan mengubah posisinya ke bagian kiri lalu perjalananpun dilanjutkan dan proses meng-ASI-nya lanjut lagi. Tak berhenti mengisap sampai tiba di tujuan.

Masyaallah, saat tiba di rumah mama, ia sudah kekenyangan dan tertidur pulas. Sayapun bisa menitipkannya di rumah mama sementara saya lanjut ke sekolah mengajar. Jam istirahat saya balik ke rumah mama untuk kembali memberinya ASI, sebab ia tak doyan dengan susu formula.

 


Nabila dari tahun ke tahun


Kini, anak perempuan itu telah menjelma jadi gadis manis yang selalu menjadi teman saya. Teman berdebat, teman berbagi cerita, teman masak, teman berbagi kosmetik, dan sebagainya.

Hubungan saya dengan si putri bungsu tak selalu mesra. Kadang bikin kesal dan pakadumba-dumba, terutama kalau ia keluar rumah beraktivitas. 

Ah, kalau yang ini, pasti semua orang tua akan memiliki perasaan yang sama kan.

Ibu saya selalu mengingatkan, terutama kalau dia aktif di organisasi. 

“Dia itu seperti kamu dulu waktu gadis, senang berorganisasi, ceplas ceplos, kritis, dan sedikit keras hati.”

Mungkin ini pas dengan istilah like mother like daughter

Namun, ada satu perbedaan besar antara saya dengan dia. Saya lahir sebagai anak sulung yang tidak manja, kuat, dan pejuang sejati (puji ale) hi-hi-hi.

Sedangkan, dia lahir sebagai anak bungsu yang selalu dimanja sehingga berkembang menjadi anak kolokan, gampang cemberut apalagi kalau lagi “digangguin” sama kakak-kakaknya.

Apapun itu, dia adalah putri bungsu kesayangan kami. Dan ia selalu bisa menghibur saya dengan caranya meminta maaf.

Surat permintaan maaf Nabila (kebayang betenya dia saat foto ini diposting)😂


Hari ini dia milad ke 17 tahun.

Wow, sweet seventeen katanya.

Sejak kemarin ia memberi kode, “sweet seventeen niiiih …. dapat apa niih… waktu kakak-kakak milad ke-17 dapat hadiah, saya dapat apa niih…?”

Saya pura-pura tidak tahu, padahal saya sudah menyiapkan tulisan ini sebagai “hadiah terindah” untuknya.

Mungkin dia akan bilang, “Beuh, hanya tulisan?”

Jangan salah Nak. Tulisan ini akan abadi dan kelak kamu akan mengenangnya sebagai hadiah yang paling indah dan paling berkesan.

Tenang saja, saya akan menjadi sponsor utama dalam mendapatkan hadiah dari kakak-kakakmu, ha-ha-ha.

Setelah tulisan ini tayang, akan saya share ke mereka sebagai kode keras buat mereka. Tetap, mamanya kurang modal. Ha-ha-ha.

Sehat terus Nak, dan jadilah putri salihah kami.

Karena sebaik-baik anak muslimah adalah anak yang salihah.


Baca juga tentang Nabila di sini


Catatan:

Pakadumba-dumba = bikin deg-degan

Puji ale = Muji diri sendiri


Read More