Momen Panjang yang Indah Bersama Mama; Pelajaran Berharga Tak Terukur

Thursday, January 31, 2019


Derik Pintu yang Selalu Saya Rindukan

 

Sudah hampir setahun  saya tak mendengar derik pintu rumah mama. Derik pintu itu pertanda subuh sudah menjelang. Karena saat pintu pagar berderik, itu berarti mama akan ke masjid salat subuh.

Kebiasaan salat di masjid sudah puluhan tahun dilakukannya, tepatnya sebulan setelah meninggalnya bapak, tahun 1993. Mungkin itu salah satu usahanya menepis rasa kehilangan.

Jika kamu kehilangan orang terkasih maka labuhkanlah hatimu kepada-Nya. Dia tak akan pernah pergi selama engkau mendatangi-Nya

Pertengahan tahun 2018, tiba-tiba mama mengeluh sakit di bagian pinggangnya. Sekedar mengeluh, karena tidak mau dibawa ke dokter untuk berobat. 

Mama memang begitu orangnya, nanti mau konsultasi ke dokter kalau dipaksa.  
Lagian mama itu jarang sakit, kalaupun sakit, tidak pernah sakit parah. Olehnya itu, kalau ada anaknya yang mengeluh sakit, maka mama biasanya meledek.

“Ih masih muda sudah sakit-sakitan.”

Namun sakitnya kali ini benar-benar parah, buktinya ia tidak ke masjid lagi. Selama sakitnya bisa dibawa jalan, pasti ia ke masjid. Katanya, masjid adalah tempat terbaik selain rumah.

Beberapa kali dibawa ke dokter. Hingga diopname di rumah sakit untuk pemeriksaan intensif. Tak ada penyakit tertentu yang ditemukan oleh dokter. Tekanan darahnya normal, gula darahnya normal, kolesterol dan asam urat normal.

Lalu apa penyakitnya? Kenapa tiba-tiba Beliau mengeluh sakit pada tulang-tulangnya? Mungkinkah itu gejala osteoporosis? Kata dokter, tulang mama saya sehat.

Katanya lagi, itu penyakit orang tua. Entahlah.

Saat ini Beliau hanya di rumah, tidak lagi beraktivitas seperti dulu. Salat juga hanya dilakukan di rumah.

Dan derik pintu saat subuh menjelang,  tak lagi terdengar. Saya merindukannya. 

Momen Indah Bersama Mama


Kalau ada yang bertanya, apa momen paling berkesanmu bersama Ibu? Maka di situlah saya akan terdiam.

Baca juga tentang bapak di sini

Sepanjang ingatan saya, masa kecil saya lebih banyak dihabiskan bersama bapak walaupun kami serumah. 
Saya hanya jadi pengamat dan penilai akan kelemahan ibu yang saya panggil Mama itu di hadapan bapak dan mertuanya.

Bapak pandai dan memiliki wawasan luas, juga jago berdiskusi lebih tepatnya berdebat, serta sangat kreatif menciptakan hal-hal yang kelihatannya mustahil pada waktu itu, membuat Mama  menjadi isteri yang sangat patuh, penurut, tanpa bisa mengeluarkan pendapat. 

Karena semua pendapatnya tak pernah dianggap penting.

Bapak yang besar di kota, aktif dalam organisasi, yang bisa menghabiskan waktunya berjam-jam membaca, mulai dari koran, majalah, buku-buku agama, hingga buku sejarah, lalu berdampingan dengan mama yang berasal dari kampung dan  tanpa ijazah, maka terlihat sangat tidak pandai di mata saya.

Karenanya saya lebih banyak bertanya apapun kepada bapak. Lebih sering berdiskusi dengan beliau. Bahkan soal pasanganpun saya hanya minta restu sama bapak.

Kalau bapak setuju maka semuanya beres. mama pasti tinggal mengangguk saja.

Hal lain yang membuat saya jarang dekat dengan mama dan lebih dekat dengan bapak adalah  keheroikan bapak.

Beliau selalu membantu saudara-saudara mama yang berasal dari kampung. Mereka ditampung di rumah kami, diberi jalan untuk bekerja, bahkan difasilitasi untuk  menikah.

Sehingga saya merasa, sungguh hebat Bapak dan sungguh lemah Mama.

Mama tidak pandai dan bapak sangat pandai. Itulah penilaian saya dan  tanpa disadari membangun tekad sendiri kalau saya tidak ingin seperti mama dan tidak mau mendapatkan pasangan seperti bapak.

Hingga akhirnya mata saya terbuka lebar saat bapak terkena penyakit hingga mengalami kebutaan,  dan akhirnya meninggal dunia pada tahun 1993, tepat seminggu usia anak kedua saya.

Saya melihat kekuatan mama yang tak dapat diukur dengan alat ukur apapun. Saya melihat kecerdasan yang sekian lama tersembunyi dalam otak kecilnya.

Saya mohon ampun atas semua penilaian masa kecil saya yang keliru terhadap mama.  

Untuk membayar semua itu, saya memutuskan untuk pindah mengajar dari daerah ke kota demi mendampingi mama.

Adik-adik saya belum ada yang berkeluarga. Tiga  orang masih  sekolah dan mereka butuh pembimbing paling tidak ada orang selain mama yang mereka segani agar bisa terus berkembang dengan baik.

Maka saya hadir untuk itu.

Itulah momen-momen kebersamaan saya dengan mama.  

Menempuh jalan panjang dalam mendampinginya dan membantu dari segala segi untuk membesarkan anak-anaknya, adik-adik saya.

Satu persatu adik-adik saya  tamat bersekolah kemudian satu persatu pula mengakhir masa lajangnya, Itu merupakan momen-momen kebersamaan kami yang tak ternilai harganya.

Sangat berkesan.

Saat ada yang datang melamar untuk adik-adik perempuan saya, maka mama akan berbisik-bisik di telinga saya. Meminta pendapat, mengajak berembuk, dan menyusun rencana agar pernikahan mereka berjalan lancar.

Demikian pula saat anak laki-laki satu-satunya akan melamar gadis pilihannya, sayalah orang pertama yang diberi tahu.

Masalah sebesar atau sekecil  apapun dalam keluarga kami, saya dan mama selalu bergandengan dan bekerjasama menyelesaikannya.

Puncak dari semua kebersamaan itu adalah bahagia saya yang tak terkira saat melihatnya tertawa lepas di depan ka’bah untuk pertama kalinya. 

Orang-orang di sekitar kami menangis terharu, mama justru tertawa lepas sambil menggapit lengan saya seraya berseru. 

”Awwih … Dawiah uwita tongengni Ka’bae! Hehehe…”
(= Oh Dawiah,  akhirnya saya melihat Ka’ba).

Dan mama meminta dengan takzim kepada saya.

“Tolong umrohkan juga Bapakmu.”

Ah, mama memang selalu cinta kepada bapak, dan saya harus banyak belajar ketulusan, keikhlasan, serta kesabaran juga rasa syukur kepada mama.

Sembuhlah Mama!

Agar kita bisa kembali lagi ke tanah suci. 

Penantian panjang yang selalu mama rindukan sebentar lagi akan terwujud.









28 comments

  1. Semoga sehat selalu ibunya kak Dawiah.

    Perempuan memang selalu punya kekuatan luar biasa yang kadang tidak bisa dinalar oleh kaum pria. mencari ibu yang sendirian membesarkan anaknya itu mudah, tapi mencari ayah yang sendirian membesarkan anaknya, itu luar biasa susahnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul sekali Daeng, yang semula dikira lemah ternyata sangat kuat. Semula dikira kurang pandai, eh tahunya jauh lebih cerdas.

      Aamiin. Terima kasih doata.

      Delete
  2. duh kak.. tulisan ini bikin saya mewek subuh-subuh. tak ada yang melebihi kekuatan seorang ibu dalam mendampingi dan mengantarkan anak-anaknya ke gerbang kesuksesan.

    semoga ibu ta sehat selalu dan diberi kesempatan kembali ke Tanah Suci.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Apalagi saya dek. Saya tulis ini di dekat pembaringan Beliau, karena sejak ia sakit tidak mau ditinggal sendirian dan selalu mau dielus-elus.

      Aamiin, terima kasih doata.

      Delete
  3. "Dan derik pintu saat subuh menjelang, tak lagi terdengar. Saya merindukannya."

    Jleb, tiba-tiba nangis. Saya malah kebalikannya. Sosok Ibu yang menguatkan kami semua. Figur ayah malah bisa dikata hadir seadanya.

    Sehat selalu sekeluarga, kak.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aaamiin. Ibu itu memang selalu menjadi sosok yang dirindukan oleh anak-anaknya.

      Delete
  4. saya sama mamamku kadang baku war , geak2 hahaha tp tetap saya mengalahhh
    apalagi soal duozam huhuhu...
    tp papaku pernah pesan, kalau ibu menendangmu dengan kaki kirinya, pegang kaki kanannya, begitupun sebaliknya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bagus sekali pesannya papata. Geak2 sedikit sama mama biasaji itu.

      Delete
  5. MasyaALLAH kak... sangat mengisnpirasi tulisanta, baca ini saya langsung teringat mamaku hiks :( rindu sekali sama orang rumah. Sama mama saya dekat sekali karena anak perempuan sendiri, kadang-kadang makan pun di suap kalau lagi nda mau ke dapur :D karena lagi diet, pasti dipaksa makan dibawakan sampai ke kamar wwkwkwk.. mau nangis T_T suka berantem juga sama mama, tapi nda sampai bebrapa menit baku omong ji lagi gayanajieeee... tetap nda tahan klo dak ngedusel ketek, sama bapak pun begitu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Anak satu-satu perempuan, pastimi disayang sekaliki. ngedusel ketek, kayak Nabila putri bungsuku hehehe

      Delete
  6. Aamiiin berbahagia masih ada mama ya Bun, hiks

    ReplyDelete
  7. jadi ingat emak yang tinggal sendirian....karena di suruh tinggal dengan anaknya gak mau...semua anaknya perempuan, mau gak mau ikut suami semua...

    ReplyDelete
  8. MasyaAllah bunda..sehat terus untuk semoga segala penyakitnya segera diangkat Allah. Moment indah bersama mama semenjak beda kota adalah rasa rindu, rindu akan omelan dan kecemasannya. Hehe. Aduh jadi kangen mama saya bun

    ReplyDelete
  9. Aah Bunda... bikin aku mewek pagi-pagi.. sehat terus ya unuk bunda dan keluarga semua, biar bisa liat Ka'bah lagi... amin amin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Langsung ingat mama ya Mbak. Aaamiin. Terima kasih doanya ya sayang.

      Delete
  10. Terima kasih mbak, tulisannya menggugah sekali. Kita selslu melihat yang tersurat, sehinggs melupakan yang lain. Al fatihah buat mama.

    ReplyDelete
  11. Berkesan sekali ceritanya, Bunda.
    Semoga mama diberikan kesehatan dan segera bisa melihat ka'bah lagi.

    ReplyDelete
  12. Masya Allah Bunda...Mama sungguh luar biasaaa..
    Doa saya untuk Beliau, semoga diangkat penyakitnya. Diberi kemudahan untuk segala urusan Aamiin.

    ReplyDelete
  13. hiks... selalu mewek baca tulisan tentang mama. Jadi ingat mama yang saat ini sedang sakit stroke. Semoga mama mbak diberikan kesembuhan, mohon doa juga untuk mama saya. Amiin

    ReplyDelete
  14. Subhanallah mbun, kok saya pengen nangis bacanya ya, jadi inget mamak di seberang lautan sana, saya tidak bisa mendamoinginya selepas kepergian bapak

    ReplyDelete
  15. Kok saya jadi sedih begini ya,Bun? Saya juga tinggal mama saja dan saya sayang sama beliau hiks

    ReplyDelete
  16. Kok saya jadi sedih begini ya,Bun? Saya juga tinggal mama saja dan saya sayang sama beliau hiks

    ReplyDelete
  17. Baarakallah, Bund. Sudah bisa mengajak mama tercinta ke Baitullah. Impian saya banget itu.
    Ceritanya mengharukan. Salam hormat untuk mama-nya Bunda, ya. Tetap semangat dan terus berdoa :)

    ReplyDelete
  18. Itulah perempuan, ada kekuatan luar biasa dari dalam dirinya. Tersembunyi dari pakaian yang sederhana, tubuh yang mungil, wajah yang polos tanpa riasan. Nggak akan ada seorangpun yang menduga. Salam hormat untuk beliau.

    ReplyDelete
  19. Saat orang tua sudah mulai berusia lanjut. Kita pasti banyak kehilangan momen-momen membahagiakan tentang kesiagapan aktivitas beliau menyambut haru, ya mbak.
    Sama seperti saat ibu saya sudah mulai sakit-sakitan, keluar masuk rumah sakit sebelum ramadhan tahun kemarin beliau meninggal.

    Bahagiakan beliau dengan selalu memberikan senyuman ya mbak.
    Semoga selalu diberi kesehatan buat mama Mb Dawiah.
    Aamiin.

    ReplyDelete
  20. Semoga mamanya diberi kesembuhan ya mba biar bisa berangkat Haji ke Mekkah. Wahh bahagianya klau adek2ta sudah lepas dan kerja semua. Slm buat buat keluarga ya..

    ReplyDelete
  21. semoga mamanya di kasih kesehatan dan bisa ke tanah suci lagi kak.
    saya jadi ikut terbawa haru baca tulisanta, karena saya pun sekarang tinggal sama ibu dan adik juga.

    ReplyDelete
  22. semoga keluarga selalu diberi kesehatan dan keberkahan ya :D bahagia juga selalu!

    ReplyDelete