Kenali 4 Gaya Pengasuhan Orang Tua

Friday, August 11, 2023

 


Gaya pengasuhan orang tua


Kenali 4 Gaya Pengasuhan Orang Tua

 

Setiap orang tua memiliki gaya atau pola pengasuhan anak yang berbeda-beda. Sekalipun tanpa dipelajari teorinya terlebih dahulu dan langsung praktik saja, tetapi gaya itu muncul dengan sendirinya.

Olehnya itu, sangat penting bagi orang tua untuk tahu pola pengasuhan mana yang paling cocok diterapkan dalam mengasuh anaknya. Setidaknya, mereka tahu kelebihan dan kekurangannya.  


Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua pasti ada pro kontranya, sebab setiap pola memiliki karakteristik masing-masing, demikian pula dampak yang ditimbulkan pada anak-anak.


Perlu diketahui, setiap pola pengasuhan selalu memengaruhi hubungan orang tua dengan anaknya, mungkin karena memiliki pendekatan yang khusus untuk setiap jenis pola pengasuhan maka hasilnyanya pun berbeda-beda, tergantung jenis pola yang mana yang diterapkan oleh orang tua.


Ada empat jenis pola pengasuhan anak yang umum diketahui dan diterapkan oleh orang tua. 


 

Pola Asuh Permisif


 

Orang tua yang menerapkan pola pengasuhan permisif biasanya terlalu mencintai anaknya, sehingga terlihat sedikit berlebihan. Anaknya lebih sering ditempatkan sebagai teman dibandingkan sebagai anak itu sendiri. 

Sekalipun ada aturan yang diterapkan dalam rumah, tetapi tidak konsisten sehingga anak boleh melanggarnya akibatnya anak yang diasuh dengan pola permisif cenderung kurang disiplin. 

Secara garis besar, pola pengasuhan permisif dapat ditandai dari ciri-cirinya, seperti:

 

  1. Aturan yang diterapkan fleksibel
  2. Orang tua lebih sering dianggap teman oleh anak-anak mereka dibandingkan sebagai orang tuanya
  3. Membujuk anak dengan menyuap, misalnya dengan memberi hadiah baik berupa mainan, uang maupun makanan.
  4. Lebih memberikan kebebasan kepada anak daripada tanggung jawab.
  5. Jarang memberi konsekuensi jika anak melakukan pelanggaran.
  6. Demi menghindari konfrontasi, orang tua bersikap damai dan menyerah kepada anak.
  7. Orang tua tidak peduli akan perbuatan anaknya, apakah positif atau negatif asalkan hubungan anak dengan orang tua baik-baik saja, yang penting tidak ada konflik.

 

Dampak buruk dari pola pengasuhan permisif ini adalah antara lain: anak memiliki harga diri yang rendah, kemampuan sosialnya buruk dan cenderung tidak memiliki kontrol diri yang baik, dan lebih sering merasa sebagai anak yang kurang dianggap.


 

Pola Asuh Otoriter

 


Gaya pola asuh ini terlihat dari aturan yang diterapkan orang tua sangat kaku, ketat dan sepihak serta  menempatkan harapan yang terlalu tinggi terhadap anaknya.

Orang tua memperlihatkan wibawa yang berlebihan sehingga menjadi sosok yang dominan. Anak harus tunduk dan patuh tanpa syarat akan keputusan orang tua. Anak tidak memiliki pilihan untuk melakukan apa pun  termasuk tak kuasa memutuskan pilihan dalam hidupnya. 

Orang tua memaksakan kehendaknya dengan keyakinan bahwa anak dapat diubah sesuai keinginannya, sesuai nilai-nilai dan perilaku yang ia tentukan sendiri standarnya.

 

Dampaknya bagi anak yang dibesarkan dalam keluarga otoriter ini cenderung merasa tertekan. Sekalipun nampak penurut, tetapi jiwanya memberontak sehingga bisa mengalami depresi dan stress. 


Selain itu, anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter kurang percaya diri, tidak mandiri dan kurang kreatif.  Bahkan dalam perkembangan moralnya, ia kurang dewasa dan cenderung pemalas. Potensi yang dimilikinya pun tidak bisa dikembangkan dengan sempurna karena terlalu terkungkung dengan keinginan orang tua.


Keterampilan sosialnya cenderung buruk demikian pula komunikasinya, padahal kedua keterampilan ini sangat penting dimiliki oleh anak karena berhubungan dengan sifat kepemimpinan yang akan digunakan kelak. 

 

 

Pola Asuh yang Tidak Terlibat atau Mengabaikan

 


Pola asuh ini adalah pola asuh yang paling berbahaya, karena orang tua abai dan tidak memenuhi kebutuhan anak-anak mereka secara fisik maupun psikis.

Anak dibiarkan melakukan apa saja tanpa kontrol dari orang tua, sehingga ia bebas dan sesuka hati. Anak terpenuhi kebutuhan dasarnya, seperti makan, minum, dan sebagainya, tetapi tidak ikut campur dalam kebutuhan di luar kebutuhan dasarnya.


Biasanya orang tua yang melakukan pola asuh abai ini adalah orang tua yang sakit, baik secara fisik dan psikis. Bisa jadi karena mentalnya memang belum siap menjadi orang tua atau karena pengaruh penyalahgunaan zat.

 

Biasanya anak yang dibesarkan dengan pola asuh mengabaikan ini akan menjadi lebih mandiri dibandingkan anak-anak lain yang diasuh dengan pola asuh lainnya. 

Namun, dampak buruknya adalah anak cenderung tidak bisa mengendalikan emosi, egois dan tidak dapat mempertahankan atau memelihara hubungan sosialnya dalam waktu lama.


 

Pola Asuh Otoritatif (Authoritative)



Pola  pengasuhan ini dikenal juga dengan pola asuh demokratis, di mana orang tua dan anak selalu bicara bersama untuk mendapatkan sebuah solusi bagi kedua pihak.


Pola asuh seperti ini mendorong anak untuk berani berpendapat dan percaya diri. Anak merasa dihargai, karena orangtua terbuka mendengarkan pendapat anak. Ini juga yang kemudian merekatkan hubungan anak dan orangtua. 


Orangtua juga bisa mendorong anak untuk disiplin dan mandiri, serta mendidik anak bagaimana membuat pilihan terbaik. Orang tua bersifat obyektif, perhatian dan kontrol terhadap perilaku anak. 

Penerapan aturan dilakukan sewajarnya sehingga anak bisa mematuhi aturan tanpa merasa terbebani.

 

Dalam banyak hal orang tua sering berdialog dan berembuk dengan anak tentang berbagai keputusan. Menjawab pertanyaan anak dengan bijak dan terbuka. Orang tua cenderung menganggap sederajat hak dan kewajiban anak dibanding dirinya. 

 

Pola asuh ini menempatkan musyawarah sebagai pilar dalam memecahkan berbagai persoalan anak, mendukung dengan penuh kesadaran, dan berkomunikasi dengan baik. 

Pola otoritatif mendorong anak untuk mandiri, tetapi orang tua harus tetap menetapkan batas dan kontrol. 

Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh welas asih kepada anak, bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak yang konstruktif. 

 

Anak yang terbiasa dengan pola asuh otoritatif akan membawa dampak menguntungkan. Di antaranya anak akan merasa bahagia, mempunyai kontrol diri dan rasa percaya dirinya terpupuk, bisa mengatasi stres, punya keinginan untuk berprestasi dan bisa berkomunikasi, baik dengan teman-teman dan orang dewasa. Anak lebih kreatif, komunikasi lancar, tidak rendah diri, dan berjiwa besar. 

 

Penerapan pola otoritatif berdampak positif terhadap perkembangan anak kelak, karena anak senantiasa dilatih untuk mengambil keputusan dan siap menerima segala konsekuensi dari keputusan yang diambil. 

 

Dengan demikian potensi yang dimiliki anak dapat berkembang secara optimal, karena anak melakukan segala aktivitas sesuai dengan kehendak dan potensinya. Sementara orangtua memberikan kontrol dan bimbingan manakala anak melakukan hal-hal negatif yang dapat merusak kepribadian anak. 

 

mardanurdin.com


Keempat jenis gaya pengasuhan ini berbeda dalam cara disiplin, pengasuhan, kehangatan, metode komunikasi, kontrol, dan tingkat kedewasaan.



Read More

Beradab Dalam Mengkritik

Saturday, August 5, 2023

 



Jangan Baper Jika Dikritik


Setiap kali melihat tulisan "terimah kasi" atau "terimah kasih" saya selalu tergerak untuk mengingatkan penulisnya, terutama jika itu ditulis oleh anak-anak saya, siswa-siswa saya maupun sekelompok anak muda yang saya merasa memiliki ikatan emosi dengan mereka.

Bukan tanpa sebab mengapa kata yang typo itu sangat membekas dalam ingatan saya. 

Sekitar tahun 1984 saat saya masih mahasiswi di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Ujung Pandang, sekarang Universitas Negeri Makassar (UNM).  

Saat itu, saya datang menghadap kepada dosen Fisika untuk mengumpulkan tugas makalah. Baru buka halaman pertama beliau langsung mencoretnya lalu berkata “perbaiki!”

Sungguh repotnya memperbaiki makalah saat itu sebab masih menggunakan mesin tik. Akhirnya saya baca berulang-ulang lalu mengganti beberapa halaman yang serasa kurang pas.

Esoknya saya kembali menghadap kepada beliau dengan membawa revisi makalah. Pak dosen mengernyitkan alis.

"Ananda belum menemukan kesalahan makalah ini yah?"

"Isinya sudah benar, tetapi ada  penulisannya yang salah."

Lalu beliau melingkari kata “terimah kasi” di halaman kata pengantar lalu berkata, “ini saja yang salah, seharusnya ditulis “terima kasih” kata terima tidak menggunakan huruf H 

Oh alaaa… hanya gara-gara satu huruf, saya mesti membongkar makalah yang sudah dijilid kemudian kembali mengetik dari awal.

Sejak saat itu, kata terima kasih sangat melekat dalam memori saya sehingga setiap kali menemukan tulisan “terima kasih” refleks mata  fokus ke kata terima, jangan-jangan ketemu lagi nih huruf H di situ, wkwkwk.

Saya yakin kritik sebagai pembelajaran yang diberikan oleh dosen saya rahimahullah itu akan menjadi amal jariah buat beliau setiap kali saya meneruskan pembelajaran itu. 

Saya pun berharap anak-anak dan siswa-siswa saya dan siapa pun yang pernah mendapatkan pembelajaran sederhana itu bisa  diteruskan ke orang lain sehingga dapat dinilai oleh Allah Swt sebagai  amal jariah, amin.


Tentang Kritik


Dalam KBBI, kata kritik diartikan sebagai kecaman atau tanggapan, atau kupasan yang kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya. 

Dari beberapa pengertian tentang kritik di atas maka kita bisa berkesimpulan bahwa mengkritik tidak selalu buruk artinya. Karena itu terkadang kata kritik diikuti dengan kata “membangun, naskah, sastra, ekstern, intern, film, dan pedas.”

Namun, ternyata tidak semua orang senang dikritik, apalagi kalau ia merasa sudah baik dan benar. Padahal merasa baik dan benar belum tentu sudah baik atau sudah benar.

Karenanya memberi kritik kepada seseorang, baik itu karyanya, perbuatannya atau keputusan yang diambil, si pemberi kritik harus hati-hati dan memperhatikan waktu dan tempatnya juga caranya.

Sekalipun itu tujuannya baik, kita tidak boleh sembarangan dan harus selalu mendahulukan adab. Sebab, jangankan mengkritik, menasihati seseorang saja harus ada adabnya.


Kalau kata Ustaz Abdul Somad, “Kalau engkau menegur orang berdua maka saat itu engkau sedang menasihati dia, tetapi ketika engkau menegur dia di depan orang ramai, maka sesungguhnya engkau sedang mempermalukan dia.”


Kata menegur ini saya mengasosiasikannya dengan mengkritik. Kalau engkau mengkritik orang di depan orang banyak maka sesungguhnya engkau sedang mempermalukannya, kecuali di tempat yang resmi dan khusus untuk acara kritik mengkritik, seperti: acara  kritik film, kritik sastra atau kritik seni.


Lakukan Hal Ini Saat Mengkritik


Seperti yang saya tuliskan di atas, bahwa mengkritik seseorang atau mengkritik karya seseorang, haruslah dilakukan dengan cara-cara yang baik. 

Sebagaimana yang terdapat dalam QS Ali-Imran ayat 110, bahwa kritik termasuk amar makruf nahi mungkar, perintah untuk mengerjakan yang baik dan larangan mengerjakan perbuatan yang keji. 

Olehnya itu, Islam mengatur adab dan etika dalam memberi kritikan.

Pertama, lakukan dengan ikhlas. Niatkan untuk kebaikan tanpa didasari oleh kedengkian, kebencian atau berbagai tendensi tertentu. 

Niat tulus untuk memperbaiki keadaan orang yang dikritik dan menegakkan hujjah atasnya. Jauhkan dari tujuan untuk melecehkan dan atau mencari atau mencapai  posisi tertentu bagi dirinya atau kelompoknya.

Kedua, memberikan kritik disertai dengan ilmu. Kalau dalam dunia kepenulisan dikenal dengan “kritik dan saran (krisan)” maka mengkritik seseorang atau suatu kebijakan harus dilandasi dengan ilmu dan pengetahuan yang mumpuni untuk masalah yang dikritik. 

Melakukan amar makruf nahi mungkar sebaiknya oleh seseorang yang berilmu atau orang alim terhadap apa yang diperintahkan dan yang dilarang.

Ketiga, sampaikan kritikan dengan cara-cara yang baik. Lakukan dengan santun dan bersikap lemah lembut. Ucapkan atau tuliskan kalimat-kalimat yang baik yang bisa menyentuh hati yang dikritik sehingga silaturahmi tetap terjalin dengan baik.


Bagaimana petunjuk teknisnya?

Saat melakukan kritik, ingatlah beberapa hal berikut ini.


Ucapkan kata “maaf” dan “Tabik” 


Ingat, bahwa yang akan engkau sampaikan bisa jadi akan membuatnya tersinggung bahkan bisa menyakiti hatinya karena yang akan engkau sampaikan adalah tentang kekhilafannya. Dengan mengucapkan maaf dan tabik (permisi) sebelum memulai adalah langkah cerdas yang bisa mencairkan suasana.


Sebelum Mengkritik, Katakan Hal Baik Terlebih Dahulu


Penelitian menyimpulkan bahwa, pujian akan menguatkan seseorang menerima kritikan. 

Maka sampaikan hal-hal baik mengenai dirinya, apa saja pencapaiannya juga kerja kerasnya, setelah itu barulah dikritik. Jangan langsung mengkritik, karena biasanya yang dikritik akan semakin menutup hatinya.


Sampaikan Kritikan Secara Sopan dan Lembut, Tetapi Tegas 


Ini yang paling sulit, karena banyak yang tidak bisa membedakan antara sikap tegas dengan sikap keras atau kasar. Kadangkala bersikap tegas ditanggapi kasar, olehnya itu harus berhati-hati. 

Ucapkan dengan nada lembut, intonasi terjaga, dan pemilihan Bahasa yang sopan, dan yang paling penting, jangan melontarkan kata-kata sindiran. 


Jangan Membandingkan


Jangan sekali-sekali mengatakan,

 “Si Fulan bisa begitu, kenapa kamu tidak bisa?” 

Ini sama saja dengan membandingkan dengan orang lain. Hindari hal itu karena dengan membandingkan dengan orang lain akan menyebabkan yang dikritik semakin menutup diri. 

Perlu diperhatikan bahwa, orang cenderung membentengi diri saat ia dibandingkan-bandingkan dengan orang lain.


Jangan Mengkritik Tanpa Memberi Solusi


Sama dengan memberi kritik dan saran. Jika mengkritik seseorang setidaknya engkau telah menyiapkan solusi atas kritikanmu. Jangan hanya pandai mengkritik, tetapi tidak bisa memberi jalan keluar atau menunjukkan jalan perbaikan. 


Jangan Menyampaikan Kritik di depan Umum


Sama yang dinasihatkan oleh Ustaz Abdul Somad, bahwa jangan mengkritik, mengoreksi bahkan memberi nasihat kepada seseorang di depan orang banyak. Karena itu sama dengan mempermalukannya.

Sampaikan secara personal, hal ini dilakukan jika menyangkut pribadi yang dikritik, misalnya, cara berbicara, tulisan yang ditampilkan, dan sebagainya.

Namun, untuk ilmu pengetahuan apalagi tentang konsep ilmunya, maka harus secepatnya dikoreksi demi menjaga tersebarnya miskonsepsi. 


Ucapkan Terima Kasih Pada Akhir Sesi Kritik


Ucapkan saja terima kasih tanpa perlu menyampaikan alasan kenapa dan mengapa. Cukup itu saja. Setidaknya yang dikritik merasa masih dihargai, lebih kepada perasaan personal implisit.


Penutup


Manusia adalah makhluk yang paling sering melakukan kesalahan, tetapi di lain pihak, manusia juga adalak khalifah di bumi ini. Manusia bukan malaikat yang tercipta tanpa nafsu. Maka melakukan kesalahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.

Namun, kadang kita tidak bisa menemukan kesalahan diri sendiri sehingga perlu orang lain untuk menemukan kesalahan kita.

Ketika kritik itu datang maka siapkanlah mental, jangan langsung baper yang bisa berujung pada putusnya silaturahmi.

Demikian, semoga bermanfaat


Makassar, 5 Agustus 2023


Dawiah

Read More

Literasi Digital Melawan Hoaks

Tuesday, August 1, 2023



Literasi Digital Melawan Hoaks/mardanurdin.com


 Melawan Taburan Hoaks Bersama ICT Watch


Hoaks ibarat taburan pasir yang berserakan kemana-mana. Kadang keberadaannya tak disadari, seakan tak ada, nyatanya ada dan menempel di mana-mana sehingga menyelusup ke dasar otak hingga ke relung hati yang terdalam.

Jika tak pandai menelisik maka hoaks seakan kebenaran yang absolut.

Maka haruskah kita menyatu dalam pusarannya? Atau kita memang sulit membedakan antara fakta, mitos dan kebohongan? 

Tentu saja, tidak. Kita harus melawan hal itu, meski kita terpaksa seakan melawan arus. Setidaknya mampu membedakan informasi itu hoaks atau bukan.


Melawan Hoaks yang Berserak


Melawan hoaks yang berserak adalah salah satu materi yang diberikan pada kegiatan Training of Communicator (ToC) Literasi Digital dengan pendekatan Komunikasi Antar Pribadi (KAP). Acara ini diselenggarakan oleh ICT Watch bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Makassar (STIK) Prodi S1 Kebidanan pada akhir Mei lalu. 

Kegiatan yang seru dengan materi yang padat dan trainer yang asyik. Saya sangat antusias mengikuti acara itu. Di samping materinya memang bagus dan kekinian, ada pula berbagai ice breaking yang mengedukasi sekaligus menghibur. 

Salah satu materi dalam ToC dijelaskan bahwa, media sosial bisa berfungsi ganda. Bisa sebagai sumber informasi sekaligus menjadi sumber hoaks.

Betapa banyak informasi hoaks yang kita terima melalui media sosial, seperti di grup-grup whatsapp, kanal-kanal youtube dengan video yang dipotong kemudian digabung-gabungkan sehingga nampak nyata. 

Kalau tidak teliti, kita bisa saja langsung percaya, alih-alih mencari sumber aslinya banyak yang langsung membagikan linknya sehingga berita yang tidak benar itu semakin menyebar kemana-mana. Oleh karena itu sangat penting mengenali dengan baik ciri-ciri atau tanda-tanda berita hoaks.


Perhatikan Ciri-Ciri Hoaks


Ada beberapa ciri-ciri hoaks yang mesti kita ketahui agar tidak termakan hoaks dan tidak ikutan menyebar hoaks. Mari kita lihat ciri-cirinya berikut ini.


Mengaduk-aduk Perasaan


Hoaks atau berita palsu  sebenarnya tujuannya memang untuk mengaduk-aduk perasaan sehingga kita menjadi emosi dengan berbagai jenisnya, misalnya: marah, sedih, cemas, takut, deg-degan, bahkan gembira. 

Sasarannya adalah perasaan yang tidak stabil, alih-alih menggunakan akal sehat, maka berhati-hatilah dengan berita atau informasi yang tiba-tiba membuat kamu emosi, takut, khawatir atau deg-degan.

Berita hoaks bisa bikin orang gembira dan bahagia?

Mungkin ada yang penasaran, mengapa bergembira padahal berita yang didapatkan adalah hoaks.

Gembira dan bahagia yang dimaksud dalam hali ini, adalah yang bersifat semu. Hanya sesaat, setelah terbukti kalau itu hoaks maka emosi gembira berubah jadi emosi sedih, marah, menyesal, dan sebagainya. 

Siapa yang tidak gembira kalau tiba-tiba mendapatkan pesan, “nomor ponsel Anda berhasil memenangkan hadiah uang senilai Rp. 2000.000 atas keberhasilan Anda mengisi ulang pulsa hari ini.” 

Sementara Anda baru saja mengisi pulsa. Nah, pas kan? Walaupun setelah ditelusuri, ternyata itu hoaks bahkan modus penipuan bertajuk hadiah. 


Tidak Logis


Informasinya tidak dapat diterima oleh akal sehat. Terkadang berlebihan dan sangat provokatif. Seperti:

Dana APBN 800 Trilyun digarong rezim Syetan!!!

Sangat provokatif bukan?

Atau baru-baru ini terdengar berita kalau salah seorang artis Indonesia, Agnez Monika meninggal dunia karena diserang oleh orang tidak dikenal di Amerika. Padahal faktanya, artis tersebut baru saja tampil live di salah satu saluran televisi. 


Minta Diviralkan


Pernah mendapatkan pesan berantai, jika di aplikasi whatsapp terlihat  pesan diteruskan berkali-kali? Sering sekali muncul di grup-grup whatsapp bukan?

Pesan berantai (kadang dengan ancaman), maka hati-hati dengan ajakan seperti:

Ayo viralkan! Ayo beri tahu orang lain! Kalau tidak meneruskan, banyak yang akan mati!

Kalau anda meneruskan ke orang lain maka pahalanya akan berlipat ganda.”


Tidak Jelas Sumbernya


Tidak ada link sumber atau sumbernya tidak kredibel, terkadang sambil mengklaim orang/lembaga terkenal. Menyatut (menipu, mengakali) untuk menyesatkan orang, mereka mencatut nama lembaga ini itu (biasanya dari luar negeri) atau nama ahli, professor, doktor yang tidak jelas tapi dari nyatut universitas terkenal.


Tata Bahasa buruk


Nah ini yang paling banyak saya temukan. Terdapat typo di mana-mana, susunan kata berantakan dan sering pula menggunakan huruf capital atau huruf  besar semua. 

lawan hoak dengan literasi digital


Bagaimana Mengatasi Hoaks?


Lakukan Langkah ABC


Amati isinya

Amati isinya, jika membuat emosi, apakah sedih, marah deg2an maka waspada. Terutama judulnya, jika bersifat provokatif  maka itu adalah hoaks.


Baca Sampai Habis

Baca baik-baik sampai selesai, jangan langsung berkesimpulan. Jangan mudah percaya dengan judul yang bombastis atau judul clik bait.


Cek Sumber Beritanya


Jika itu adalah artikel/berita, cek sumbernya.

Jika Anda mendapatkan dan membaca sebuah berita viral di media sosial,  sebaiknya cek berita tsb di google lalu telusuri berita yang sama, maka biasanya akan  menampilkan berita-berita yang serupa sehingga kita bisa tahu berita tersebut “hoax” ataupun asli.

Jika ada gambar maka periksa gambar/foto melalui google lens. 

Menangkal hoaks dan mengedukasi orang untuk tidak gampang termakan hoaks, bisa dilakukan dengan metode komunikasi antar pribadi atau KAP.


Gunakan Metode KAP


Metode Komunikasi Antar Pribadi (KAP) merupakan metode yang digunakan dalam menangkal hoaks pada kegiatan Training of Communicator (ToC) dengan pertimbangan bahwa, alat komunikasi utama adalah orang bukan benda. Benda hanya membantu bukan menggantikan.


Metode KAP/mardanurdin.com


Ada tiga prinsip komunikasi antar pribadi, yaitu:

  1. Membangun keakraban
  2. Saling mendengarkan dan berbicara
  3. Mengunci komitmen


Membangun Keakraban


Dalam membangun keakraban, ada dua pertanyaan yang harus dijawab, yakni:

Apa saja yang bisa dilakukan untuk menciptakan keakraban?

Jika Anda bertemu dengan seseorang untuk pertama kalinya, atau sudah sering bertemu, tetapi belum akrab, maka yang bisa dilakukan agar tercipta keakraban adalah tersenyum, mengajaknya berkenalan, mengajaknya bicara, mengobrol, dan saling bertanya kabar. 

Maka lambat laun akan tercipta keakraban.

Apa yang pertama kali harus diketahui?

Jika yang ditemui adalah orang yang belum dikenal sebelumnya, maka yang pertama kali harus diketahui adalah namanya. Sebutkan terlebih dahulu nama Anda sebelum bertanya siapa nama lawan bicara Anda. 

Ingatlah, bahwa nama itu sangat penting, bukan sekadar identitas seseorang, tetapi ada harapan, doa, cita-cita, mimpi, pengalaman, dan hal lainnya.

Cobalah rasakan perbedaan jika berbicara dengan orang yang menyebutkan nama Anda dibanding berbicara yang tidak menyebutkan nama atau bahkan tidak tahu siapa nama lawan bicaranya.


Saling Mendengarkan dan Berbicara


Mendengarkan dan berbicara adalah kemampuan dasar manusia, tetapi banyak yang kurang terampil menggunakannya.

Ada yang bisa berbicara, tetapi kurang sabar mendengarkan. Ada pula yang hanya nyaman mendengarkan lawan bicaranya dibanding ikut berbicara.

Jika Anda mau mendengarkan lalu berbicara secara terbuka maka pikiran juga akan terbuka, tidak menimbulkan prasangka. Saat terjadi perbincangan maka tunjukkan kalau Anda sedang mendengarkan dengan bahasa non verbal, seperti: melakukan kontak mata, mengangguk, tersenyum dan sebagainya.


Mengunci Komitmen


Prinsip ketiga dalam komunikasi antar pribadi dalam menangkal hoaks adalah mengunci komitmen.  Bagaimana caranya? 

  1. Saat mendapatkan pesan atau informasi jangan memaksa pemberi pesan untuk berkomitmen secara eksplisit.
  2. Secara halus lakukan tiga  hal ini, yaitu: 1) ulangi pesan kunci; 2) Tanyakan kembali pesan tersebut untuk lebih meyakinkan; 3) Merinci pesan (kapan kejadiannya, di mana) untuk memastikan. 
  3. Tanyakan, "kalau terima berita, apa yang akan Anda lakukan?"
  4. Lanjutkan dengan pertanyaan tantangan, "benarkah Anda mau diam saja? Atau mau menamai dahulu emosi? Atau mau cek dahulu kebenarannya?" Hal ini dilakukan jika penerima informasi masih teguh pendiriannya untuk meneruskan informasi.
  5. Kalau bisa dibayangkan bagaimana kejadiannya nanti, maka lebih dekat ke perubahan perilaku. Misalnya diprojeksikan, "cek kemana nih? Tanya ke siapa?"


PENUTUP

Literasi Digital/mardanurdin.com

Hoaks adalah berita yang tidak benar dan cenderung bersifat fitnah. Dampaknya bagi masyarakat adalah menimbulkan kecemasan, kesedihan, dan kemarahan.

Maka setiap mendapatkan berita, informasi, maupun pesan, jangan langsung ditelan mentah-mentah apalagi langsung dibagikan.

Selalu saring dahulu, periksa baik-baik dahulu sebelum dibagikan.




Demikian, semoga bermanfaat

Makassar, 1 Agustus 2023


Dawiah

Read More