Strategi Influencer Marketing Dari IDN Creator Networking

Thursday, March 18, 2021

 



Strategi Influencer Dari  IDN Creator Networking

Suatu waktu saya minta tolong kepada putra saya untuk dibelikan mi instan dengan menyebutkan mereknya.  Ternyata yang ia beli adalah mi instan dengan merek lain, di mana merek atau brand itu merupakan brand yang sudah sangat terkenal, sehingga melekat di memorinya.

Ini menandakan bahwa brand itu sangat kuat, terkenal dan mampu mengubah pendirian konsumen yang semula mau membeli brand lain beralih ke brand yang terkenal itu.

Bagaimana caranya membangun suatu brand yang kuat, dikenal luas oleh masyarakat, unik, dan membangun identitas perusahaan?

Salah satu caranya adalah melakukan strategi influencer marketing yang menjadi kian beragam seiring bertambah masifnya penggunaan media sosial.

Yohana Sitompul selaku Digital Strategy Manager di IDN Creator Network, mengungkapkan tiga hal penting sebelum  menjalankan influencer marketing, yaitu marketing objective, target audiens, dan soft-selling.


Yohana Sitompul, Digital Strategi Manager di IDN Creator Network/ Foto: IDN Media


Mari kita pelajari  satu persatu berdasarkan penjelasan Ibu Yohana Sitompul.

 

Marketing Objective

 

Sebelum menjalankan influencer marketing, harus dipahami terlebih dahulu marketing objective atau tujuan pemasaran suatu produk. Apakah untuk awareness, coversion, promo, atau product lunch.

Setelah mengetahui tujuan pemasarannya, maka diteruskan dengan target audiens.

 

Target Audiens

 

Mengetahui target audiens adalah hal yang akan memudahkan kita menentukan platform apa yang cocok untuk suatu brand. Apakah menggunakan instagram, Twitter, TikTok, Podcast, atau yang lainnya.

Jangan terpaku hanya pada satu jenis platform saja, kita harus memantau perkembangan teknologi komunikasi.

Misalnya, beberapa waktu lalu penggunaan platform instagram sangat diminati audiens sehingga pemilik brand menggunakan platform itu untuk melakukan influencer marketing.

Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, bermunculan platform baru di mana audiens mulai melirik platform itu, seperti TikTok. Maka pemilik brand mau tidak mau harus segera menyesuaikan penggunaan platform agar tidak tertinggal dan brand masih bisa bertahan.

Hal penting lainnya yang perlu dilakukan sebelum  menjalankan influencer marketing menurut Yohana Sitompul adalah gaya konten.

 

Soft-Selling atau Hard-Selling

 

Suatu brand perlu juga memperhatikan gaya suatu konten dalam melakukan strategi pemasaran, apakah menggunakan cara hard-selling yang langsung pada kegunaan produk, keuntungan apa yang bisa didapat jika menggunakan produk tersebut atau soft-selling gaya konten yang tersamar, dan memiliki alur cerita.

Untuk hal tersebut di atas, Yohana menambahkan.

“Sekarang ini, kalau saya bilang, sih, lebih banyak yang pakai strategi soft-selling, meski ada juga yang tetap pakai strategi hard-selling. Strategi soft-selling lebih baik didukung dengan konsep honest review―kita buat seolah audiens tak tahu bahwa mereka sedang terkena wxposure branding, begitu.”

 

Bagaimana Mengukur Kesuksesan Campaign?

 

Selain number of reach dari suatu post sebagai parameter dalam campaign influencer marketing, ada juga faktor lain yang bisa digunakan dalam menilai keberhasilan suatu campaign.

Kuantitas berdasar data adalah parameter utamanya, apakah memenuhi target yang sebelumnya telah ditetapkan, bagaimana interaksi yang mungkin dihasilkan dari suatu post, bagaimana brand awareness-nya. Nantinya, insight yang kita dapat akan kita kompilasi di sebuah laporan,” Terang Yohana.

 

Ide Campaign Versi IDN Creator Network

 

IDN Creator Network termasuk sukses dalam influecer marketing, maka  tak ada salahnya kita mengintip 5 ide campaign paling happening versi IDN Creator Network.

Apa sajakah itu?

 

Hyperlocal KOL

 

Hyperlocal KOL adalah para KOL yang berada di kota-kota kecil yang tersebar di seluruh Indonesia. Melibatkan Hyperlocal KOL memiliki keuntungan lebih targeted, karena dinilai memiliki kedekatan yang lebih dengan para audiens.

 

Always On

 

Ini adalah usaha menjaga eksistensi suatu brand di mana sebuah brand akan terus menjalankan campaign secara berkelanjutan untuk suatu periode tertentu.

Misalnya, brand A, dari bulan Januari 2021 hingga Desember 2021 tap in di IDN Creator Network

 

Agile Campaign

 

Agile campaign membantu melacak platform mana yang pas digunakan dengan memperhatikan  platform mana yang sedang ramai digunakan saat campaign berlangsung.

“Contoh clubhouse. Cara ini digunakan agar brand image terbentuk dengan lebih cepat,” kata Yohana selanjutnya.

 

Nasional KOL

 

Perbedaan hyperlocal KOL dengan  National KOLadalah, hyperlocal fokus di kota-kota kecil, sedangkan Nasional KOL  di kota-kota besar. Tentu saja pemilihan KOL akan disesuaikan dengan domisili target audiensnya.

 

Vertical Domination

 

Yohana menjelaskan mengenai ide branding dari IDN Creator Network  yang diuraikan sebagai berikut.

Vertical domination merupakan ide yang lebih mengarah pada penggunaan KOL dalam jumlah yang sangat masif. Satu konten yang sama akan dibagikan oleh, misalnya, 200 KOL dalam jangka waktu sekian hari. Biasanya, ini dilakukan ketika sebuah brand sedang meluncurkan produk baru atau sedang melaksanakan campaign promo,”

 

Demikian strategi influencer marketing ala IDN Creator Networking. Bersiapkah Anda mengaplikasikannya?

Read More

Bu Leli Menggugat Serti

Friday, March 12, 2021

 

Bu Leli Menggugat Serti






Semenjak Leli memberi pizza dengan taburan cabe bubuk kepada Bu Kur, ia tidak berani lagi masuk ke ruangan kurikulum. Sekalipun Bu Kur sudah memaafkannya, tetapi rasa bersalahnya tak bisa ia tutup-tutupi.

Bayangkan saja, seharian itu Bu Kur tidak masuk kelas mengajar akibat bibirnya yang dower, bukan hanya dower, air mata Bu Kur tak berhenti-henti keluar karena bibirnya terasa panas dan nyeri.

Bu Kur memaafkan kekhilafannya karena pengakuan Leli bahwa ia tidak tahu soal alerginya terhadap cabe. Padahal sebenarnya Leli tahu dan sengaja menaburi bubuk cabe di atas pizza yang berujung insiden bibir dower itu.

“Leli, kita ke ruangan kurikulum yuk, ada daftar hadir yang mau ditandatangani.” Fatma menggamit lengan Leli.

“Bisa diwakilikah?” Leli menepis halus tangan Fatma.

“Aiiis, mana bisa tanda tangan diwakili. Ini laporan kehadiran yang mau dibawa Bu Kur ke kantor walikota.” Ima berdiri dari kursinya sambil menyikut lengan Leli.

“Kamu masih merasa bersalah sama Bu Kur ya?” Fatma menatapnya prihatin.

“Kenapa merasa bersalah terus, kan kamu tidak tahu kalau Bu Kur alergi cabe.” Ima mengedipkan matanya menggoda Leli.

“Tetapi, kenapa ada pizza taburannya cabe bubuk ya?” Fatma bingung.

“Ah, sudahlah, berhenti bahas masalah itu. Leli tambah merasa bersalah.” Ima menyenggol lengan Fatma.

“Kalian duluan saja, sebentar saya menyusul.” Leli memotong pembicaraan kedua temannya itu.

“Yah, sudah. Kami duluan. Mau kutitipkan salam sayang kepada Bu Kur?” Ima menggoda Leli sebelum berlalu.

“Ha-ha-ha  mana berani dia?” Fatma terbahak.

Leli hanya cemberut sembari menatap punggung mereka.

 

Tak lama seorang pengatar paket masuk ke ruangan guru.

“Permisi, atas nama Bu Leli Arianti ada?”

“Saya Pak.” Leli berdiri menyambut  pengantar paket.

“Ini pesanan Ibu.” Sang pengantar paket menyodorkan paket makanan dengan sopan.

“Terima kasih. Bayarnya pakai saldo yang di aplikasi ya Pak” Leli menerima paket.

“Iya Bu, terima kasih.”

Perlahan Leli membuka paket itu. Aroma kue bolu menyeruak.

Semoga Bu Kur suka.” Suara hati Leli penuh harapan.

 

Siang itu Leli pulang sambil bersenandung. Hatinya lega sekaligus bahagia. Kue bolu yang dipesannya telah diterima dengan baik oleh Bu Kur.

“Saya kira pizza.” Bu Kur berseloroh, menggoda Leli.

“Aaah Ibu, saya minta maaf, waktu itu saya tidak tahu kalau Ibu alergi cabe.” Leli tersenyum jengah.

“Jangan diambil hati, saya cuma bercanda Bu Leli.” Bu Kur tersenyum.

Hm, cantik juga Bu Kur kalau sedang gembira. Beda kalau sedang marah, mukanya berubah seperti harimau. Aups, apa yang saya pikirkan ini.”  Leli menegur suara dari dalam hatinya.

Bukan maksud Leli menyogok Bu Kur dengan kue bolu, tetapi lebih kepada menebus kesalahannya. Biarlah rahasia tentang ketidaktahuannya soal alergi cabe itu  tersimpan aman di kalbunya.

Tidak semua hal mesti diungkap kebenarannya demi mendapatkan kata maaf. Kadang merahasiakan suatu keburukan jauh lebih baik agar hubungan dua orang manusia bisa harmonis.

Pura-pura saja tidak tahu atau sekalian melupakannya, karena melupakan hal buruk adalah anugrah yang tidak semua orang mendapatkannya.

Itulah yang diharapkan Leli juga Bu Kur.

 

Malam itu Leli menyiapkan makan malam sambil bersenandung.

“Bahagia sekali nampaknya, Dik.Tanda-tanda mau dapat rezeki ya?” Arya tersenyum melihat istrinya.

“Melihat kakak tersenyum dan sehat, itu rezeki berlimpah buat saya.” Leli membalas perkataan suaminya dengan melirik mesra.

“Apalagi kalau dapat amplop coklat kan?” Arya menggoda sambil menaruh amplop di atas meja.

“Masyaallah, sertifikasi kakak sudah cair?” Leli berseru dengan mata bersinar.

“Alhamdulillah.”

“Kebetulan sekali Kak, Pak Iwan sudah tiga kali mengirim surat cinta, hi-hi-hi.” Leli berseloroh menggoda suaminya.

“Ah, Pak Iwan tahu saja kalau si serti sudah datang, pasti surat cintanya langsung melayang. Untung bukan saya yang dikirimi surat cinta, ha-ha-ha.” Arya tergelak. Leli mencibir.

“Menyesal dulu waktu mau ambil kredit mobil pakai KTP dan nomor handpone saya. Sudah ah, kita makan dulu.” Leli menyodorkan piring.

Mereka menikmati makan malam dengan gembira. Sesekali diselingi dengan bercanda. Pasangan muda yang belum genap setahun menikah  itu menikmati masa-masa pacarannya.

 

Setelah dapur bersih. Leli meraih amplop coklat yang sedari tadi menggodanya. Ia membawa amplop itu bersama segelas air putih untuk Arya ke dalam kamar tidur mereka.

Amplop coklat dibuka perlahan oleh Leli. Arya mengamati dengan saksama sambil membatin. “Semoga Leli tidak mempersoalkan lagi potongan yang tadi pagi ia setorkan ke Pak Isman.”

“Lah, ini kurang Rp.300.000 ya Kak?”

Deg!

Hati Arya berdegup. Hati-hati ia menjawab.

“Setoran periode ini bertambah Dik.”

“Setoran kepada siapa, untuk apa Kak?” Sekuat hati Leli menahan kegusarannya.

“Ini kan hal yang sudah sering terjadi Dik, masa dipertanyakan lagi.” Arya mengusap lengan istrinya.

“Itu dia yang bikin saya tidak habis pikir Kak. Di sekolah saya, tidak pernah melihat atau mendengar adanya potongan sertifikasi yang berkedok setoran untuk sumbangan atau apalah itu.”

“Setiap sekolah kan beda-beda kebijakannya.” Arya masih mengusap lengan istrinya.

“Iya, kalau menyumbang untuk teman yang sedang kena musibah, atau sekedar memberi sedikit ucapan terima kasih kepada yang mengurusi surat-surat, itu biasa, dan saya yakin, kita ikhlas.” Leli menghela napas.

“Lah, di sekolah Kakak ini, langsung ditentukan sekian jumlah yang harus disetor setiap cair sertifikasinya guru. Terus yang terima itu siapa saja, dan berapa saja yang dibagikan?” Leli tak dapat lagi menahan kedongkolannya.

Arya hanya bisa diam. Bagaimanapun ia harus melakukan itu. Menyerahkan sejumlah uang kepada Pak Isman, guru yang bertugas mengumpulkan setoran.

Katanya, uang itu akan dibagi-bagikan kepada orang-orang yang telah mengurusi sertifikasi hingga sertifikasinya bisa cair dengan lancar.

Entahlah.

Sebenarnya sudah ada beberapa orang guru di sekolahnya yang pernah protes atau sekedar mempertanyakan, tetapi suara-suara itu hilang ditelan angin. Ditenggelamkan oleh suara yang lebih nyaring dan riuh.

Jika berada di lingkungan yang mayoritas menyetujui suatu keputusan, maka suara-suara sesumbang apapun akan menguap dengan sendirinya. Bahkan orang yang bersuara apalagi memprotes akan dianggap sebagai orang yang tidak peduli, syukur-syukur kalau tidak dicap guru pelit.

Begitulah.

Leli tahu hal itu, tetapi Leli tetap saja gusar, padahal kejadian seperti itu sudah menjadi kebiasaan lama di sekolah suaminya. Barangkali sudah ada sejak sekolah itu berdiri.

Arya merangkul istrinya, “kita ikhlaskan saja ya Dik, insyaallah rezeki kita akan ditambah oleh Allah Swt.”

“Entahlah Kak, saya tidak yakin bisa ikhlas.” Leli tersenyum sangsi.

“Saya yakin, teman-teman kakak ada juga yang punya perasaan seperti saya.” Leli menghela napas.

“Jangan berprasangka buruk Dik. Siapa tahu hanya kita yang kurang ikhlas. Eh, bukan kita, tetapi Dik Leli saja.” Leli memonyongkan bibirnya, gemas mendengar kalimat terakhir.

“Masalahnya, pembayaran kredit mobil kita kurang Kak!” Leli mencubit perut suaminya.

“Auh … Sakit Dik!” Arya meremas tangan istrinya.

“Ya sudaah, ambil saja tabungan untuk anak kita. Kabar kedatangannya kan belum pasti, tuh ia gugur lagi.” Arya menggoda istrinya.

Leli cemberut lagi dan refleks memegang perutnya.

Pembicaraan soal setoran sertifikasi malam itu berakhir dengan damai. Leli berusaha melupakan gugatannya kepada si serti, eh sekolah suaminya.

Ia paham itu bukan kebijakan sekolah, melainkan aturan yang tak punya dasar yang dilakukan oleh oknum. Sayangnya, oknum itu banyak dan mereka kompak.

Suaminya bisa apa. Hanya guru biasa yang tak punya jabatan, apalagi hanya guru baru di sekolah itu.

Krik … krik … krik …. gugatan Bu Leli menjadi uap tanpa disublim.

 

Catatan:

Jika ada nama, tempat, dan kejadian yang sama dalam tulisan ini, maka itu hanya faktor kebetulan saja.


Baca juga cerita guru berikut.

Tentang penerimaan siswa baru di sini

Catatan Hari Guru di sini

Tentang perjuangan guru mengajar daring di sini


Read More

Sepotong Pizza dari Bu Leli

Friday, March 5, 2021

 


 

Leli memasuki ruang guru dengan senyum semringah.

"Assalamualaikum, hai bapak  ibu guru! Permisiii, orang cantik mau lewat."

Sontak guru-guru yang sedang istirahat  berbalik ke arah sumber suara. Mereka tersenyum demi mendengar candaan  Leli.

"Mari, Ibu cantik, babang tamvan mempersilahkan." Pak Muh berdiri lalu  membungkuk.

Ruangan guru seluas 70 meter persegi itu menjadi riuh. Para guru yang sedang istirahat tertawa. 

Kehadiran Leli  menebarkan keceriaan. Candaannya selalu renyah.

Perempuan cantik yang baru saja merayakan ulang tahun yang ke -30 itu selalu bisa menciptakan suasana hening  berubah menjadi ramai. Ditambah Pak Muh yang 6 bulan lagi akan memasuki masa pensiun itu yang bisa menimpali candaan  Leli.

"Tambah ceria saja nih Ibu Leli, pasti lagi dapat rezeki berlimpah." Fatma tersenyum penuh arti.

"Adakah?  Ada dong, adalaaah." Ima menimpali.

"Ada sayang, adaaa..." Leli balas bercanda sambil berjalan menuju  mejanya.

"Hm, saya tidak marah bu Leli, kalau ditraktir pizza." Fatma menyahut sambil mengedipkan mata ke arah Risna.

"Habis mengajar kita pulang bareng, pssst ... kita berempat saja ya." Bisik bu Leli ke arah ketiga rekannya itu.

"Kenapa hanya berempat? Saya tidak diajak nih?" Rupanya pak  Muh mendengar bisikan Leli.

"Maafkan Pak Muh, mobilku hanya muat tiga orang." Leli mengatupkan kedua tangannya.

"Lagian Pak Muh kan laki-laki, sendiri pula di tengah “gadis-gadis” manis ini.” Seloroh Leli.

“Apakah bapak tidak takut berada dalam sarang penyamun?" Ima menutup.mulut menahan tawanya.

"Ah, kalian ada-ada saja. Mana ada perempuan muda yang sudi memperebutkan guru calon pensiun ini. Baiklah ibu-ibu, saya ucapkan selamat bersenang-senang ya." 

Pak Muh membalas candaan guru-guru muda itu sembari  berlalu.

“Maafkan ya Pak Muh!” Seru Leli.

Pak Muh melambaikan tangan, “Tak masalah.”

 

Ah, kalian guru kontrak yang selalu memberi warna berbeda di sekolah ini, selalu ceria seakan tiada beban.” Pak Muh bergumam.

 

Leli Arianti, guru bahasa Indonesia itu sudah cukup lama menjadi guru kontrak di sekolah  yang cukup populer di kota Makassar. 

Sekalipun hanya guru kontrak, ia tak pernah kehabisan uang. Setidaknya itu yang terlihat dari penampilannya. Tampil menawan dengan busana yang serasi,

Satu lagi, ia satu-satunya guru kontrak di sekolah itu yang membawa mobil pribadi.  Guru kontrak lainnya cukup bahagia menggunakan sepeda motor ke sekolah. Bahkan ada yang masih menggunakan pete-pete.

Suami Leli adalah guru juga, mengajar di sekolah lain dan sudah berstatus ASN  bersertifikasi pula. Cukup keren di mata ketiga guru kontrak temannya itu.  Tambah keren lagi, mereka selalu ditraktir oleh Leli setiap kali sertifikasi suaminya  cair.


Matahari terik membungkus siang. Keempat ibu guru itu telah berada di atas mobil yang disopiri Leli menuju  Pertokoan Ramayana. Seperti yang dijanjikan Leli tadi pagi, mereka akan makan di Pizza Hut Restoran Ramayana.  

Cukup lama mereka berada di restoran itu. Makan sambil bercanda, menertawakan guru-guru ASN di sekolah mereka.

“Eh, kalian suka sebal ndak sama si Ibu Kur itu? Sedikit-sedikit kasi perintah di wag.” Risna bicara sambil menyeruput lime juice.

“Ih, sebal sekali. Dia itu melampau kepala sekolah. Seakan-akan kebijakan berasal dari dia.” Fatma menimpali sambil sibuk mengunyah pizza American favoritnya.

“Untungnya, kita tidak pernah disenggol kan ya?” kata Ima.

“Siapa bilang? Saya pernah disemprot gara-gara telat kumpul perangkat pembelajaran.” Sergah Leli.

“Lah, itu memang kesalahan kamu sayaaang.” Fatma menepuk-nepuk pipi Leli.

Leli cemberut. Tangannya mengambil potongan pizza dan digigitnya dengan kasar.

Aum …. aum … aum ….

“Ini pizza enak kali ya, kalau dipakai untuk sumpal  mulutnya si ibu itu.”

Mereka terbahak melihat tingkah Leli sembari membayangkan potongan besar pizza tersumpal di mulut ibu yang mereka bicarakan.

 

Menjelang magrib, mereka beranjak dari restoran. 

“Terima kasih Bu Leli, kami pulang duluan ya. Tuh driver online kami sudah datang.” Ibu Ima dan Bu Fatma melambaikan tangan.

“Bu Risna ikut di mobil saya saja, rumah kita kan searah.” Bu Leli menggandeng lengan Ibu Risna.

"Terima kasih Bu, saya menumpang di mobil Ibu. Terima kasih juga  sudah ditraktir." Risna mengatupkan kedua tangannya.

"Halaaah, kamu itu tidak menikmati  traktiran saya, cuma sibuk minum, tidak makan."  Ibu Leli mengibaskan tangannya.

"Maafkan Bu, lidah saya belum bisa move on dari  makanan kampung hi-hi-hi." Bu Risna menutup mulutnya menahan tawa.

Ia teringat kejadian tadi di restoran.  Bu Risna mencicipi chicken sausage spaghetti dan itu sukses membuatnya mual.  Selanjutnya ia hanya sibuk minum lime juice.

“Padahal itu hanya pasta sosis ayam Bu Ris.” Bu Leli ikut  tersenyum geli membayangkan muka Bu Risna yang merah menahan mual.

 

***********

Azan magrib terdengar syahdu mengiringi gerakan tangan Leli yang lincah memutar kemudi  mobil saat memasuki pintu gerbang rumahnya. Ia bunyikan klakson demi melihat suaminya yang telah rapi dengan baju kokonya.

“Saya ke masjid ya Dik, parkir mobilnya yang benar.” Seru Arya suaminya.

“Siap Pak Bos!”

Usai bersihkan badan dan salat magrib, Leli beranjak ke dapur. Pizza yang tadi dibeli untuk suaminya sudah dingin.

Tak lama, terdengar langkah halus suaminya.

“Assalamualaikum!”

“Waalaikumsalam, saya di dapur kak.” Balas Leli.

“Kenapa beli pizza lagi Dik, kamu kan tahu saya tidak suka makan pizza. Coba beli ayam goreng saja.” Arya, suami Leli menggumam kecewa.

“Ini tidak dibeli khusus Kak, pizza ini punyanya Risna.”

“Kenapa dibawa pulang?” Kening Arya berkerut.

“Ia tidak suka makan pizza, sama kayak Kak Arya.” Leli menyimpan pizza itu ke dalam lemari.

Dia berencana memanasi pizza itu besok pagi dan membawanya ke sekolah. Ide nakal tiba-tiba muncul di kepalanya

“Kalau tidak suka pizza, kenapa dia ikut-ikutan ke restoran itu.” Arya masih sedikit kesal. Membayangkan pizza yang dibeli mahal-mahal tetapi tidak dimakan.

“Itu pertama kalinya ke restoran pizza, katanya mau coba juga. Eh, ternyata lidahnya tidak cocok.” Leli menenangkan kegusaran suaminya.

 

Masih jam 05.30, Leli dan Arya sudah rapi dalam busana kantor masing-masing.

“Dik, hari ini jam ngajarku  full , terus mau ke rumah ibu mau antar beliau ke dokter.”

“Berarti kakak yang pakai mobil? Baik, kak saya pakai motor ke sekolah.” Leli membayangkan teriknya matahari saat pulang nanti.

“Iya Dik, tidak apa-apa kan, sesekali menikmati sinar matahari.” Arya mencoba menghibur istrinya. Ia tahu, betapa takutnya Leli dengan sinar matahari, takut kulitnya menjadi kusam.

“Yaah, mau apalagi, ibu lebih membutuhkan mobil. Masa iya pesan ojek online sementara anak kesayangannya punya mobil pribadi, iya kan sayang.” Leli mengecup lengan suaminya.

Leli meraih kunci motor. Ia harus cepat-cepat berangkat sebelum matahari pagi menerpa kulit putihnya.

“Saya duluan ya Kak!” Leli melambai sebelum motor itu melaju kencang menerobos pagi.

 

Tidak sampai 20 menit, motor Leli sudah tiba di depan pintu gerbang sekolah. Halaman sekolah masih lengang, tetapi kendaraan guru-guru yang mengajar jam pertama sudah terparkir rapi.  

Tak terkecuali mobil ibu Kur.

Leli berjalan santai menuju ruang Kurikulum sambil menenteng kotak pizza.

“Assalamualaikum!” Leli menyapa penghuni ruangan kurikulum.  

“Waalaikumsalam, tumben Bu Leli tidak telat.” Bu Kur menjawab salamnya, tidak lupa dengan kalimat ajaibnya yang bikin Leli kesal.

“Ahaa, saya tidak mengajar jam pertama Bu, jam ngajarku nanti jam ketiga.” Leli mengibaskan tangannya.

“Saya hanya mau kasi ini ke Ibu, mumpung masih hangat. Enak ini dimakan sambil ngeteh.” Leli menyimpan kotak pizza di atas meja bu Kur.

Demi melihat kotak pizza itu, mata bu Kur bersinar.

“Makanan kesukaan Ibu Kur itu, Bu Leli.” Pak Muh yang baru saja masuk ke ruangan menyahut. Ia sedang menempelkan jempolnya pada mesin fingerprint.

“Ih, Pak Muh tahu saja kesukaan saya.” Bu Kur tersenyum semringah.

“Terima kasih ya Bu Leli.”

“Sama-sama Bu. Saya pamit ke ruang guru.” Leli mengangguk dengan senyum penuh misteri.

 

“Satu … dua … tiga … em …” Leli menghitung dalam hati.


Bu Leliiii, kenapa tidak bilang kalau pizza ini pedas!!!” Suara menggelegar terdengar nyaring dari ruang kurikulum.

Leli mempercepat langkahnya, pura-pura tidak mendengar suara itu.

Ia tersenyum puas. “Hm, sebentar lagi bibir Bu Kur akan dower akibat alergi cabe”

Rencananya berhasil. 


Baca juga cerita guru berikut. 

Menjadi operator  

Di sini Kisah Dimulai   

Covid-19 Melanda


 

 

 

Read More

MAPPETTUADA

Monday, March 1, 2021

 

mardanurdin.com




Bukan tanpa sebab, saya dan suami memilih bulan Februari untuk melaksanakan acara mappettuada buat putra ketiga kami, bukan pula karena ikut-ikutan merayakan valentine, melainkan karena bulan Februari adalah bulan penuh berkah buat keluarga kami.

Bulan Februari, tepatnya tanggal 14 adalah tanggal pernikahan saya 31 tahun lalu. Selain itu, bulan Februari tanggal 17 adalah tanggal kelahiran putra ketiga kami 26 tahun lalu.

Jadi selain mappettuada, saya dan suami bisa dikatakan merayakan juga ulang tahun pernikahan kami yang ke-31 tahun, sekaligus memperingati milad putra ketiga, si calon pengantin yang ke-26 tahun.

Maka semakin sempurnalah alasan kami memilih bulan itu untuk mengadakan acara mappettuada.

Walau tak ada perayaan seperti orang-orang berupa tiup lilin, saling memberi hadiah, atau diberi bunga, tetapi kebahagiaan kami tak berkurang sedikitpun.

Cukup saling melirik sembari berbisik-bisik.


Ma14 Februari 31 tahun lalu, kita sudah aqad nikah, sementara Uci baru mappettuada pada tanggal yang sama.”

“Nda apa-apa Pa, kan mappettuada juga bagian dari acara pernikahan.”

"Bahagia sekaliki dulu Ma, waktu Amma datang melamar?"

"Tantumi, tidak ada itu gadis yang tidak bahagia kalau dilamar oleh orang yang dicintainya."

Jihaaa .... ha-ha-ha ...

 


Mengenal Prosesi Perkawinan Adat Bugis Sulawesi Selatan

 

Mappettuada adalah salah satu prosesi adat perkawinan suku Bugis yang didahului dengan beberapa tahapan, yaitu: mammanu-manu dan madduta.

Masyarakat Bugis mengenal beberapa sinonim kata mammanu’manu, yaitu: mabbaja laleng, mattiro, dan mappese-pese.

Mammanu-manu biasanya dilakukan secara diam-diam oleh keluarga dan calon mempelai laki-laki.

Tujuannya  untuk mengenal lebih dekat gadis yang akan dipinang juga keluarga si gadis. Kenapa dilakukan diam-diam?

Konon katanya, agar tidak ada dusta di antara mereka. Keluarga gadis dan si gadis itu sendiri tidak bisa pura-pura baik, pura-pura kaya, dan pura-pura lainnya. 

Kan, mereka tidak tahu kalau sedang di-manu-manui. Wallahualam.

Setelah calon mempelai laki-laki dan keluarganya mengetahui keadaan keluarga si-gadis dan menerima keadaan si gadis dan keluarganya, maka dilaksanakanlah proses selanjutnya, yaitu  madduta atau massuro.

Massuro artinya meminang di mana keluarga dari pihak laki-laki datang ke rumah gadis untuk meminang. 

Hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses massuro adalah besarnya uang belanja atau doi menre (bahasa Bugis) atau doe panaik (bahasa Makassar) dan mahar.

Seiring dengan perkembangan zaman, mammanu-manu sudah jarang dilakukan karena pada umumnya, kedua calon pengantin sudah saling mengenal. 

Bahkan keluarga masing-masing juga sudah saling mengenal, sekalipun tidak ada hubungan keluarga.

 


Tentang  Mappettuada


 

Rangkaian acara setelah madduta atau massuro adalah mappettuada. 

Mappettu = memutuskan dan Ada = kata, maka mappettuada dapat didefinisikan sebagai acara musyawarah untuk bermufakat yang berlangsung di rumah kediaman calon mempelai perempuan.

Pada acara mappettuada, kedua belah pihak, keluarga laki-laki dan keluarga perempuan memusyawarahkan beberapa hal, antara lain:

  • Jenis dan jumlah sompa atau sunrang, yaitu mahar atau mas kawin.
  • Penentuan waktu pelaksanaan aqad nikah.
  • Permintaan erang-erang atau leko’, yaitu seserahan untuk calon pengantin perempuan.
  • Kesepakatan dalam accatakeng. Accatakeng artinya biaya pencatatan atau pendaftaran nikah di KUA
  • Penentuan busana pengantin, tentang warna maupun modelnya (pakaian adat atau pakaian nasional).
  • Penentuan waktu dan teknik yang akan digunakan saat mapparola, yaitu kegiatan setelah aqad nikah berupa mengantar pengantin perempuan bersama pengantin laki-laki ke rumah pengantin laki-laki.
  • Dan lain-lain yang berhubungan dengan acara aqad nikah dan pesta pernikahan.

Tak kalah pentingnya pada saat acara mappettuada adalah penyerahan uang panaik yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan saat acara massuro atau maddatu. 

Selain itu, pihak laki-laki juga menyerahkan pattenre’ atau passio (bahasa Bugis = pengikat) berupa cincin.

Dahulu, acara mappettuada tidak dihadiri oleh orang tua kandung calon mempelai laki-laki dan calon pengantin laki-laki. Biasanya hanya diwakili oleh keluarga terdekat saja, seperti om, tante, atau saudara.

Calon pengantin perempuan juga tidak dimunculkan di depan tamu-tamu. Sehingga keluarga pihak laki-laki menjadi penasaran, dan menanti-nanti acara nikah untuk melihat wajah pengantin perempuan.

Seiring waktu, acara mappettuada berkembang dan mengalami perubahan yang cukup signifikan, karena beberapa orang  memodifikasinya menjadi semacam acara pertunangan modern.

Sehingga kedua calon pengantin dihadirkan di depan keluarga lalu mereka bertukar cincin sebagai tanda kalau mereka telah saling mengikat  janji atau bertunangan.


Adapun acara mappettuada untuk putra ketiga saya kemarin hanya mengambil sebagian dari kreativitas acara tersebut, karena putra saya tidak hadir dan saya yang mewakili dia, memasangkan cincin ke jari manis sang kekasih sebagai tanda pengikat pada  acara mappettuada.

mardanurdin.com


Walaupun acara mappettuada sudah dimodifikasi sedemikian rupa, tetapi ciri khas yang menyertai mappettuada tidak boleh dihilangkan begitu saja, agar kekhasan dan nuansa kedaerahannya masih ada sebagai warisan dari leluhur kita.

 

Mappettuada, Tak Selalu dan Mesti Dilakukan

 

Ya, acara mappettuada tak selamanya dilaksanakan pada rangkaian pesta pernikahan.

Ada yang memilih mengantar uang panaik bersamaan waktunya aqad nikah, tergantung kesepakatan keluarga.  

Sebagian masyarakat memusyawarakan uang panaik, tanggal aqad, dan sebagainya pada saat lamaran berlangsung.

Demikian, semoga menambah wawasan sahabat tentang prosesi adat pernikahan warisan budaya masyarakat Sulawesi Selatan umumnya dan suku Bugis khususnya.

Read More