Ini yang akan saya lakukan
saat tua nanti adalah judul tulisan saya kali ini. Bagi yang mengetahui usia
saya, atau pernah bertemu dengan saya, pasti senyum-senyum membaca judulnya.
Kata “nanti” itu mengindikasi
kalau saat ini saya belum tua, padahal usia dan penampakan memperlihatkan kalau
saya sudah tidak muda lagi.
56 tahun itu kan berarti sudah
setengah abad lebih, jika dibandingkan dengan kalian yang masih usia 40 tahun
ke bawah pasti bilang begini, “Dawiah memang sudah tua kalee…”
Namun, itu anggapan kalian saja. Bagi saya dan teman-teman seumuran, bisa bilang “kami belum tua, sekalipun sudah tidak muda lagi.”
Bebas saja kan? LOL.
Masa Tua Umur Berapa?
Masa tua itu sebenarnya masuk usia berapa sih?
Menurut WHO usia 20 – 60 tahun itu diklasifikasikan sebagai
usia dewasa, sedangkan usia tua di atas 60 tahun.
Berarti kalian yang sekarang
berusia 20 tahun, kita sepantaran. Masih usia dewasa versi WHO.
Yeeaaiii … ha-ha-ha-ha.
Baiklah, kita lupakan pengklasifikasian
itu. Saya hanya mau menuliskan apa yang akan saya lakukan dalam rangka
menyambut usia tua saya.
Pertama, Saya Harus Sehat
Sehat adalah harga mati.
Bukankah kesehatan adalah harta yang tak ternilai harganya? Sekaya apapun manusia,
jika ia sakit maka harta tak ada gunanya.
Saat saya tua, pasti saya tak
kuat lagi berjalan cepat ke masjid untuk salat berjamaah. Olehnya itu saya akan
ke masjid lebih awal, misalnya satu jam sebelum masuk waktu salat. Saya akan
berjalan pelan-pelan sambil menyapa tetangga.
Saya bayangkan tetangga membalas sapaan saya sambil tersenyum,
“Mau ke masjid Nek? Hati-hati ya Nek.”
Oh, indahnya.
Agar bisa berjalan meskipun
pelan-pelan, katanya otot dan tulang harus kuat dengan melakukan olahraga
teratur sejak sekarang.
Hm, untuk yang satu ini, saya
harus berjuang melawan kemalasan berolahraga.
Selain sehat raga, jiwa sayapun harus sehat. Saya tak mau kena penyakit degenaratif, seperti Alzheimeir, Parkinson, Demensia vaskular, dan sejenisnya.
Pokoknya penyakit pikun hingga tidak
bisa membedakan yang mana lembaran uang seratus ribu dengan uang sepuluh ribu.
Olehnya itu saya akan makin rajin
berdoa agar terhindar dari penyakit tersebut, seperti ini doanya.
“Allahumma inni a’udzubika
minal jubni wa a’udzubika an uradda ila ardzalil umuri wa a’udzubika min
fitanitiddunya wa a’udzubika min adzabil qabri.”
Artinya:
“Ya Allah, aku berlindung
kepada-Mu dari sikap pengecut, dan aku berlindung kepada-Mu kepada
serendah-redahnya usia (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia dan
aku berlindung kepada-Mu dari azab kubur.”
Selain berdoa saya akan
melakukan berbagai hal yang konon katanya, bisa mencegah penyakit degenaratif,
seperti melakukan pola makan yang sehat, tidur yang cukup, bersosialisasi, dan
lagi-lagi berolahraga.
Kabar baiknya buat saya dan teman-teman penulis nih.
Katanya, membaca dan menulis itu efektif melatih dan
menstimulasi sel-sel saraf otak sehingga bisa mencegah penyakit yang menyerang
otak, salah satunya penyakit pikun.
Yuk, makin rajin membaca dan menulis.
Kayak saya dong, yang rajin
menulis catatan pengeluaran dan pemasukan, walau catatan pengeluarannya lebih
banyak daripada catatan pemasukannya, hi-hi-hi.
Kedua, Saya Makin Rajin Melakukan Aktivitas Spiritual
Saya harus makin rajin beribadah
agar hidup saya berkah dan lebih dekat kepada-Nya. Karena ibadah adalah jalan
manusia mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Saya harus berjuang meraih
kematian yang indah sebagaimana cita-cita dan impian semua kaum muslim, yaitu meninggal
dalam keadaan husnul khotimah.
Saya tahu itu sangatlah sulit,
tetapi bukan berarti tidak bisa.
Salat Wajib dan Sunah
Sudah sejak lama saya berjuang mengerjakan salat wajib tepat waktu, menambah salat-salat sunah. Jika dahulu salat sunahnya hanya sesekali, sekarang harus makin rajin menuju habits yang lebih baik.
Puasa Sunah
Saya juga berjuang melakukan puasa sunah Senin Kamis, sekalian mengurangi jatah lambung saya agar terbiasa dengan isi yang sedikit.
Kelak saat saya tua, di mana nafsu makan makin
menurun, maka lambung tak lagi kaget dengan keadaan itu.
Mencintai Sedekah
Berjuang mencintai sedekah. Saat ini saya melakukan sedekah sekadarnya saja, menyisihkan uang setelah semua
kebutuhan primer hingga kebutuhan sekunder terpenuhi. Bahkan setelah kebutuhan
tertier terpenuhi, padahal itu bukan kebutuhan melainkan keinginan.
Jika saya telah jatuh cinta
sama sedekah dan infaq, maka pastilah saya hanya akan membeli sesuatu
berdasarkan kebutuhan bukan karena keinginan. Untuk hal satu ini, godaannya
cukup besar dan susah ditaklukkan.
Ketiga, Saya Harus Melatih Kesabaran
Melatih kesabaran adalah
latihan paling sulit dari semua latihan jiwa.
Cobalah dibayangkan, kamu
duduk sendiri di pojok rumahmu yang mungkin hanya ditemani segelas air putih,
sarapan dengan kue sekadarnya.
Sementara nun jauh di sana, anak-anakmu
sedang asyik-asyiknya bercengkerama dengan keluarganya. Mungkin mereka sedang
berkejaran dengan anak-anaknya sambil ketawa-ketawa, seperti yang pernah kalian
lakukan saat mereka masih kecil.
Kalau tidak sabar, bisa stres
coy!
Beruntung kalau masih ditemani
pasangan. Misalnya saya masih bersama Ayangbeb, berarti masih ada beliau yang akan
saya gangguin dengan menepuk-nepuk pipinya yang keriput, menggodanya dengan
menarik-narik tongkatnya atau sebaliknya.
Bagaimana kalau dia pergi
terlebih dahulu, berarti saya akan sendiri. Apa-apa dilakukan sendiri.
Huu … huu … huu … saya jadi
mewek membayangkannya.
Namun, saya harus kuat dalam
kesabaran, seburuk apapun keadaan saya nanti.
Terakhir, Saya Harus Punya Uang
Walaupun uang bukan segalanya,
tetapi tanpa uang kegiatan kita akan tersendat.
Mau makan coto Makassar di
warung harus pakai uang.
Mau makan nasi Padang harus
beli pakai uang.
Mau beli popok dewasa harus pakai uang. Aups, yang ini diskip saja ya.
Saya tak mau hidup dari belas
kasihan anak-anak saya. Jika saya sakit, saya punya uang untuk ke dokter dan
beli obat. Jika saya ingin jalan-jalan, saya bisa membayar asisten untuk
mengantarkan kemana saja saya mau.
Daaaan, jika saya meninggal,
anak cucu saya tak dibebani dengan wasiat bayar utang. Mereka bebas mengurus
jenazah dan kuburan saya tanpa harus saling tunjuk siapa yang membiayai semua.
Saya punya uang kok, saya
punya investasi untuk mereka jual apabila butuh.
Untuk keperluan itu semua, saya akan menabung sejak sekarang. Bukan tabungan uang, tetapi tabungan emas.
Keren kan saya, LOL.
Psst, jangan bilang-bilang ya,
nanti ada perampok yang incar harta saya, tetapi tak apa juga, toh orang jahat
itu tak mungkin bisa merampok rencana yang ada di kepala saya. LOL lagi.
Oh ya, soal mengatur keuangan.
Sebenarnya
kami sudah mempersiapkan sejak dulu. Saat teman-teman saya berbondong-bondong kredit
rumah atau tanah untuk anak-anaknya, kami tidak melakukannya.
Cukup saya bekali anak-anak dengan
pendidikan yang baik agar bisa hidup mandiri. Jika sudah mandiri, sudah punya
penghasilan maka rumah akan mudah mereka beli.
Demikian pula saat mereka mau menikah, saya tegaskan, “silahkan menikah dengan uang tabungan kalian sendiri.”
Jika ingin pesta meriah maka perbanyak tabunganmu, jika tidak maka menikahlah
dengan sederhana.
Nampaknya cukup tega ya.
Mau bagaimana lagi. Saya tidak
ditakdirkan lahir dari keluarga sultan, jadi harus berpikir dan bertindak
sebagai orang biasa.
Masyaallah!
Saya mau bilang kalau
saya beruntung memiliki Ayangbeb yang bisa saya paksa sevisi dengan saya,
hahaha.
Contohnya, Beliau pernah berniat memiliki mobil dengan jalan kredit, saya tidak setuju.
Boleh beli mobil asal kontan dan uangnya bukan hasil kredit.
Boleh beli mobil jika sudah ada
dana lebih untuk biaya perawatannya, bayar pajaknya, dan sebagainya.
Dan yang paling penting, mobil
itu tidak membebani pikiran kita.
Alhamdulillah, Beliau setuju
dan hingga hari ini kami tak punya mobil, hahaha.
Awesome!
Kami masih bisa kemana-mana
naik mobil tanpa dibebani bayar kredit.
Bisa beli apa saja yang kami
butuhkan tanpa harus iri dengan orang yang naik mobil pribadi, tampilan
perlente, tapi dompet seret bahkan dikejar-kejar debt collector.
Yaaeeeh, itu prinsip saya.
Kalau kalian beda prinsip, itu pilihan masing-masing.
Baca juga tentang:
Anak-Anak Sudah Dewasa, Haruskah Kita Kesepian di sini.
Begitulah rencana dan impian
saya dalam rangka menyambut masa tua yang sehat dan bahagia.
Doakan ya sahabat pembacaku,
agar saya sehat dan bisa menikmati hari tua dengan bahagia.