Eksplorasi Rasa dengan Berbagai Resep Ayam

Tuesday, July 2, 2024


www.mardanurdin.com


Aneka Resep Ayam

Read More

Mengenal Tokoh Ilmuwan Islam

Monday, July 1, 2024

 

www.mardanurdin.com


Mengenal Ilmuwan Islam (Muslim) Yang Berperan Penting Dalam Perkembangan Ilmu Pengetahuan

-------------

Pembahasan tentang sejarah kebudayaan Islam semakin terlupakan digerus oleh kebudayaan-kebudayaan barat terutama oleh generasi muda, sehingga banyak yang tidak mengenal ilmuwan-ilmuwan muslim yang berjasa dalam penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang dinikmati sekarang.


Kebanyakan lebih mengenal Louis Pasteur penemu vaksinasi yang lahir antara tahun 1822-1895 dibandingkan dengan ilmuwan muslim, Ibnu Sina yang lahir pada 980 M dan terlebih dahulu berjasa dalam dunia kedokteran.


Untuk mengenalkan kembali ilmuwan-ilmuwan muslim yang berjasa dalam perkembangan ilmu pengetahuan dari berbagai bidang maka perlu mengulik kembali siapa saja mereka.


Selain Ibnu Sina yang menulis buku ensiklopedia kedokteran yang menjadi referensi utama di universitas-universitas di seluruh dunia, ada juga ilmuwan-ilmuwan muslim lainnya yang tidak kalah berjasanya.

Kali ini, saya menuliskan empat ilmuwan muslim yang berjasa dalam ilmu sosiologi, sains, bahkan dalam perkembangan sastra. Keempatnya hidup jauh setelah era Ibnu Sina. Siapa sajakah mereka? 


Ibn Khaldun (1332–1406)


Ibn Khaldun (1332–1406) adalah seorang sejarawan, sosiolog, dan ekonom Muslim yang terkenal dengan karya monumentalnya, "Muqaddimah" atau  "Prolegomena". Ia dianggap sebagai salah satu pemikir terpenting dalam sejarah Islam dan pendiri ilmu sosiologi.


Kehidupan Awal dan Pendidikan


Ibn Khaldun lahir di Tunis, Tunisia, dalam keluarga yang terhormat dan terpelajar. Ia menerima pendidikan yang luas dalam bidang ilmu agama, filsafat, matematika, dan sastra.


Karya dan Pemikiran


Muqaddimah adalah karya utama Ibn Khaldun yang ditulis sebagai pengantar untuk sejarah universalnya. Dalam karya ini, ia memperkenalkan konsep-konsep revolusioner dalam sosiologi, ekonomi, dan historiografi, termasuk teori tentang siklus dinasti dan perkembangan masyarakat. Beberapa poin utama dari pemikirannya meliputi:

  • Asabiyyah: Konsep solidaritas sosial yang menjadi dasar kekuatan dan kelemahan dinasti dan negara.
  • Teori Siklus: Pengamatan bahwa dinasti dan kerajaan mengalami siklus naik dan turun dalam tiga generasi (sekitar 120 tahun).
  • Ekonomi: Analisis tentang hubungan antara ekonomi, politik, dan sosial dalam perkembangan masyarakat.


Pengaruh dan Warisan


Pemikiran Ibn Khaldun memberikan pengaruh besar tidak hanya dalam dunia Islam tetapi juga dalam ilmu pengetahuan Barat. Ia dihargai sebagai pendiri sosiologi modern dan historiografi kritis.


Jabir ibn Hayyan (Geber) (721–815)


Jabir ibn Hayyan, juga dikenal sebagai Geber, adalah seorang ahli kimia, apoteker, fisikawan, filsuf, dan alkemis yang hidup antara tahun 721 hingga 815. Dia dianggap sebagai "Bapak Kimia" karena kontribusinya yang signifikan dalam mengembangkan ilmu kimia dan alkimia.


Beberapa Kontribusi Utama


Distilasi: Jabir memperkenalkan metode distilasi untuk memurnikan senyawa dan menghasilkan alkohol murni.

Asam: Dia berhasil mengidentifikasi dan memurnikan beberapa asam penting seperti asam sulfat, asam nitrat, dan asam klorida.

Teori dan Praktik Kimia: Jabir mengembangkan berbagai alat laboratorium dan teknik eksperimen yang masih digunakan hingga saat ini, termasuk alat-alat distilasi dan sublimasi.

Karya Tulis: Jabir menulis banyak buku tentang kimia dan alkimia, termasuk "Kitab al-Kimya" (Buku Kimia) dan "Kitab al-Sab'een" (Buku Tujuh Puluh).


Pengaruh Jabir ibn Hayyan


Pemikiran dan tulisan Jabir sangat memengaruhi ilmu kimia di dunia Islam dan Eropa. Karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan menjadi dasar bagi perkembangan kimia modern di Eropa pada Abad Pertengahan.

Jabir ibn Hayyan, juga dikenal sebagai Geber di Barat, adalah salah satu tokoh paling terkemuka dalam sejarah ilmu kimia dan alkimia. Berikut adalah biografi singkatnya.


Latar Belakang


Jabir ibn Hayyan lahir sekitar tahun 721 di kota Tus, Persia (sekarang Iran), dan meninggal sekitar tahun 815. Dia hidup pada masa Kekhalifahan Abbasiyah, sebuah periode yang dikenal dengan kemajuan besar dalam ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.


Pendidikan dan Karier


Jabir dididik di Kufah, salah satu pusat intelektual di dunia Islam pada saat itu. Dia belajar di bawah bimbingan berbagai ilmuwan dan filsuf terkemuka, termasuk imam Jafar al-Sadiq. Pengaruh dari berbagai disiplin ilmu, seperti kedokteran, matematika, dan filsafat, tercermin dalam karya-karyanya.


Kontribusi dalam Kimia dan Alkimia


Jabir ibn Hayyan dianggap sebagai "Bapak Kimia" karena kontribusi dan inovasinya yang luar biasa dalam bidang ini. Beberapa pencapaiannya meliputi:

Metode Kimia

Jabir mengembangkan dan menyempurnakan berbagai metode kimia seperti distilasi, sublimasi, kristalisasi, dan filtrasi. Alat distilasi yang dia kembangkan dikenal sebagai al-ambiq, yang kemudian menjadi dasar bagi alambik modern.

Teori dan Klasifikasi

Dia mengklasifikasikan bahan kimia ke dalam kategori-kategori seperti logam, non-logam, dan garam. Ini adalah langkah penting menuju pemahaman yang lebih sistematis tentang zat-zat kimia.


Penemuan-penemuan


Jabir menemukan beberapa zat kimia penting, termasuk asam nitrat, asam sulfat, dan aqua regia (campuran asam nitrat dan asam klorida yang dapat melarutkan emas).


Tulisan dan Pengaruh


Jabir menulis ratusan karya ilmiah, banyak di antaranya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan mempengaruhi perkembangan ilmu kimia di Eropa selama Abad Pertengahan. Beberapa karya terkenalnya termasuk "Kitab al-Kimya" (Buku Kimia) dan "Kitab al-Sab'een" (Buku Tujuh Puluh).


Filosofi dan Metodologi


Jabir menggabungkan eksperimen praktis dengan teori, yang mencerminkan awal dari pendekatan ilmiah modern. Filosofinya tentang penelitian dan eksperimen memberikan dasar bagi metode ilmiah yang kita kenal hari ini.


Warisan


Meskipun beberapa karya yang dikaitkan dengan Jabir mungkin ditulis oleh pengikutnya, warisannya dalam ilmu kimia tidak diragukan lagi sangat besar. Ilmuwan-ilmuwan Eropa seperti Roger Bacon dan Albertus Magnus sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisannya.

Jabir ibn Hayyan tetap dikenang sebagai salah satu ilmuwan terbesar dalam sejarah, yang kontribusinya membentuk dasar bagi banyak penemuan dan perkembangan dalam ilmu kimia dan alkimia.


Omar Khayyam (1048–1131)


Omar Khayyam adalah seorang polymath Persia yang terkenal sebagai penyair, matematikawan, dan astronom. Berikut adalah biografi singkatnya:


Latar Belakang


Omar Khayyam lahir pada 18 Mei 1048 di Nishapur, yang sekarang terletak di Iran. Nama lengkapnya adalah Ghiyath al-Din Abu'l-Fath Umar ibn Ibrahim Al-Nishapuri al-Khayyami. Dia hidup pada masa Dinasti Seljuk, sebuah periode yang kaya dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia Islam.


Pendidikan dan Karier


Omar Khayyam menerima pendidikan yang sangat baik, mempelajari berbagai disiplin ilmu seperti matematika, astronomi, filsafat, dan puisi. Dia dikenal memiliki hubungan baik dengan beberapa penguasa Seljuk, yang memberinya dukungan untuk melakukan penelitian dan pengajaran.


Kontribusi dalam Matematika


Khayyam membuat kontribusi signifikan dalam matematika, terutama dalam aljabar dan geometri.

Aljabar

Khayyam menulis "Risalah tentang Demonstrasi Masalah Aljabar," di mana dia menyajikan solusi geometris untuk persamaan kubik. Ini adalah salah satu karya pertama yang secara sistematis mengklasifikasikan persamaan kubik dan memberikan solusi geometris untuk mereka.

Geometri

Dia mengerjakan studi sistematis tentang postulat kelima Euclid dan memberikan kontribusi penting untuk teori paralel.


Kontribusi dalam Astronomi


Sebagai seorang astronom, Khayyam memainkan peran penting dalam reformasi kalender Persia. Dia membantu menciptakan kalender Jalali, yang lebih akurat daripada kalender Julian dan mendekati akurasi kalender Gregorian yang digunakan saat ini.


Kontribusi dalam Sastra


Omar Khayyam mungkin paling dikenal oleh dunia Barat karena puisinya, terutama "Rubaiyat" (sebuah kumpulan puisi empat baris yang disebut rubai). Terjemahan Rubaiyat oleh Edward FitzGerald pada abad ke-19 membawa ketenaran besar kepada Khayyam di dunia Barat. Puisinya sering mengeksplorasi tema-tema seperti kefanaan hidup, cinta, dan anggur, serta menunjukkan pandangan filosofis dan eksistensial yang mendalam.


Filosofi dan Pandangan Hidup


Khayyam dikenal memiliki pandangan hidup yang filosofis dan skeptis terhadap dogma agama. Meskipun beberapa tulisannya mengkritik ortodoksi agama, dia tetap dihormati sebagai seorang cendekiawan yang mendalam.


Warisan


Warisan Omar Khayyam sangat luas dan beragam. Kontribusinya dalam matematika dan astronomi memberikan dampak jangka panjang, sementara puisinya terus dihargai dan dipelajari di seluruh dunia. Dia dikenang sebagai salah satu cendekiawan terbesar dalam sejarah dunia Islam.


Ibn Rushd (Averroes) (1126–1198)


Ibn Rushd, dikenal di Barat sebagai Averroes, adalah seorang filsuf, dokter, dan sarjana terkemuka dari Al-Andalus yang memiliki pengaruh besar dalam banyak disiplin ilmu. Berikut adalah biografi singkatnya.


Latar Belakang


Ibn Rushd lahir pada tahun 1126 di Córdoba, yang pada waktu itu merupakan bagian dari Kekhalifahan Almoravid di Spanyol. Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Rushd. Dia berasal dari keluarga yang kaya dengan tradisi keilmuan; kakeknya adalah seorang hakim terkenal di Córdoba.


Pendidikan dan Karier


Ibn Rushd menerima pendidikan yang luas, mencakup berbagai bidang ilmu seperti filsafat, kedokteran, hukum Islam, teologi, matematika, dan astronomi. Dia memulai kariernya sebagai hakim dan kemudian menjadi dokter istana untuk khalifah Almohad di Marrakesh.


Kontribusi dalam Filsafat


Ibn Rushd adalah salah satu komentator terbesar karya-karya Aristoteles. Karyanya membantu memperkenalkan dan mengintegrasikan filsafat Aristoteles ke dalam dunia Islam.


Komentar Aristotelian


Ibn Rushd menulis komentar ekstensif tentang hampir semua karya Aristoteles. Karya-karya ini termasuk komentar besar (long commentaries), komentar menengah (middle commentaries), dan komentar pendek (short commentaries), yang membantu menjelaskan dan memperluas pemikiran Aristoteles.

Karya-karyanya berpengaruh besar di Eropa, terutama melalui terjemahan Latin. Ia dikenal sebagai "Komentator" di kalangan skolastik Kristen.


Pemikiran Filosofis


Dia berargumen untuk harmoni antara filsafat dan agama, yang paling terkenal dalam karyanya "Tahafut al-Tahafut" (Kerancuan Kerancuan). Ini adalah tanggapan terhadap karya Al-Ghazali "Tahafut al-Falasifah" (Kerancuan Para Filsuf), di mana Al-Ghazali mengkritik filsafat.

Ibn Rushd berpendapat bahwa kebenaran dapat ditemukan baik melalui filsafat maupun agama, dan bahwa keduanya tidak bertentangan satu sama lain.


Kontribusi dalam Kedokteran


Ibn Rushd juga seorang dokter terkenal. Dia menulis "Kitab al-Kulliyat fi al-Tibb" (Buku Universal tentang Kedokteran), yang dikenal dalam bahasa Latin sebagai "Colliget." Buku ini adalah ensiklopedia kedokteran yang mencakup berbagai aspek ilmu kedokteran, termasuk anatomi, fisiologi, dan pengobatan penyakit.


Kontribusi dalam Hukum dan Teologi


Sebagai seorang ahli hukum, Ibn Rushd menulis beberapa karya penting tentang yurisprudensi Islam (fiqh), di mana dia mencoba untuk mengintegrasikan metode rasional dengan hukum Islam.


Warisan


Warisan Ibn Rushd sangat berpengaruh, terutama di Eropa, di mana karya-karyanya membantu membentuk dasar pemikiran skolastik di Abad Pertengahan. Dia dianggap sebagai salah satu filsuf terbesar dalam tradisi Islam dan salah satu jembatan utama antara pemikiran Yunani kuno dan Eropa Renaisans. 

Demikian, semoga bermanfaat 


Makassar, 1 Juli 2024


Dawiah

Read More

Mata Pelajaran yang Paling Disukai Sekaligus Dibenci

Saturday, May 25, 2024

 


mardanurdin.com


Antara Benci dan Cinta Pada Mata Pelajaran Ini


Waktu SMP, mata pelajaran yang paling saya sukai adalah Bahasa Inggris. Hampir tiap waktu saya membuka kamus Bahasa Inggris untuk mencari kata-kata baru lalu menghafalnya.

Menanti jadwal masuknya mata pelajaran itu adalah saat-saat yang menyenangkan sekaligus bikin deg-degan karena saya akan bertemu dengan guru kebanggaan dan kesayangan saya, beliau guru kesukaan hampir semua murid di kelas saya waktu itu. 

Beliau mengajar dua jenis mata Pelajaran, yaitu Bahasa Inggris sebagai mata Pelajaran utamanya dan mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn.

Sebagian teman saya tidak terlalu suka sama beliau ketika mengajar Bahasa Inggris, tetapi menjadi antusias saat beliau mengajar PKn. Sebagian lagi berlaku sebaliknya, dan saya suka sama beliau saat mengajar mata pelajaran apa pun. 

Kebetulan beliau juga wali kelas kami sehingga kadang masuk kelas mengisi pelajaran apa saja ketika gurunya berhalangan hadir.

Saya merasa, saya adalah salah satu siswa kesayangan beliau. Saya merasa seperti itu karena sayalah yang paling sering dipanggil maju ke depan untuk mengerjakan soal-soal. Saya yang paling rajin menjawab atau maju ke depan untuk praktik bercakap Bahasa Inggris.

Rasanya waktu itu, hanya beliau guru saya, guru lain hanya numpang lewat, wkwkwk. Eh, saya jadi mikir, saya suka pelajarannya atau gurunya saja sih?


Musibah Saat Acara Perpisahan


Bagaimana ceritanya perasaan saya berubah drastis?

Saya memuja Beliau dan mata pelajaran Bahasa Inggris itu selama tiga tahun, sejak kelas 1 hingga kelas 3 SMP menjelang tamat dan tiba-tiba berubah pada saat acara perpisahan atau pelepasan siswa yang tamat.

Di acara pelepasan itu, saya menjadi protokol acara, jadi otomatis semua susunan acaranya, sayalah yang akan membacanya dan lebih dahulu tahu daripada teman bahkan oleh tamu-tamu yang hadir.

Awalnya acara berlangsung lancar dan aman. Lalu tibalah pada saat pengumuman siswa berprestasi, Beliau sebagai ketua panitia menyodorkan selembar kertas yang berisi nama-nama siswa yang berprestasi dan yang akan saya bacakan.

Sejenak, saya tercenung. Dalam hati, kenapa nama saya tidak ada di kertas itu? Bukankah selama ini saya selalu masuk peringkat kelas, setidaknya nilaiku  masuk 3 besar dalam kelas?  

Semakin berdebarlah jantung saya, saat melihat satu nama yang berada di urutan ketiga, nama teman saya yang terkenal karena ketidakmampuannya untuk semua mata pelajaran, terutama Bahasa Inggris. 

Bahkan tulisan tangannya saja tidak bisa dibaca sehingga paling sering disuruh tinggal di kelas untuk latihan menulis tangan sementara siswa lain pulang.

Kenapa bisa? 

Apakah dia mendapatkan mukjizat saat ujian sehingga bisa menjawab semua soal dengan benar?

Jiwa saya berontak, marah, lalu saya keluar dari ruangan acara dan melemparkan kertas itu. Beliau terkejut dan mengejar saya.

“Nak, acara belum selesai, saatnya membacakan nama-nama siswa yang berprestasi.” Kata beliau.

“Maafkan saya pak, saya tidak bisa. Saya sedih, kenapa nama saya tidak ada, sementara nama si Fulan itu ada. Tolong dijelaskan, apa sebabnya?”

Beliau memungut kertas yang saya lemparkan itu, kening beliau berkerut lalu masuk ke ruangan kepala sekolah. Sejurus kemudian beliau keluar dan mendatangi saya, katanya, 

“Ternyata nilai ujian Bahasa Inggrismu yang anjlok Nak. Nilaimu merah, hanya 5, sementara nilai temanmu itu terbilang tinggi” Nada bicaranya terdengar sangsi dan kalut.

Mata saya membelalak, “Pak, saya kan siswa yang paling rajin untuk Pelajaran bapak, saya selalu mendapatkan nilai tertinggi untuk Pelajaran Bahasa Inggris, bapak tahu kan?” suara saya serak bercampur tangis.

Beliau termangu, “Bapak juga heran, kenapa bisa yah?”

Yah Allah, hati saya makin kacau. Saya tinggalkan acara itu dan pulang dengan tangis yang saya sembunyikan. Saya tidak peduli dengan tugas saya sebagai protokol, kacau, kacau deh, hati saya sakit sekali. Itu adalah musibah buat saya.


Cinta Berubah Jadi Benci


Berhari-hari saya tidak muncul di sekolah. Kalau bukan karena mau membubuhkan sidik jari pada ijazah, saya tidak muncul sebab saya bersumpah tidak akan melihat muka kepala sekolah dan beliau lagi.  

Dua tiga kali beliau datang ke rumah menjelaskan kronologinya, tetapi telinga saya sudah tertutup, tidak mau tahu dan makin sakit hati ini saat melihat angka 5 untuk Bahasa Inggris di ijazah saya.

Merah!

Yah Allah, padahal itu adalah mata pelajaran kesukaan saya di mana saya selalu meraih nilai tertinggi setiap kali ulangan maupun mengerjakan tugas-tugas harian. Benci sekali hati ini sama guru dan kepala sekolah yang berimbas pada mata Pelajaran Bahasa inggris.

Singkat cerita, saya melanjutkan pendidikan di SMA negeri yang tidak jauh dari rumah saya. Keengganan belajar Bahasa inggris belum juga hilang, dan makin enggan saat guru yang mengajar mata Pelajaran itu tidak sebagus guru mata pelajaran Bahasa Inggris saya itu waktu SMP.

Saya sadar, itu adalah sikap yang tidak baik dan hanya akan merugikan diri saya sendiri. Jangan dibilang, saya tidak berjuang melawan perasaan benci itu untuk menjadi suka. Namun, rasa sakit hati terlanjur menggerogoti jiwa ini. 

Saya mengikuti pelajaran sekadar memenuhi kewajiban sebagai siswa, pura-pura belajar, padahal pikiran saya kemana-mana. Saat ulangan, saya menjawab asal saja, tapi anehnya, nilai saya aman-aman saja.

Tidak tinggi, tetapi tidak memalukan juga. Kok bisa yah?

Saat naik ke kelas 2 SMA, guru yang mengajar Bahasa inggris di kelas saya, digantikan oleh guru lain. Guru itu adalah guru yang cukup popular dan yang paling disukai oleh semua siswa yang pernah diajar. Kabarnya, beliau adalah guru idola semua siswa terutama oleh siswa perempuan karena ketampanan dan sikapnya yang supel.

Sayangnya saya tidak tertarik dan masih trauma.


Benci Menjadi Cinta


Jika mata pelajaran Bahasa Inggris  dulunya saya sukai lalu berubah menjadi tidak suka maka berbeda dengan mata pelajaran Fisika.

Mata Pelajaran yang paling ditakuti oleh siswa karena begitu sulitnya.  Namun, itu tidak berlaku buat saya. Saya menjadi suka sekalipun sulit dipelajari. Saya menjadi dendam  pada mata pelajaran Fisika karena sesuatu hal.

Cerita bermula dari guru yang mengajar mata pelajaran Fisika saat di semester 1. Saat usai ulangan harian, beliau membagikan kertas ulangan/jawaban yang  telah beliau periksa dengan mendatangi meja siswa satu persatu. Saat tiba di depan meja saya, guru Fisika itu berkata, 

“Nilai kamu yang paling rendah. Sepertinya kamu memang tidak berbakat dengan pelajaran eksakta. Nanti saat pembagian jurusan, kamu jangan coba-coba pilih jurusan IPA. Bisa-bisa kamu pingsan setiap hari gara-gara tidak bisa mengikuti pelajaran, terutama pelajaran Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Kamu cocoknya di jurusan IPS atau Bahasa saja.”

Pada masa itu, pembagian jurusan di SMA berdasarkan nilai perolehan di rapor, belum ada tes bakat, minat, diagnostik dan sejenisnya.

Mendengar komentar beliau, saya merasa tertantang dan sedikit kesal.

Saya kesal mendengar kata-kata beliau, tetapi saya sadar bahwa nilai saya memang yang terendah. Namun, di balik itu, terbersit dalam hati, kalau Fisika akan saya taklukkan, bagaimanapun caranya.

Memasuki semester 2, saya belajar mati-matian hanya untuk empat mata Pelajaran, yaitu matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi, dan tetap mempelajari mata pelajaran lain sekalipun tidak sesering mempelajari empat mata pelajaran itu.

Dalam hati, saya bertekad untuk membuktikan kepada beliau bahwa, anggapannya terhadap saya adalah salah besar.

Tibalah pada saat pembagian jurusan menjelang kenaikan kelas 2. Masyaallah, nama saya terdaftar di kelas  2 Jurusan IPA. Rasanya saya ingin menunjukkan rapor saya itu kepada belaiu sambil bilang, “Bapak salah, saya berhasil masuk jurusan IPA.”

Sayangnya kami tidak bertemu hingga libur semester berakhir.

Qadarullah, kami dipertemukan lagi di kelas 2, kembali beliau mengajar di kelas saya, tapi saya heran, beliau kok tidak mengenal saya yah?

Tak apalah, mungkin beliau malu karena sudah salah memprediksi.

Menjelang kenaikan ke kelas 3, kembali beliau “bikin ulah” dengan berkata, “Kebetulan saja kalian semua ini masuk jurusan IPA, karena hanya ada sekitar 10 siswa yang betul-betul memiliki kecerdasan eksakta, selebihnya lebih cocok masuk IPS.”

Bisa yah ada guru seperti itu? Teman-teman saya yang lain, mungkin tidak peduli dengan kata-kata beliau, tetapi tidak buat saya. Saat itu, saya berdoa, semoga di pertemuan kami berikutnya, beliau mengangkat topi buat saya karena berhasil menjadi sarjana Fisika.

Saya yakin saat itu Allah mendengar doa saya dan mengabulkannya, karena beberapa tahun kemudian, saya bertemu beliau bukan lagi sebagai siswa dan guru melainkan sebagai sesama guru. Saya mengajar IPA di SMP di sebelah SMA saya dulu sekolah, tempat beliau mengajar.

Beliau termangu ketika mengetahui kalau saya sudah menjadi guru dan mengajar mata Pelajaran IPA, pelajaran yang mencakup tiga mata pelajaran sekaligus, yaitu  Fisika, Biologi dan Kimia bahkan waktu itu ada juga pelajaran Ilmu Pengetahuan Bumi & Antariksa (IPBA).

Tidak cukup sampai di situ, dua tahun setelahnya, kami dipertemukan lagi oleh Allah dalam acara seminar Fisika. Dengan bangga saya katakan, “Pak sekarang saya sudah sarjana, sarjana Fisika seperti bapak.”

Beliau tersenyum dan menjabat tangan saya, “Kamu luar biasa.”


Hikmah Dari Peristiwa Itu


Apa hikmah yang bisa kita ambil dari kedua peristiwa yang saya alami itu? Setidaknya buat saya yang ditakdirkan menjadi guru.

Pertama, setiap guru hendaknya harus berhati-hati dalam memberikan nilai terutama untuk penulisan nilai rapor. Untuk hal ini,  saya selalu membuka diri, ketika ada siswa yang memprotes nilainya, karena bisa jadi saya yang keliru.

Kedua, rapikan administrasi terutama administrasi penilaian. Jadi ketika ada anak yang mempertanyakan hasil perolehan nilainya, bapak, ibu guru bisa mempertanggungjawabkan di hadapan siswa, bahwa memang nilainya sudah sesuai, dan kalau ada kekeliruan, jangan segan meminta maaf dan memperbaiki nilainya. 

Ketiga, buat saya pribadi. Saat masih menggunakan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) pada kurikulum 2013, saya selalu mengambil standar nilai KKM yang tinggi dan memberikan nilai di atas KKM untuk semua siswa  yang rajin apalagi buat siswa yang pandai, rajin plus berkarakter baik.Jika ada siswa yang nilainya berada pada nilai KKM,  itu artinya anak tersebut sudah tergolong sangat malas

Saya sadar, bahwa penilaian guru terhadap siswa itu sangat memengaruhi kejiwaan anak. Saya selalu beranggapan bahwa tidak ada anak yang bodoh, yang ada adalah anak yang malas saja. Maka selama siswa itu rajin atau menunjukkan antusiasnya maka dia berhak mendapatkan nilai yang bagus tanpa mengacuhkan siswa lain yang lebih pandai.

Keempat, buat guru, sangat penting memiliki tabungan kesabaran yang banyak. Selalulah berjuang  menahan diri, menahan mulut dan tangan jika menemukan suatu kejadian yang menjengkelkan. Kalau sesekali keceplosan juga, segeralah beristigfar, sebab sekarang keadaan memang agak lain. 

Tanpa menghakimi, anak-anak sekarang terutama yang lahir pada tahun 2000-an banyak yang jauh lebih "kreatif" dan kritis dibandingkan anak-anak dahulu, terutama anak yang lahir pada tahun 90-an. 

Yaah, namanya juga dunia yang selalu dinamis, teknologi berkembang sangat pesat, informasi bisa didapatkan semudah kita tersenyum, dan banyak hal lainnya. Semua itu membutuhkan kehati-hatian kita dalam mendidik anak.

Semoga kisah saya ini bisa menjadi pelajaran buat kita semua, bahwa menanamkan rasa suka anak pada suatu mata pelajaran tidak semudah menjadikannya benci pada mata pelajaran lainnya. 

Tulisan ini adalah untuk memenuhi Tema Tantangan Menulis (TTM) di Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP)






Makassar, 25 Mei 2024


Dawiah 


Read More

Repotnya Mengemas Pakaian

Tuesday, May 21, 2024



repotnya mengemas pakaian



Tidak menulis selama berhari-hari, rasanya jari-jari kaku dan rasa malas semakin melanda. Rasanya hati ini kosong, tetapi pada dasarnya bertolak belakang dengan isi kepala, karena begitu banyak hal yang mesti disuarakan melalui tulisan. 

Terakhir saya menulis dan posting di EduBlast Sains tentang Kerang Mutiara Air Tawar, rangkaian tulisan tentang hewan-hewan yang berumur panjang hingga ratusan tahun lamanya. Tulisan itu juga adalah draf yang telah berbulan-bulan mangkrak di laptop. 

Kali ini, saya mau menulis curhat dahulu, tulisan yang paling gampang diurai karena menyangkut diri sendiri yang tidak perlu riset segala macam. 

Cukuplah mengingat-ingat peristiwa yang telah dilalui sembari merenung, apakah ini pantas diposting atau tidak?

Karena sekalipun itu tulisan tentang diri sendiri, mesti bijaksana juga memilah demi menghindari kesalahpahaman dari orang lain, terutama netizen yang kadang merasa kesenggol padahal tidak bermaksud menyenggol. 

Seperti kata pepatah, “the pen is mightier than the sword”  (pena lebih tajam daripada pedang). Jika pedang dapat menembus kepala satu orang, maka pena yang diibaratkan sebagai tulisan akan dapat menembus banyak kepala, bisa sampai jutaan, tergantung sebanyak berapa orang yang membacanya.

Maka perlu kehati-hatian dalam menulis apa pun. Baiklah, mari kita mulai menulis curhat, hihihi.


Repotnya Mengemas Pakaian; Persiapan Umroh Syawal


Salah satu penyebab saya rehat menulis adalah persiapan melaksanakan umroh Syawal, yaitu mulai dari mengurus perpanjangan paspor yang telah habis masanya, pengambilan koper hingga packing atau mengemas pakaian yang mau dibawa saat umroh.

Selain persiapan lahiriah, saya dan suami juga belajar lebih giat lagi demi persiapan spiritual dan mental dalam menjalankan ibadah umroh, karena kali ini saya dan suami pergi berdua saja. 

Katanya, kalau pergi berdua pasangan, godaannya lebih banyak dibanding perginya ramai-ramai atau tidak bersama pasangan, wallahualam bissawab.

Seperti pada umumnya kaum perempuan (mungkin saya saja kali yah?) bahwa setiap mau bepergian, proses packing itu adalah pekerjaan yang sulit dan paling menyita waktu.

Misalnya, pada hari pertama, saya memilih dan memilah pakaian apa saja yang akan dimasukkan dalam koper. Wah, itu perkara gampang rasanya. Cukup keluarkan baju dari lemari lalu susun dalam koper sembari menghitung, hari pertama  pakai ini dan itu, hari kedua ini lagi dan seterusnya. 

Ternyata tidak semudah itu, karena sejurus kemudian, nampak koper menggelembung padahal belum memasukkan pakaian dalam, kaus kaki dan perintilan lainnya. Yaah, mesti dibongkar isi koper ini, lalu susun-susun lagi.

Hari Kedua, masih kegiatan yang sama. Beberapa pakaian disingkirkan untuk memberi ruang printilan lainnya, mulai dari pakaian dalam, jilbab, mukena hingga sarung.

Oh yah, saya lebih sering bawa sarung dibanding bawa handuk sebagai peralatan mandi,  berhubung jiwa ndeso masih melekat dalam diri saya, wkwkwk. 

Sebab lain saya lebih suka bawa sarung dibandingkan bawa handuk, karena sarung lebih tipis dan gampang kering. 

Selain itu, bawa sarung juga  buat jaga-jaga, jangan sampai nanti di hotel tidak disediakan handuk atau handuknya tidak sesuai dengan jumlah penghuni kamar. 

Alhamdulillah semuanya sudah masuk koper, tapi kelihatannya koper masih menggelembung yah?

Bagaimana nanti kalau mau belanja di sana, yaaah minimal beli abaya satu, dua, tiga lembar? Disimpan di mana?

Wah, mesti kurangi lagi deh isi kopernya.

Hari ketiga, saya keluarkan beberapa lembar pakaian. Daster dikurangi, cukup tiga lembar saja, lalu jilbab diganti dengan warna hitam dan putih saja agar cocok dengan semua baju. Intinya, koper dibongkar lagi, hahaha.

Yaaah begitulah, kegiatan bongkar pasang ini berlangsung sampai H-2 padahal ini bukan perjalanan umroh yang pertama, tapi masih juga suka galau saat packing. Yang pasti ada beberapa pertimbangan saat menentukan barang apa saja yang akan dibawa saat umroh. 

Insyaallah pada postingan berikutnya akan saya tulis daftar barang yang mesti dibawa saat umroh. Semoga diberi kemudahan dalam menuliskannya nanti, doakan yah.

Demikian tulisan curhat saya kali ini, saya akhiri dengan ucapan, nun walqalami wama yasthurun. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Makassar, 21 Mei 2024


Dawiah

Read More

Berhenti Mengikuti Blog Challenge

Wednesday, April 17, 2024

 

Akhirnya saya memutuskan berhenti mengikuti blog challenge BPN. Jangan dikira saya semudah itu memutuskan untuk berhenti, karena ada keraguan saat mengambil keputusan itu. Saya butuh beberapa waktu untuk berdoa minta petunjuk, apakah ini keputusan yang tepat atau bukan?


mardanurdin.com


 

Di tengah kegalauan itu, saya mencari jawabannya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wataala agar diberi petunjuk. Bagaimanapun saya tidak mau kehilangan semua momen-momen yang terjadi selama bulan suci ini.

 

Pagi itu, sepulang dari masjid, saya rehat sejenak sambil membuka akun media sosial, hingga di suatu waktu, saya mendapatkan notifikasi ceramah Ustaz Adi Hidayat lalu disusul dengan Ustaz Syafik Risa Basalamah tentang pentingnya menjaga waktu di sisa 10 hari terakhir Ramadan agar mendapatkan keberkahan dari-Nya. 

 

Mungkin ini jawaban untuk alasan saya berhenti mengikuti challenge itu. Sekalipun saya sudah menyusun semua draf tulisan hingga hari terakhir, tetapi memprioritaskan kepentingan spiritual saya adalah keputusan yang sangat tepat, setidaknya itu hikmah yang saya dapatkan dari berbagai ceramah agama, baik yang saya simak melalui kanal youtube ustaz maupun yang saya dengar langsung dari para penceramah sebelum salat tarawih di masjid.

 

Alhamdulillah, sejak malam pertama Ramadan hingga menjelang 10 malam terakhir, saya diberi kekuatan dan kesehatan oleh Allah Subhanahu wataala untuk mengikuti tarawih di masjid.

 

Lalu sesuatu hal terjadi menerpa ketenangan saya, tiba-tiba ada perseteruan yang terjadi, memang tidak besar, tetapi cukup membuat hati ini sedikit terusik, dan kesadaran itu kembali mengingatkan bahwa, manakala kita berusaha mengembalikan kekhusyukan kita beribadah dan berjuang mendekatkan diri kepada-Nya agar menjadi lebih dekat lagi, maka setan pasti tidak senang, maka digunakanlah daya upayanya untuk mengganggu konsentrasi kita, dan itulah yang terjadi.

 

Sedang asyk-asyiknya mendekatkan diri, menghamba sehamba-hambanya kepada-Nya, godaan itu datang. Namun, seperti yang lalu-lalu, selama kita berusaha mencari perlindungan hanya kepada-Nya, maka pasti pertolongan itu datang.

Bismillah, kembali fokus mengejar momen malam seribu bintang itu. Dan, malam ke-25 itu saya mencoba menyampaikan keluh kesah ini lagi dan lagi hanya kepada-Nya.

 

Bantulah saya ya Rabb, untuk tetap istiqamah dalam ketaatan kepada-Mu.Tolonglah nurani  ini yah Rabbi untuk selalu berada dalam kalbu.

 

“Ya muqalliba qulub tsabbit qalbi ala diniika.”

 “Wahai Zat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

 

Semakin mendekati akhir Ramadan, godaan itu semakin gencar datangnya dan bertubi-tubi. Tak mempan menerjang jiwa, maka fisik pun ditodong, yang saya rasakan adalah badan selalu lelah dan mata seakan tak bisa terjaga untuk membaca kalam Al Qur’an bawaannya mau tidur terus.

 

Sekuat tenaga saya menghalau itu semua dan terutama memohon pertolongan-Nya, 

"Ya Rabb, jangan biarkan tubuh ini rapuh di saat saya membutuhkan kekuatan untuk mengisi sisa-sia Ramadan ini."

Jangan lenakan pikiran dan hati ini untuk mengejar malam-malam indah-Mu yang kau anugerakan kepada umat Muhammad yang hanya datang sekali selama setahun. Karena Belum tentu tahun depan kami masih berjumpa dengannya. Bantulah kami ya Allah untuk selalu ingat kepada-Mu. Tolonglah kami untuk berjalan kearah-Mu.

 

Hari ini, sudah memasuki 8 Syawal 1445 H, itu artinya sudah delapan hari berlalunya Ramadan. Seharusnya saya bisa kembali fokus menulis selepas merayakan lebaran dan bersilaturahim, tetapi konsentrasi saya harus fokus dahulu ke persiapan umroh Syawal yang insyaallah dimulai pada 25 April 2024. 

Bismillahirrahmanirr rahim, semoga semua rencana berjalan dengan baik dan bisa menjalankan ibadah umroh dengan lancar dan meraih umroh mabrur. Amin ya Rabbal alamin.

 

Makassar, 17 April 2024

 

Dawiah

 

 

Read More

Refleksi Diri

Monday, March 25, 2024

 

www.mardanurdin.com


Refleksi Diri, Melalui Surat Cinta Untuk Diri Sendiri

Read More

Mudik Lebaran; Pulang ke Pelukan Keluarga

Sunday, March 24, 2024

 

Mudik Lebaran, www.mardanurdin.com



Sudah lama sekali saya tidak mengalami yang namanya mudik, terakhir mudik ke kota kelahiran saya itu tahun 1993, itu artinya sudah 31 tahun saya tidak merasakan euforia mudik. 

Nyaris hilang dari ingatan, bagaimana dulu saya mempersiapkan mudik ke rumah orang tua yang ada di kota, padahal jarak tempat saya bertugas dengan rumah orang tua hanya berkisar 51 km dan cukup menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam dengan naik pete-pete. 

Waktu itu, setiap kali saya sibuk mempersiapkan diri untuk mudik, teman-teman mengajar malah sibuk mengejek saya sembari berkata, 

“Kamu itu tidak mudik, hanya pulang ke rumah orang tuamu saja, mudik kok ke kota.”

Katanya teman-teman, mudik itu identik perjalanan dari kota ke kampung, sedangkan saya sebaliknya.

Berpuluh tahun kemudian, di saat saya tidak merasakan lagi mudik atau istilah teman saya, pulang ke rumah orang tua, saya makin mengerti, bahwa mudik itu bukan hanya tentang pulang kampung.

 

Pengertian Mudik


Yap,  mudik  tidak selalu hanya mengacu pada perjalanan ke kampung halaman. Istilah "mudik" secara harfiah berarti perjalanan kembali ke tempat asal atau kampung halaman, tetapi dalam praktiknya, dapat mencakup berbagai tujuan perjalanan. 

Tradisi mudik telah menjadi bagian penting dari budaya Indonesia, dan sering dianggap sebagai momen yang ditunggu-tunggu dengan antusiasme oleh banyak orang. Namun, mudik juga dapat menjadi tantangan, terutama terkait dengan ketersediaan transportasi, kemacetan lalu lintas, dan ketidaknyamanan selama perjalanan yang panjang. 

Meskipun demikian, nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan solidaritas sosial yang terkait dengan tradisi ini membuat mudik tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia terutama dalam konteks Idul Fitri.


Mudik Tak Mesti Bersua Fisik


Setiap tahun, ribuan orang di seluruh Indonesia bersiap-siap untuk melakukan perjalanan yang penuh arti dan emosi: mudik Lebaran. Bagi banyak orang, mudik bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan sebuah ritual yang melampaui sekadar pemindahan lokasi. Itu tentang pulang ke akar, kembali ke tempat di mana hati berada, ke pelukan keluarga.

Mudik Lebaran adalah momen yang ditunggu-tunggu sepanjang tahun, di mana orang-orang dari berbagai penjuru negeri berbondong-bondong pulang ke kampung halaman mereka. Bagi sebagian, itu adalah pertemuan tahunan yang penuh kebahagiaan dan keceriaan. Bagi yang lain, itu adalah saat untuk merayakan kembali tradisi khas lebaran yang tak terlupakan.

Namun, di balik kegembiraan tersebut, terdapat kisah-kisah yang mengharukan dan pengorbanan yang tak terhitung. Banyak dari mereka yang melakukan mudik harus melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan. Mereka menempuh perjalanan dari kota besar ke desa-desa terpencil dengan berbagai moda transportasi yang tersedia, mulai dengan  bus, kereta api, kapal, dan bahkan motor.

Bagi sebagian orang, mudik adalah tentang menghadapi tantangan yang melelahkan di jalan raya yang padat, tetapi bagi yang lain, itu adalah perjalanan melalui lautan dan pegunungan yang indah. Namun, satu hal yang pasti, setiap perjalanan memiliki tujuan yang sama: pulang ke pelukan keluarga.

Mudik Lebaran adalah saat untuk merasakan kehangatan dan kasih sayang keluarga yang mungkin sudah lama tidak terlihat. Ini adalah waktu untuk saling berbagi cerita, tawa, dan bahagia bersama. 

Bagi banyak orang, momen ini adalah saat yang tak ternilai harganya, di mana semua kesulitan perjalanan terbayar lunas oleh kebersamaan yang mereka rasakan.

Namun, di balik kegembiraan itu, terdapat juga rasa kehilangan dan rindu yang mendalam. Bagi mereka yang tidak bisa pulang ke kampung halaman karena berbagai alasan, seperti keterbatasan finansial atau jarak yang terlalu jauh, momen ini bisa menjadi waktu yang penuh duka dan kesendirian.

Tetapi, meskipun jarak memisahkan, semangat Lebaran tetap hadir di hati setiap individu. Dengan teknologi yang semakin canggih, mereka yang tidak bisa pulang bisa tetap merayakan Lebaran secara virtual, melalui panggilan video atau pesan teks


Mudik adalah Kembali ke Pelukan Orang tua


Mudik Lebaran bukan hanya tentang perjalanan fisik, melainkan tentang perjalanan emosional yang membawa kita kembali ke akar dan menguatkan ikatan keluarga. Mungkin saat kita memeluk orang-orang tercinta di kampung halaman, kita menyadari bahwa Lebaran bukan hanya tentang berada di suatu tempat, tetapi tentang bersama-sama dengan orang-orang yang kita cintai. 

Sehingga, setiap tahun, meskipun tantangan dan rintangan mungkin ada, kita tetap bersiap-siap untuk melakukan perjalanan yang membawa kita kembali ke rumah, ke tempat di mana hati kita berada: ke pelukan keluarga. Itulah esensi sejati dari mudik Lebaran.

Seperti yang saya alami puluhan tahun lalu, pulang ke rumah orang tua dengan berbagai alasan, seperti: ingin menikmati masakan khas lebaran buatan mama, bersenda gurau dengan saudara-saudara, dan menikmati libur panjang sambil berleha-leha di rumah atau beramai-ramai mengunjungi sanak keluarga.

Ada rasa yang sulit saya gambarkan manakala saya datang lalu memandangi binar bahagia di mata mama dan senyum semringah bapak. Mudik bagi saya waktu itu adalah keniscayaan, sebab saya yakin ada kerinduan di mata mereka. Karena  itu sesulit apa pun persiapan mudik dan perjalanan yang akan saya tempuh, mudik wajib saya lakukan.

Kembali ke “pelukan” orang tua adalah momen haru nan indah yang selalu saya rindukan.

Lima tahun terakhir, pelukan saya lah yang selalu terkembang menanti kepulangan anak-anak saya. Sedih rasanya jika ada anak yang mengabarkan kalau tahun ini, tidak bisa mudik karena sesuatu dan lain hal. 

Sekalipun sedih, saya mencoba memahami alasan mereka. Bahwa, mudik lalu datang ke pelukan saya, tidak mesti menunggu lebaran bukan?

Mudik, lebaran dan terurainya rasa rindu adalah rasa yang tak bisa dimanipulasi. Kita mungkin bisa legowo menerima ketidakpulangan anak-anak, tetapi jauh di lubuk hati, kerinduan untuk berkumpul kadang datang tanpa diundang.

Ya, sudahlah!

Suka atau tidak, itulah hal yang harus kita terima bahwa pada akhirnya, para orang tua harus siap menerima keadaan, sesulit apa pun itu. 

Kita hanya harus memilih, bertahan dengan kesedihan atau bangkit menyambut kebahagiaan.


Makassar, 24 Maret 2024


Dawiah

Read More