BIMTEK GPK; Mengenal Konsep Pendidikan Inklusi

Sunday, November 8, 2020

 

Pada akhir September hingga awal Oktober tahun 2020, saya mengikuti Bimbingan Teknik (Bimtek) untuk Guru Pembimbing Khusus (GPK) bagi sekolah inklusi. Cerita saat  pembukaan kegiatan tersebut,  saya tuliskan di blog ini, silahkan baca di sini. 

Pada sesi acara pembukaan dijelaskan bahwa Bimtek  GPK saat itu adalah masih tahap pemahaman. Akan ada tahap selanjutnya yang dijadwalkan pada tahun 2021. Semoga masih diberi umur dan sehat sehingga bisa mengikuti bimtek selanjutnya. 

Dijelaskan bahwa untuk menjadi guru pembimbing khusus  di sekolah inklusi, sedikitnya harus mengetahui empat hal, yakni:

  1. Hakikat pendidikan inklusi
  2. Pengertian dan Tujuan Pendidikan Inklusi
  3. Landasan Pendidikan Inklusi
  4. Prinsip Pendidikan Inklusi

 



Pendahuluan; Mengenal Konsep Pendidikan Inklusi

 

Kehadiran sekolah inklusi dengan guru-guru pembimbing khusus yang berasal dari guru di sekolah itu sendiri merupakan kabar baik buat orang tua yang memiliki anak yang luar biasa, anak berkebutuhan khusus. 

Demikian pula peserta didik berkebutuhan khusus, mereka memiliki harapan untuk bisa bersosialisasi dengan  baik dan sehat dengan temannya, tanpa khawatir akan mengalami perundungan.

Walaupun pendidikan inklusi sangat erat kaitannya dengan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus, tapi tidak bisa didefinisikan bahwa pendidikan inklusi sebagai nama lain untuk pendidikan kebutuhan khusus (Stubbs dalam Depdiknas, 2007:23).

Mengapa demikian? Kita bahas satu persatu yuk!

 

Pengertian Pendidikan Inklusi

 

Disebutkan kalau pendidikan inklusi tak bisa didefinisikan sebagai nama lain untuk pendidikan kebutuhan khusus karena pendidikan inklusi menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mengidentifikasi dan mencoba memecahkan kesulitan yang muncul di sekolah.

Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi

 

Hakikat Pendidikan Inklusi

 

Pemerintah bukannya tidak memedulikan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, hal ini terbukti adanya kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam undang-undang dan berbagai peraturan pemerintah.

Misalnya, Undang-Undang RI No 25 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Di mana dalam undang-undang tersebut, pemerintah menjamin hak bagi setiap anak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran tanpa kecuali.

Demikian pula Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa salah satu prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Lebih detail lagi termaktub dalam Bab IV Pasal 5 (2), warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.

Namun, sistem pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus saat itu masih menggunakan sistem segregasi.  Sistem segregasi tidaklah buruk, namun merugikan dari sudut pandang anak berkebutuhan khusus yang bersekolah.

Pembelajaran model segregasi adalah anak berkebutuhan khusus  ditempatkan di sekolah-sekolah khusus yang terpisah dari sekolah reguler. Mereka disatukan dengan temannya yang  memiliki kebutuhan khusus yang sama, sehingga mereka hanya bertemu dan belajar bersama dengan orang yang memiliki hambatan yang sama.

Misalnya anak yang bersekolah di Sekolah Luar Biasa (SLB)  Tunarungu, maka sehari-hari mereka hanya bertemu dan bersosialisasi dengan sesamanya tunarungu.

Pendidikan model Segregasi tidak menjamin kesempatan anak berkebutuhan khusus mengembangkan potensinya secara optimal, karena kurikulum dirancang berbeda dengan kurikulum sekolah biasa.

Anak-anak yang luar biasa itu yang bersekolah di sekolah khusus atau model segregasi akan minim interaksi sosial. Mereka akan menjadi rendah diri, merasa dikucilkan karena tidak bisa berinteraksi dan bergaul dengan teman sebayanya dengan latar belakang yang berbeda.  

Tentu saja hal ini menambah rasa kurang percaya dirinya serta dapat membatasi perkembangan mereka lebih lanjut.

Bahkan secara filosofis model segregasi tidak logis. Di mana seharusnya anak berkebutuhan khusus disiapkan agar dapat berintegrasi dengan masyarakat pada umumnya, tetapi sebaliknya justru dipisahkan dengan masyarakat pada umumnya. (Reynolds dan Birch, 1988).

Selain itu, Pembelajaran anak berkebutuhan khusus model segregasi relatif mahal dan biasanya hanya ada di kota besar. Akibatnya, anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari kota merasa kesulitan menjangkau sekolah tersebut, apalagi bagi anak berkebutuhan khusus dari keluarga tak mampu.

Hal-hal inilah yang mendasari munculnya pendidikan Inklusi melalui kebijakan pemerintah tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Bermula dari Deklarasi Bandung “Indonesia menuju pendidikan inklusi pada tahun 2004, kemudian disusul dengan PP No 19 Tahun 2005 Pasal 41 (1) Setiap satuan pendidikan yang melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik dengan kebutuhan khusus.

Lalu tahun 2008, kebijakan pemerintah terhadap pendidikan inklusi termaktub dalan Permendikns No 32  tahun 2008 tentang stadar Kualifikasi dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus, yakni pada Pasal 1 (1) dijelaskan bahwa, guru pendidikan khusus adalah tenaga profesional. (2) Guru pendidikan khusus adalah tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi akademik, kompetensi, dan sertifikasi pendidik bagi peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial dan/atau potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada satuan pendidikan khusus, satuan pendidikan umum, dan/atau satuan pendidikan kejuruan.

Perjalanan panjang kebijakan pemerintah RI tentang pendidikan inklusi ini akhirnya secara pelan namun pasti disambut dengan baik oleh seluruh masyarakat Indonesia. 

Orang tua yang memiliki anak berkebutuhan khusus tidak lagi memaksakan anaknya masuk ke sekolah luar biasa, kecuali bagi anak yang masuk dalam kategori butuh penanganan khusus oleh ahlinya.  

Hakikatnya, pendidikan inklusi merupakan kegiatan mengajar anak dengan kebutuhan khusus pada kelas reguler. Anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya atau reguler guna mengoptimalkan potensi yang mereka miliki,

 

Pengertian dan Tujuan Pendidikan Inklusi

 

Definisi pendidikan inklusi dirumuskan sejak dalam Seminar Agra pada tahun 1998 yang disetujui oleh 55 peserta dari 23 negara.

Kemudian pada bulan Maret tahun 1990 di Thailand dicetuskan Deklarasi Dunia Jomtien tentang Education For All (EFA) yang dikumandangkan UNESCO. Pernyataan dalam deklarasi dunia Jomtien itu mengindikasikan pentingnya menjamin kelompok marginal mendapatkan akses ke pendidikan dalam sistem pendidikan umum, termasuk anak berkebutuhan khusus.

Maka dapat disimpulkan bahwa  pendidikan inklusi merupakan  sistem penyelenggaraan Pendidikan yang memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa diskriminasi.

 

Tujuan Pendidikan Inklusi

 

Secara garis besar ada dua tujuan utama pendidikan inklusi, yakni:

  1. Memberi kesempatan seluas-luasanya kepada semua anak tanpa kecuali untuk memperoleh pendidikan yang layak sesuai kodisi anak
  2. Menciptakan pendidikan tanpa diskriminasi serta menghargai keberagamanan dan pembelajaran yang ramah anak

 

Landasan Pendidikan Inklusi
 

Perlu diketahui bahwa kebijakan implementasi pendidikan inklusi memiliki landasan yang kuat, yakni landasan filosofis, landasan yuridis, dan landasan empiris (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011).


Apa landasan filosofinya?


Tidak lain dan  tak bukan adalah dasar negara kita, yaitu Pancasila.

Bukankah kelima sila dalam dasar negara kita menuntun rakyat Indonesia untuk meyakini Tuhan yang Maha Esa, memanusiakan manusia secara  adil dan beradab, memupuk persatuan, dan berhikmat dengan bijaksanaan dan terakhir adil bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lebih mendasar lagi, kita memiliki semboyan negara yaitu Bhineka Tunggal Ika, Semangat kebhinekaan itulah yang harus dimiliki sehingga kelemahan dan keunggulan tidak memisahkan anak yang satu dengan yang lainnya

 

Landasan Yuridis

 

Ada beberapa perangkat yang menjadi landasan yuridis pendidikan inklusi,

  1. UUD Amandemen 1945, Pasal 31 ayat 1 dan 2
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002   tentang Perlindungan Anak, tercatat dalam beberapa pasal.
  3. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003  tentang sistem pendidikan nasional Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 11 ayat (1) dan (2). Secara jelas dan nyata dinyatakan dalam Pasal 32 ayat (1), “Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena hambatan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.” 
  4. Bahkan dalam Pasal 15 alinea terakhir  dijelaskan bahwa “Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.” 


Landasan Empiris

 

Berdasarkan hasil penelitian terhadap sistem pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, menunjukkan kalau penempatan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah-sekolah luar biasa dengan model segregasi tidak efektif dan terkesan diskriminatif.

Penyelenggaraan pendidikan inklusi juga memiliki dukungan yang kuat baik secara internasional maupun nasional. Hal ini terbukti dari berbagai kegiatan secara nasional dan internasioanl sejak tahun 1948 dalam  Deklarasi Hak Asasi Manusia (Declaration of Human Rights) hingga Rekomendasi Bukittinggi Tahun 2005 yang menyatakan bahwa pendidikan inklusif dan ramah terhadap anak semestinya dipandang sebagai berikut.

  • Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk ‘pendidikan untuk semua’ adalah benar-benar untuk semua;
  • Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program untuk perkembangan anak usia dini, prasekolah, pendidikan dasar dan menengah, terutama mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap marginalisasi dan eksklusi; dan
  • Sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati perbedaan individu semua warga negara.

 

Prinsip Pendidikan Inklusi

 

Prinsip-prinsip pembelajaran di sekolah inklusif telah dirumuskan Depdiknas (2007) berupa prinsip motivasi, prinsip latar atau kontes, prinsip hubungan sosial, optimalkan interaksi, dan prinsip individualisasi.

UNESCO dalam Hermansyah, 2003 menjabarkan tiga prinsip dalam pendidikan inklusi agar anak dapat belajar bersama dan belajar untuk hidup bersama dengan orang-orang di sekitarnya. Ketiga prinsip itu adalah:

  1. Setiap anak, termasuk dalam komunitas kelas atau kelompok.
  2. Hari sekolah diatur sepenuhnya melalui tugas-tugas pembelajaran kooperatif dengan perbedaan pendidikan dan kefleksibelan dalam memilih dengan sepuas hati.
  3. Guru bekerjasama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas.

Sekolah seyogyanya mengakomodasikan semua anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, linguistik, ataupun kondisi-kondisi lainnya. 

Hal ini mencakup juga anak berbakat, anak jalanan dan anak pekerja, anak dari penduduk terpencil ataupun pengembara, anak dari kelompok linguistik, etnik ataupun kebudayaan minoritas, serta anak dari daerah atau kelompok lain yang tak beruntung (UNESCO, dalam Hermansyah, 2013).


Penutup

 

Mungkin harapan orang tua dari anak berkebutuhan khusus belum seluruhnya terpenuhi, mengingat di sekolah-sekolah inklusi belum ada  guru-guru yang paham soal pendidikan inklusi secara mendalam. 

Karena itu, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan yang diteruskan dengan pelaksanaan bimbingan teknis bagi guru di sekolah reguler demi persiapan menyambut anak berkebutuhan khusus bersekolah di sekolahnya masing-masing.

Melalui bimtek inilah, guru-guru diberi pemahaman tentang apa, bagaimana cara menangani anak berkebutuhan khusus di sekolahnya nanti.

Karena pada akhirnya semua sekolah wajib menerima anak berkebutuhan khusus atau dipastikan sekolah menjadi sekolah inklusi. Maka mau tidak mau suka tidak suka, semua guru wajib paham soal pendidikan inklusi dan menerima dengan hati yang ikhlas setiap anak didiknya tanpa membedakan latar belakang, tingkat kecerdasan, dan sebagainya.

 

Demikianlah, semoga bermanfaat.

 

Referensi: Kemdikbud

Read More

Bunga-Bunga Cinta

Monday, November 2, 2020

 


Siang itu suami tercinta cemberut melihat tanamannya yang layu dan kering karena sudah dua hari tak disiram. 

Sambil menggerutu ia mengambil air dan mulai menyirami tanamannya.

"Kasihan kamu, tak ada yang memperhatikan kecuali saya. Kelak di akhirat kamu tuntut tuan rumahmu yah. Jangan saya, karena cinta dan kasih sayangku selalu tercurah kepadamu."

Ha-ha-ha-ha …

Dia terus menyirami tanaman yang tumbuh bergerombol tak teratur. Satu pot diisi berbagai macam tanaman, bercampur antara bunga berbagai jenis dengan tanaman cabe, dan tanaman obat. Tanaman berbagai jenis itu seakan berlomba mengeluarkan pucuk-pucuk daunnya walau nampak sekarat.  

"Andai tuanmu punya kasih sayang, pasti kamu subur."

Siapa yang dia maksud tuan rumah?

Saya tak pernah sekalipun menanam tanaman itu. Memang sesekali saya memandanginya dan mengagumi keindahannya sekaligus menikmati kesejukan dari sepoi-sepoi angin yang mereka kirimkan melalui lambaian daun-daunnya. Sesekali saya menghirup oksigen hasil proses pernapasannya.

Hanya itu.

Tak sekalipun saya merasa menjadi tuan dari tanaman-tanaman itu. Beuh, kepada siapa ia arahkan omelannya.

Ah, sudahlah saya tak perduli.

Kembali ke dapur saja.

 

Kebosanan Mulai Melanda

 

Masa Pandemi yang tak tahu kapan berakhir ini, rasanya mulai menggerus ketentraman diri yang terlanjur merasa nyaman berada sepanjang hari di rumah. 

Jujur saja, awalnya saya menikmati keadaan, saya mengajar dari rumah sambil mengerjakan banyak hal yang selama ini terbengkalai karena hampir setiap hari di sekolah. Banyak hal yang  saya lakukan dan juga pelajari selama masa pandemi ini, seperti:

Praktik membuat infografik yang dituntun oleh para youtuber yang tak pelit ilmu;

Mencoba resep-resep makanan, mungkin bagi yang biasa masak hanyalah resep sederhana, tapi bagi saya resep itu cukup sulit untuk dipraktikkan;

Menuntaskan membaca satu persatu buku yang selama ini sering sekali saya tinggalkan, baca satu dua halaman, beralih lagi ke buku lain. Ini jangan dicontoh ya.
Awesome! Saya berhasil menuntaskan satu buku dalam satu hingga dua pekan bahkan ada yang tuntas hanya dalam sehari.

Menata ulang perabotan rumah yang bertahun tak pernah bergeser dari tempatnya; 
Mengarahkan anak atas bantuan bapaknya untuk mengecat dinding rumah yang telah kusam, sekusam muka suami tersayang saat ngomel;

Menjahit perca kain yang selama ini saya sembunyikan di tempat yang jauh dari pantauan. Psst, ia paling terganggu melihat sisa-sisa kain seusai saya menggunting dan menjahit pakaian.

“Itu sampah, kenapa dipelihara?”  

“Jangan laloko buangki sisa-sisa kainnya mamamu, itu tongmi nanti warisannya untuk kalian.” Ha-ha-ha.

Saking seringnya bicara seperti itu, saya jadi hapal. Makanya setiap selesai menggunting, perca kain itu yang lebih dahulu saya bereskan. Masukkan ke kantong plastik lalu disembunyikan. Aman.

Tapi setelah melihat hasilnya, dia berkomentar. “Ada juga gunanya sisa-sisa kain itu di…”



Namun, semua itu tak berlangsung lama. Pada akhirnya kebosanan itu datang juga menyerang. Buku-buku di lemari sudah mulai terlihat membosankan, tidak ada buku baru. Mau membaca ebook atau di aplikasi-aplikasi membaca, mata tak sanggup.

Sebagian perca kain sudah saya amankan ke tempat sampah, bahkan kain yang sedianya akan saya jahit, kembali jadi penghuni kotak.

Bosan betul-betul telah melanda jiwa.

 

Agar Semesta Mendukungmu

 

“Ma … coba lihat tanaman ini, indah sekali!” Seru ayangbeb. Ia baru saja pulang dari masjid salat subuh.

“Ih, subuh-subuh sudah teriak-teriak, kenapaki?”

Sini maki, lihat baik-baik ini bungata, batena makkala-makkala sama kita.” Ah, ada-ada saja, mana ada bunga yang ketawa-ketawa.

Tapi demi menyenangkan hatinya, sayapun beranjak dan mulai memandangi satu persatu bunga-bunga yang ia sebut ketawa itu. Tak ada yang istimewa, biasa saja.

 

Subuh yang sejuk, sepulang dari masjid saya berdiri sejenak di depan rumah. Ia mengamati saya dengan senyum penuh arti, seakan ia mau berkata, “lihatlah tanaman-tanaman itu, mereka manis-manis kan?

Saya memandangi dengan saksama. Nampak merana. Daun-daunnya menguning, batangnya sedikit kering.

Eitss, tunggu dulu!

Ada satu tanaman yang sangat segar, daunnya berwarna ungu tua dan bunganya berwarna merah hati. Saya ingat, tanaman itu ia dipetik di halaman Puskesmas beberapa waktu lalu, katanya itu adalah obat ambien dan bisa melancarkan BAB. 

Sayapun pernah memanfaatkannya. Sebab apa? Ah, sudahlah you know lah ha-ha-ha.

“Kenapa tanaman ini tumbuh subur, sementara yang lainnya tidak?”

“Itu karena selalu dapat siraman kasih sayang.” Candanya. Satir juga kalimatnya.

Tanaman yang saya tidak tahu namanya itu kebetulan berada persis di bawah pipa saluran pembuangan air AC, sehingga ia selalu mendapatkan air tanpa perlu disiram.

Tiba-tiba mata saya tertuju pada bunga mawar  yang meranggas. Duri di batangnya sudah tumpul, daunnya menguning. Jangan membayangkan bunga Mawar  dengan kalimat sekuntum mawar merah yang kuberikan kepadamuuu…

Kalau diibaratkan hewan, mungkin dia singa ompong. Mawar tak berduri.

Lalu mata saya beralih ke bunga Sansivera, tumbuh bergerombol dalam satu pot plastik yang retak. Sebagian akarnya telah menembus celah pot yang retak.

Ada pula tanaman Kunyit Putih yang tumbuh di sela-sela rumput liar, tingginya sekitar 10 cm, daunnyapun mulai layu.

Sungguh memprihatinkan.

“Mereka bisa subur kembali kalau ada yang mau merawatnya dengan sepenuh hati.” ia menyentuh bahuku sembari berbisik.

“Jatuh hatilah kepada mereka maka merekapun akan menyayangimu.”

 

Bunga-Bunga Cinta

 

Siapakah orang yang paling bahagia saat saya mengutarakan keinginan merawat tanaman?

Horeee! Dia seakan bersorak. Tapi seperti biasanya, ia tak seekspresif saya. Namun, dari caranya menyambut niat saya itu sudah cukup melambungkan segala rasa dalam dada.

Iss..lebay ha-ha-ha.

Tidak tanggung-tanggung dia langsung membeli beberapa pot dan mengalihkan kegiatannya menyiram tanaman ke saya. Bahkan dengan sabar, ia mengingatkan kalau saya lagi sibuk dengan kerjaan lain.

“Ma’ nacariki bunga-bungata.” Kadang juga ia bilang begini.

Natanyaka bunga-bungata tadi, rinduki bede sama sentuhan tanganta.”

Sebagai orang yang baru menyukai kegiatan menanam, saya jadi tidak sabar. Inginnya melihat langsung tanaman itu tumbuh subur, daunnya rimbun, dan mengeluarkan bunga yang indah.

Karenanya, saya berniat langsung saja membeli tanaman yang sudah besar, angkut semua ke rumah, lalu pajang di teras dan di sekeliling rumah.

Tetapi beliau mengingatkan. “Pelan-pelan saja, nikmati prosesnya.”

“Cobalah menanam bibitnya dahulu kemudian setiap pagi atau sore kamu datangi dia, perhatikan perkembangannya. Pasti kamu akan menemukan sensasi kegembiraan yang tak terkira.”

Baiklah.

Sejak saat itu, saya memiliki kegiatan baru. Menyiram tanaman, berbicara dari hati ke mereka lalu menikmati kegembiraan saat satu dua pucuknya muncul. 

Melihat kesegaran hijaunya. Masya Allah!

Ah, rasanya bunga-bunga cinta bukan hanya tumbuh dalam  pot-pot di teras rumah, iapun tumbuh di sanubari kami.

Saya merasa dia semakin mencintai saya. Sama seperti tanaman dan bunga-bunga itu. Setiap pagi mereka menyambut dengan lambaian daunnya yang semakin menyegar dari hari ke hari.

Bunga-bunga cinta kami semakin segar sesegar daun-daun tanaman di halaman rumah kami.

Maka cinta dan kasih sayang kepada pasangan dapat selalu kita hadirkan, sekalipun kejenuhan kerap datang. Mungkin hanya dengan hal-hal kecil seperti yang saya lakukan. 

Berusaha menyukai apa yang dia sukai dan menyayangi apa yang ia sayangi. Kalaupun tak bisa, setidaknya menghargai dan membiarkan ia menikmati kesukaannya.

Asal bukan menyukai perempuan lain saja,  karena ini sama saja menabuh genderang perang. 

Eits, tetep ngancam, ha-ha-ha 


Sahabat bisa juga membaca tentang keluarga di sini

 

 

 

 

 

 

Read More