Nasu Likku dan Nasu Palekko Masakan Khas Bugis

Wednesday, April 29, 2020


Nasu Likku dan  Nasu Palekko  Masakan  Khas Bugis Suku Bugis adalah salah satu suku yang ada di Sulawesi Selatan. Walau masih kalah populer dengan suku Makassar  jika disebut di luar pulau Sulawesi, tetapi populasi masyarakat Bugis terbilang seimbang dengan masyarakat suku Makassar.

Masakan khasnyapun  tak kalah lezat dengan masakan khas Makassar, seperti coto Makassar atau konro. Sebut saja Nasu Likku, Manu (ayam)  Gagape,  Nasu Palekko, dan yang lainnya.

Pada postingan sebelumnya saya telah membagikan salah satu  resep masakan khas Bugis, yaitu manu atau ayam gagape. 




Kali ini saya akan membagikan dua  resep masakan sekaligus, di mana kedua  masakan itu merupakan masakan ayam khas Bugis, yaitu Nasu Likku dan Nasu Palekko

Nasu Likku


Nasu Likku Masakan Khas Bugis
Sumber Pribadi

Likku adalah bahasa daerah Bugis yang artinya lengkuas. Sudah terbayang kan, kalau masakan ayam ini memiliki rasa khas lengkuas. Selain lengkuas dan ayam, bahan dasarnya yang tidak bisa dilupakan adalah santan. 

Aroma santan yang dimasak hingga mengental memberi rasa sensasi tersendiri. Bumbunya terasa sedikit manis khas dari santan dan lengkuas. Beberapa orang menambahkan kelapa sangrai pada saat masakan akan matang.

Tetapi mama saya tidak pernah menggunakan kelapa sangrai, menurutnya kelapa sangrai mengurangi rasa santannya yang mengental dan rasanya cenderung ke masakan gagape.

Masakan ini paling sering disajikan pada hari lebaran, dimakan bersama burasa atau gogoso. Penasaran dengan masakan nasu likku?  Simak resepnya berikut ini.

Bahan


  • 1 ekor ayam, ayam kampung atau ayam potong.
  • 1 butir kelapa
  • 5 lembar daun salam
  • 3  lembar daun jeruk
  • 1 sdm kunyit bubuk
  • Garam secukupnya
  • Bumbu penyedap bagi yang suka.

Bumbu yang dihaluskan



  • 5 hingga 7  ruas lengkuas
  • 2 ruas jahe
  • 2 batang sereh
  • 5 siung bawang putih
  • 5 butir bawang merag
  • 1 sdt ketumbar
  • 1 sdt merica
  • 8 butir kemiri

Cara Membuat



  1. Potong-potong  ayam sesuai selera, cuci hingga bersih kemudian direbus hingga empuk lalu tiriskan
  2. Bagi dua kelapa lalu parut. Setengahnya disangrai lalu tumbuk hingga halus. Sisanya diperas menjadi santan hingga menjadi 1 liter santan.
  3. Tumis bumbu yang telah dihaluskan, tambahkan daun salam dan  daun jeruk, aduk hingga rata.
  4. Masukkan santan ke dalam bumbu yang ditumis, tambahkna kunyit bubuk. Masak hingga santannya berkurang dan agak berminyak. Lalu masukkan kelapa sangrai dan potongan ayam. Aduk hingga rata.
  5. Setelah kuah menyusut, angkat lalu hidangkan. Masakan ini bisa tahan hingga tiga hari, selama disimpan di dalam kulkas. 

Baca juga penganan khas Makassar lainnya di sini

Nasu Palekko


Nasu Palekko Masakan  Khas Bugis
Sumber Pribadi

Nasu Palekko tidak menggunakan santan tapi kelezatannya tidak kalah dengan masakan yang menggunakan santan. Ciri khas masakan ayam ini  adalah rasa pedas dan sedikit  asam yang menyegarkan.

Nah, bagi Anda penyuka makanan pedas, nasu palekko paling pas buat anda.
Kita intip resepnya yuk.

Bahan



  • 1 ekor ayam kampung atau ayam potong atau bebek.
  • 50 ml air asam Jawa
  • 2 batang serai dimemarkan
  • 1 ruas  lengkuas dimemarkan
  • 5 lembar  daun salam
  • 1 sdm  gula merah
  • 1 sdt merica bubuk
  • 3 sdm minyak kelapa
  • garam secukupnya atau sesuai selera

Bumbu yang dihaluskan


5 siung bawang putih
10 butir bawang merah
30  butir cabai merah, boleh ditambahkan bagi penyuka pedas


Cara Membuat


  • Potong kecil-kecil ayam lalu masukkan ke dalam wadah lalu tambahkan air asam kental.  Remas-remas ayam dan diamkan selama kurang lebih 10 menit.
  • Tumis bumbu halus hingga wangi bumbunya menyeruak
  • Masukkan ayam sekaligus air asamnya lalu aduk secara merata
  • Tambahkan serai, daun salam, lengkuas, gula merah, merica bubuk, dan garam. Bagi yang suka, tambahkan bumbu penyedap.
  • Aduk rata dan masak terus hingga airnya menyusut dan ayamnya matang.
  • Setelah ayam matang angkat dan siap disajikan.


Demikianlah dua resep masakan ayam khas Bugis. Menurut Anda, mana nih yang paling lezat dan ingin segera praktikkan.

Tulis di kolom komentar ya.
Selamat menikmati. Yummy 😅

Catatan:


Nasu (bahasa Bugis) = masak
Resep dari Mahabuba


Read More

Covid-19 Melanda, Efektifkah Belajar Daring?

Monday, April 27, 2020



Covid-19 Melanda, Efektifkah Belajar Daring? 

Covid-19, Efektifkah Mengajar Daring?
Sumber Pribadi


Merebaknya COVID-19 memaksa semua guru dan pelajar bahkan mahasiswa melakukan BELAJAR DARING. Hal ini disebabkan karena pemerintah mengeluarkan kebijakan Work From Home (WFH), yaitu bekerja dan beraktivitas di rumah, termasuk belajar dan mengajar di rumah.
Tentu saja kegiatan belajar mengajar dari rumah ini harus menggunakan media internet atau belajar online yang  diistilahkan pula sebagai belajar dalam jaringan (daring).

Belajar Daring, Kabar Baik atau Kabar Buruk?


Tak pernah saya lupakan peristiwa itu pada tanggal 17 Maret 2020, saat saya mengajar di kelas, tiba-tiba ketua kelas berteriak girang, “Hore, kita libur dua pekan!”

Sejurus kemudian, kelas menjadi riuh. Anak-anak itu sangat gembira karena selama dua pekan mereka akan belajar di rumah, anggapan mereka tidak ke sekolah dan  belajar di rumah berarti libur sekolah.

Rupanya informasi tentang pemberlakukan WFH telah mereka baca di media sosial, wah, gurunya kalah cepat dapat informasi.
Sejenak saya tercenung, hati saya nelangsa. Perlahan saya maju ke depan meja siswa lalu berkata perlahan.

“Anak-anakku, mengapa kalian begitu riang? Bukankah ini kabar buruk buat kita semua? Ini pertanda musuh tak terlihat itu sudah masuk ke negara kita, mungkin juga sudah berada di antara kita tanpa kita sadari.”

Perlahan suara riuh mereka mereda.

“Kalian tahu apa yang akan terjadi nanti? Cobalah renungkan, berapa banyak nanti saudara-saudara kita, dan mungkin juga orang tua kalian yang akan merasakan dampaknya. Penjual bakso langganan kalian, ibu kantin, penjual alat tulis emperan di depan sekolah kita, mereka itu otomatis tidak berjualan lagi.”

Saya katakan itu dengan suara serak, bukan bermaksud mendramatis suasana tetapi ini murni suara hati saya. Anak-anak terdiam. saya tidak tahu, apakah mereka terdiam membayangkan keadaan nanti atau hanya sekedar ikut prihatin melihat wajah nelangsa saya.

Esoknya, ramailah grup-grup whatsApp (WAG),  baik WAG siswa dan guru maupun WAG kantor. Notifikasi tiada henti, berisi instruksi-instruksi dari guru ke siswa di WAG siswa  juga laporan kegiatan guru di WAG sekolah.

Selama sepekan itu, guru-guru disibukkan dengan mengajar secara daring. Sedangkan siswa disibukkan dengan belajar daring. Di media sosial tak kalah ramainya. Ada keluhan-keluhan orang tua yang tiba-tiba merasa sangat repot manakala mendampingi anaknya belajar dan mengerjakan tugas.

Ada pula guru yang mengeluh karena merasa lebih repot mengajar daring daripada mengajar langsung atau bertatap muka dengan siswanya

Pekan Kedua Belajar Daring


Belum memasuki pekan kedua pemberlakuan belajar dari rumah di Makassar, tepatnya tanggal 19 Maret, liputan 6.com memberitakan tentang adanya 51 aduan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), para orang tua mengeluhkan beratnya tugas dari guru untuk anak mereka.

Sebagai guru sekaligus ibu dari anak yang masih sekolah, saya memaklumi keluhan itu. Karena pada dasarnya, bukan hanya anak, orang tua yang repot, sesungguhnya gurupun merasa keadaan ini cukup merepotkan.

Bayangkanlah, kami sebagai   guru yang biasanya masuk ke kelas dengan membawa persiapan perangkat pembelajaran mengajar secara bertatap muka, tiba-tiba diwajibkan mengajar dengan sistem daring, tanpa persiapan sama sekali.
Untuk mengantisipasi hal itu, maka guru mengambil jalan  pintas adalah pemberian tugas.

Barulah setelah memasuki pekan kedua, guru-guru sudah bisa beradaptasi dan mulai menggunakan aplikasi-aplikasi ringan dalam menjalankan tugasnya. Ada yang menggunakan aplikasi zoom, classroom, edomodo, dan sebagainya.

Saya masih bertahan dengan aplikasi whatsApp, karena siswa saya semuanya menggunakan aplikasi itu.  Membuat video pembelajaran, menulis materi ajar di blog lalu linknya saya bagikan lewat grup whatsApp adalah pekerjaan yang cukup menyita waktu.
Efektifkah? 

Lumayanlah buat sebagian siswa, selebihnya ada saja kendalanya. Namun, ini adalah keadaan yang luar biasa di mana kita semua harus tetap survive hingga keadaan membaik kembali. 

Baca juga:




Bincang Online Bersama PDIPM Makassar

 
Covid-19, Efektifkah Mengajar Daring?
Sumber: PD IPM Makassar


Efektifkah belajar daring adalah judul yang diajukan oleh  para pelajar yang tergabung di dalam organisasi Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Daerah Kota Makassar kepada saya. Mereka mengundang saya dalam Bincang Online melalui siaran langsung  di instagram (IG).

Saya menyambut baik undangan itu, karena  ini adalah kesempatan saya menyampaikan beberapa hal yang tentunya  mewakili suara guru dan orang tua dalam hal pembelajaran daring.  Sekaligus kesempatan mendengarkan suara hati anak-anak, pelajar dan mahasiswa.

Bincang on line ini dipandu oleh Muh. Akbar Supriadi, Kabid Advokasi PD IPM Makassar. Saya berbincang dengan anak muda yang penuh semangat ini. Beberapa teori diungkapkannya yang intinya adalah kami akan berbincang  soal pembelajaran daring, apakah efektif dan bagaimana supaya pembelajaran itu efektif.

Sebagai kata pembuka, saya menguraikan pendapat berdasarkan apa yang saya alami sekaligus amati, bahwa ada empat unsur yang harus terlibat langsung dengan sepenuh hati demi mencapai efektivitas pembelajaran daring, yaitu: siswa yang akan belajar daring, orang tua, guru, dan sarananya.

Siswa Harus Disiplin, Serius, dan Jujur


Setiap akan mengikuti pembelajaran daring, maka siswa sudah harus berniat dengan sungguh-sungguh untuk mengikuti pelajaran itu. Ia harus menyiapkan mentalnya, agar disiplin, serius, dan jujur.

Disiplin untuk mengikuti pembelajaran daring, mengikuti semua petunjuk yang diberikan oleh gurunya. Disiplin menyelesaikan tugas, dan sebagainya.  Karena jika tidak disiplin, maka ia akan dengan mudah meninggalkan pembelajaran yang sedang berlangsung atau tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.

Jujur mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya. Siswa itu sendiri yang berusaha mengerjakan tugasnya, tidak nyontek, dan tidak bermasa bodoh.
Karena belajar daring jauh dari pantauan guru. Jika tak jujur, maka si anak sendiri yang tidak mendapatkan manfaatnya.

Pentingnya Pendampingan Orang Tua


Pendampingan orang tua sangat penting dalam proses pembelajaran, baik luar jaringan (luring) maupun dalam jaringan (daring). Peranan orang tua semakin penting saat pembelajaran daring, karena kehadirannya sebagai kontrol atas apa yang dilakukan anaknya.

Jangan sampai orang tua melihat anaknya sibuk di depan gawainya dan menyangka anaknya belajar padahal tidak. Orang tua harus aktif memantau, apakah tugas anaknya sudah dikerjakan atau belum, aplikasi apa saja yang digunakan anaknya, dan sebagainya.

Guru Harus Belajar dan Kreatif


Sekalipun pembelajaran daring merupakan kegiatan baru bagi sebagian guru, tetapi itu tak bisa dijadikan alasan untuk menjadi gagap. Keadaan ini memaksa para guru secepatnya belajar dan berbenah.

Tidak boleh  lagi ada guru yang gagap teknologi. Selain itu, para guru harus bijaksana dalam menyikapi situasi ini. Bahwa tidak semua siswanya memiliki sarana yang sesuai.
Jika guru melek teknologi, maka tentunya tidak mengambil jalan pintas dengan hanya memberikan tugas semata tanpa ada kreativitas lainnya, misalnya melakukan pembelajaran dengan aplikasi di mana guru dan siswa bisa bertemu secara virtual.

Sarana


Terakhir, salah satu yang menentukan pembelajaran daring bisa efektif adalah ketersediaan sarana.

Walau ketiga unsur, siswa, orang tua, dan guru telah siap tetapi  tidak ditunjang oleh sarana memadai maka hasilnya ambyar. Jika anak-anak tak memiliki gawe atau  laptop atau komputer ,dan tidak punya kuota, maka pembelajaran daring tak mungkin berlangsung.

Bincang online berlanjut dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan oleh para pelajar itu. Terdapat lima pertanyaan yang mewakili, yaitu:

Apa yang harus dilakukan guru-guru untuk membuat pembelajaran efektif? Karena guru tidak pernah dibekali untuk melakukan pembelajaran dalam situasi masa pandemi ini.
Jawabannya singkat saja, guru harus belajar dan secepatnya beradaptasi. Bisa bertanya ke rekan guru lain yang sudah melek teknologi

Efektifkah jika guru yang hampir tiap hari memberikan tugas kepada siswa?
Sangat tidak efektif.

Bagaimana cara kita menanggapi belajar daring yang tidak efektif dikarenakan buta atau gagap teknologi?
Kembali lagi, harus belajar

Belajar daring merupakan satu-satunya media yang harus digunakan sebagai pusat KBM. Lalu,  bagaimana jika pelajar menjadikan kelemahan-kelemahan dari sistem daring untuk menghindari kegiatan belajar mengajar?
Nah, inilah pentingnya pendampingan orang tua, mereka harus terus menerus mengontrol anaknya sejauhmana pelajarannya, tugasnya sudah dikerja atau belum, saat di depan gawai atau laptopnya, anaknya melihat apa saja, dan seterusnya.

Bagaimana cara mengatasi masalah pelajar yang belum memiliki dan menguasai perangkat TIK yang memadai?
Kalau soal ini, guru harus lebih bijaksana menanggapinya. Tidak semua siswa memiliki sarana yang memadai, bahkan ada yang tidak punya sama sekali. Yakinlah, guru pasti mengerti dan tidak memaksakan agar siswanya  maupun orang tuanya untuk ujug-ujug menyuruh membeli gawai.

Berikut video cuplikan bincang online dengan PD IPM Makassar melalui live IG


                                     

Sebelum bincang online berakhir saya diminta untuk memberikan statement terakhir. Berikut pernyataan saya.

  1. Bahwa sehebat apapun teknologi itu, jika kita tidak bijaksana menggunakannya hasilnya akan ambyar.
  2. Selalu ada hikmah untuk setiap peristiwa. Bahwa dengan adanya pembelajaran daring, hubungan antara anak dengan orang tua bisa semakin dekat. Kalau mungkin dulu, orang tua hanya mendampingi anaknya belajar sambil lalu, maka sekarang ia harus batul-betul ekstra serius  mendampingi anaknya. Apalagi kan kita tidak kemana-mana, di rumah saja.
  3. Hikmah buat guru-guru, adalah guru harus belajar, belajar, dan belajar. Jangan mengajar sebelum belajar. Mau tidak mau, suka tidak suka, guru harus melek teknologi. Dan kenyataannya sekarang, hampir semua guru  sudah bisa menggunakan aplikasi sebagai media pembelajaran. Dari aplikasi yang sederhana seperti whatsApp  hingga aplikasi yang agak rumit seperti classroom, quipper, dan yang lainnya.
  4. Hikmah yang terakhir, adalah guru, orang tua, dan siswa akhirnya saling merindukan.


Menurut teman-teman, apa lagikah yang harus dilakukan agar pembelajaran daring bisa efektif? Jawab di kolom kementar ya.





Read More

Gagape, Masakan Bugis dan Rahasia di Baliknya

Friday, April 17, 2020


Gagape, Masakan Bugis dan Rahasia di Baliknya  


Gagape, masakan khas Bugis
Sumber:jitunews.com

Pernahkah sahabat mendengar kata gagape? Kalau lihat gambarnya di atas, pasti sudah terbayang kan, kalau gagape itu adalah sejenis makanan berbahan dasar daging. 

Apa dan bagaimana gagape itu? Teruskan membacanya ya.


Masakan Kesukaan


Selalu ada kisah di balik sebuah masakan. Begitupun masakan yang disajikan mama saya. Saat memasak, mama bercerita tentang masakan yang akan dimasaknya dan jika kami bertanya ini dan itu, maka semburat kebahagiaan memancar di wajahnya.

Semangat memasaknya semakin bergelora, kebahagiaannya bertambah ketika masakan yang dihidangkannya ludes.  

Seperti pagi itu, sepulang dari pasar mama mengeluarkan barang belanjaannya. Satu persatu kantong kresek ia keluarkan dari tas belanjanya yang terbuat dari rajutan plastik.
Isi dari masing-masing kantong kresek adalah ayam kampung yang telah dipotong-potong, kelapa parut, lengkuas, sereh, terong, cabai, dan beberapa butir telur.

Katanya, beliau akan memasak makanan kesukaan bapak, yaitu manu gagape.
Manu artinya ayam dan gagape adalah nama masakan khas Bugis.

Rahasia Mama


“Yaro mai riolo isawalai manre gagape manu kampong, apa masuli ladde manue. Jaji yakko  meloki manre nasu gagape, isambei manuna mancaji bo’dong-bo’dong. Irasa-irasa mutoi  gagapena, narekko isappani lisena, bo’dong-bo’dong mitu muruntu tania manu.”

“Dahulu, kita sulit makan gagape  ayam kampung, karena ayam kampung mahal. Jadi kalau mau makan masakan gagape, ayamnya diganti dengan terong. Kita akan menikmati  rasa  gagapenya, kalau mau cari isinya kamu hanya akan menemukan terong, bukan ayam.”

Alhamdulillah, saat itu mama bisa bikin ayam gagape tanpa harus mengganti ayamnya dengan terong. Tapi terkadang mama juga bikin masakan terong gagape tanpa bermaksud menggantikan peranan ayam.

Semacam satu jenis makanan tersendiri dengan nama yang berbeda, yaitu Terong Gagape. 

Baca juga Kisah Pasang surutnya harapan mama  di sini


Bapak, Suami, dan Gagape


Saat bapak masih hidup, saya dan suami tinggal di Pondok Indah Ortu. Maka yang selalu beraktivitas di dapur adalah mama, saya dan suami tinggal makan. Aktivitas kami sebagai guru membuat kami selalu pulang sore, saat semua masakan sudah terhidang di atas meja. Alhamdulillah, terima kasih mama.



Beruntungnya saya karena hampir semua masakan kesukaan bapak juga disukai oleh suami. Jadi saya tak perlu repot, lebih tepatnya mama tak perlu repot memasak dua jenis masakan.
Apa yang dimakan bapak dan mama, saya dan suamipun pasti suka. Masa mau nolak, sudah dimasakkan juga, apalagi masakan mama memang maknyus. Terutama masakan gagapenya.

Masakan gagape mama selalu dinantikan oleh bapak dan suami, hingga bapak berpulang ke rahmatullah, gagape   masih bertahan sebagai masakan kesukaan suami.

Penasaran dengan resep masakan gagape mama saya?
Saya bagikan resepnya ya, silahkan praktik.

Gagape dan Rahasia di baliknya
Sumber Pribadi


Resep Manu Gagape


Selain bahan dasar ayam, gagape juga memiliki bahan dasar kelapa sangrai. Rasa kelapa sangrai dengan bumbu sederhana inilah yang membuat gagape lezat. Sangat nikmat dihidangkan saat sahur maupun buka puasa.

Susahkah membuatnya? Gampang, yuk kita praktikkan.

Bahan:

  • 1 ekor ayam kampung potong-potong sesuai selera, bersihkan
  •   butir kelapa. 1 butir diparut lalu diambil santannya hingga 3 gelas. ½ butir disangrai dan dihaluskan. Sisakan juga satu gelas santan cair.
  • 1 batang serai, memarkan
  • 1 ruas jari lengkuas, memarkan
  • 2 sdm  minyak untuk menumis



Bumbu:

  • 9 butir bawang merah
  • 2 siung bawang putih
  • ½ sdt merica bubuk
  • Garam secukupnya
  • Penyedap rasa secukupnya, bagi yang menyukainya



Cara Membuat:

  1. Haluskan bawang putih dan bawang merah lalu tumis hingga harum.
  2. Tambahkan merica bubuk, serai dan lengkuas. Aduk hingga merata.
  3. Masukkan potongan ayam, masak hingga ayam berubah warna.
  4. Tambahkan sedikit air atau santan cair. Masak hingga bumbu dan santan mengental.
  5. Setelah ayam matang, tambahkan santan kental, masak terus dengan api kecil sambil  diaduk secara perlahan.
  6. Sebelum diangkat tambahkan kelapa sangrai. Aduk sebentar dan hidangkan selagi hangat.


Setelah praktik, cobalah menikmatinya sambil mengenang orang-orang terkasih yang saat ini jauh atau bahkan telah pergi ke dimensi lain.

Read More

Ternyata Begini Rasanya Work from Home

Saturday, April 11, 2020


Ternyata Begini Rasanya Work from Home


Work from Home telah berlangsung, bagaimana rasanya?

Pemberlakuan bekerja dan belajar di rumah selama pandemi ini ditanggapi beragam. Bagi sebagian orang yang sudah terbiasa kerja di rumah, mungkin itu biasa. Tapi bagi sebagian orang lainnya, seperti saya kerja di rumah adalah sesuatu yang baru.

Sebagai guru, sebenarnya tinggal di rumah biasa dialami, misalnya pada waktu akhir semester, anak sekolah diliburkan maka otomatis gurunya juga tidak ke sekolah alias libur.

Namun, Work from Home adalah sesuatu yang baru. Tinggal di rumah tetapi tidak liburan. Mengajar, bekerja, rapat, dan kegiatan lainnya dikerjakan di rumah. Kita dipaksa menggunakan internet untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.

Rencana selama Work from Home


Jujur, saat pertama kali diumumkan untuk Work from Home yang terlintas di pikiran saya adalah rencana menuntaskan beberapa pekerjaan selain pekerjaan kantor. Bahkan saya menulis listnya. Seperti ini listnya.

mardanurdin.com

Menggunting dan menjahit beberapa kain yang sudah lama terlipat rapi di lemari. Salah satu hobbi saya adalah menjahit baju sendiri. Rasanya senang saja manakala baju yang  saya kenakan hasil jahitan sendiri, makanya setiap ke toko kain saya suka kalap. Membeli beberapa lembar kain dengan harapan suatu saat akan saya jahit, kenyataannya kain itu tak kunjung dijahit.

Sumber Pixabay.com

Salah satu obsesi saya adalah menerbitkan beberapa buku solo. Alhamdulillah, sudah berhasil terbitkan satu. Berarti masih perlu lagi menerbitkan minimal lebih dari dua atau tiga, kan targetnya beberapa.

Buku Solo Pertama



Outlinenya sudah ada, beberapa bab sudah ditulis tapi mandek di tengah jalan, kehilangan ide. Saya sangat berharap selama Work from Home saya bisa menuntaskannya.
Rencana lainnya adalah merapikan file-file di laptop. Sepertinya ini pekerjaan mudah dan cukup santai. Insya Allah ini bisa terwujud.

Mengatur perabotan rumah, memindah-mindahkan lemari, kursi, dsb masuk juga dalam list rencana. Sama halnya merapikan buku-buku yang berantakan.
Apakah semua rencana itu berhasil?



Kenyataan Tak Seindah Rencana


Saya pikir 2 pekan di rumah cukuplah menyelesaikan itu semua. Ternyata, jauh panggang dari api.  Saya gagal mengeksekusi rencana-rencana itu.

Pemicu gagalnya semua rencana itu salah satunya  adalah, saya harus tetap mengajar secara online dan persiapan untuk itu cukup menguras energi dan waktu.

Untuk satu materi pembelajaran saja, saya membutuhkan waktu sekitar dua hari.
Hari pertama untuk mencari ide, bagaimana suatu materi pelajaran diajarkan ke murid dan mereka merasa gurunya tetap ada di hadapan mereka. Hari kedua membuat videonya, dan ini ternyata tak semudah yang dipikirkan.

Mau tahu keseruan saya membuat video pembelajaran? Baca yuk di sini.

Sebenarnya banyak aplikasi yang bisa digunakan seperti zoom, classroom, edomodo, atau yang lainnya. Tapi sama saja kan, saya harus standbay beberapa waktu di depan laptop atau handpone dan berinteraksi secara daring dengan murid-murid.

Selain itu,  murid-murid saya pada umumnya  kesulitan mengakses aplikasi tersebut.  
Maka cara paling praktis yang saya lakukan adalah menuliskan materinya, meminta mereka membaca, menyimak, lalu buat kesimpulan.  
Nah, kan menulis lagi, duduk lagi di depan laptop. Materi pelajarannya bisa dibaca di link berikut ini. 


Salah duanya yang membuat gagalnya mengeksekusi rencana yang ada di list adalah saya sibuk di dapur.

Masya Allah, ternyata bersibuk ria di dapur itu bukanlah perkara gampang.

Sejak mata terbuka, yang terpikir adalah, “masak apa hari ini?” 
Setelah itu, mulailah menyingsingkan lengan baju, masak – masak  -- masak hingga makanan tersedia di meja.

Sumber Pixabay

Lanjut bersih-bersih hingga menjelang sore. Mandi pagi digabung sekalian dengan mandi sore, ha-ha-ha.

Baru juga istirahat sejenak, penghuni rumah sudah mulai tanya-tanya, 
“apa bagus dimakan-makan di?” 

Malamnya, selepas salat isya, mulai lagi di dapur. Beuh.

Kalau ada yang bertanya, “apa selama ini jarang di dapur, kenapa merasa begitu repot?”

Duhai, Esmeralda.

Saya pulangnya siang bahkan bisa sampai sore, jadi masak yang serius itu hanya di waktu libur, selebihnya masak kurang serius.

“Kurang serius itu macam mana?”
“ Ada deh …you know lah,  ha-ha-ha,” sambil kibas jilbab.



Read More