Kala “Rindu” Mengaduk Rasa
“Kita keliru sekali jika
lari dari sebuah kenyataan hidup. Sungguh, kalau kau berusaha lari dari
kenyataan itu, kau hanya menyulitkan diri sendiri. Ketahuilah semakin keras kau
berlari, maka semakin kuat cengkeramannya. Semakin kencang kau berteriak
melawan, maka semakin kencang pula gemanya memantul, memantul, dan memantul
memenuhi kepala.”
Tere Liye, Rindu
Kalimat di atas adalah salah satu dari
sekian kalimat lainnya di dalam novel
Rindu, kalimat itu seakan menghipnotis dan secara gamblang menampar keegoan diri.
Dari sekian banyaknya karya Tere Liye,
novel Rindu inilah yang paling saya ingat. Mulai dari tokoh-tokoh
serta karakter dari setiap tokoh tersebut hingga alur cerita majunya. Mungkin karena di dalam ceritanya mengambil
setting daerah Makassar dan beberapa tokoh utamanya adalah orang Makassar, sehingga terasa ada ikatan emosional.
Bukan buku baru. Novel Rindu terbit
tahun 2014 (cetakan pertama pada Oktober
2014). Namun peminatnya tak berkurang hingga saat ini. Dibuktikan dengan
cetakannya hingga cetakan ke-40 pada akhir tahun 2016. Bahkan beberapa waktu lalu,
ketika saya ke toko buku, saya melihat novel
Rindu ini masih banyak peminatnya. Barangkali sudah dicetak lagi beberapa kali setelah tahun
2016 itu.
Luar biasa!
Riset yang Mendalam
Soal menulis novel yang sarat dengan makna dan ajakan ke kebaikan pastilah Tere Liye tidak diragukan lagi. Di awali dengan riset yang dalam dan sangat teliti, sehingga sejarah yang dituliskan nyata adanya.
Termasuk meneliti penanggalan yang tepat.
Bagaimana Tere Liye yang bernama asli Muhammad Darwis itu menuliskan tanggal 1
Desember 1939 M yang bertepatan dengan 9 Syawal 1357 H. Itu tidak mudah mencari
penanggalan 75 tahun lalu.
Novel Rindu ini menghadirkan banyak tokoh dan kisah, kemudian
diramu sedemikian rupa, sehingga kita bisa langsung jatuh cinta pada tokoh-tokoh
tersebut.
Ada beberapa tokoh yang berperan
dalam cerita itu, tokoh-tokoh tersebut saling terkait satu sama lain, terhubung
dengan sendirinya karena perjalanan yang berlangsung selama sembilan bulan di
atas laut, di atas kapal Blitar Holland.
Kisah-kisah tersebut merupakan perjalanan panjang dalam
kerinduan. Rindu ke Tanah Suci.
Tokoh-tokoh yang Berperan
Tokoh pertama adalah Daeng Adipati, tokoh dengan karakter yang
digambarkan Tere Liye sebagai seorang bangsawan sekaligus pedagang yang sukses.
Sebagai calon jemaah haji yang menumpang kapal Blitar Holland dengan membawa
serta keluarganya. Istri dan kedua anaknya, Anna dan Elsa.
Daeng Adipati digambarkan sebagai sosok yang kharismatik,
terpandang, terpelajar, kaya raya, dan dekat dengan orang-orang Belanda. Di
balik sosoknya yang nampak bahagia tersimpan satu rasa kebencian yang mengikutinya
sehingga menimbulkan kosongnya jiwa.
Awalnya saya kurang sreg dengan tokoh ini. Terlalu sempurna
tetapi menyimpan keborokan. Dibilang protagonis tetapi nyaris antagonis.
Untungnya pada ending cerita, Adipati bisa berdamai dengan rasa sakit hati dan
dendam. Hal itu tergambar setelah pulang dari Tanah Suci, Adipati mengajak
saudara-saudaranya berziarah ke kuburan ayahnya sekaligus meminta keikhlasan
untuk memaafkan ayahnya. Maka saya berubah pikiran menjadi suka tokoh ini.
Gurutta alias Ahmad Karaeng, dihadirkan oleh Tere Liye sebagai
ulama besar dari tanah Bugis. Makassar. Sifatnya yang rendah hati, bersahaja
serta dicintai oleh orang-orang yang mengenalnya. Tokoh sentral ini sangat
bijak, terbuka dan bisa bergaul dengan siapa saja, bahkan bisa langsung akrab
dengan orang yang baru ditemuinya.
Dengan santai ia bisa bercakap-cakap dengan Ruben, semeja dengan
Chef Lars, menjadi sangat dekat dengan dua putri Adipati, Anna dan Elsa, serta
berdikusi serius dengan Kapten Phillips dan Daeng Adipati.
Kisah heroik Ambo Uleng, pemuda pendiam kelasi kapal Blitar
Holland menjadi daya tarik tersendiri. Kejadian serangan serdadu Belanda di
sekitar Pasar Turi Surabaya mengajarkan saya, bagaimana menulis adegan demi
adegan dengan sangat nyata seakan kita yang mengalaminya. Itulah kepiawaian
Tere Liye.
Tema cinta dan romantisme diperlihatkan oleh sepasang suami
istri yang sudah sepuh. Mbah Kakung dan Mbah Putri Slamet yang berasal dari
Semarang.
“Pendengaranku memang sudah
tidak bagus lagi, Nak. Juga mataku sudah rabun. Tubuh tua ini juga sudah
bungkuk. Harus kuakui itu. Tapi aku masih ingat kapan aku bertemu
istriku. Kapan aku melamarnya. Kapan kami menikah. Tanggal lahir semua
anak-anak kami. Waktu-waktu indah milik kami. Aku ingat itu semua.”
(halaman 205).
Kisah cinta yang pilu dialami Ambo Uleng. Dia pergi meninggalkan
daerahnya demi melupakan sakit ditinggal menikah oleh kekasihnya, sampai-sampai
Kapten Phillips menanggapi.
“Aku juga pernah muda seperti kau, Ambo. Hanya
dua hal yang bisa membuat seorang pelaut tangguh berhenti bekerja di tempat
yang dia sukai, lantas memutuskan pergi naik kapal apa pun yang bisa membawanya
sejauh mungkin ke ujung dunia. Satu karena kebencian yang amat besar, satu lagi
karena rasa cinta yang sangat dalam. Oh my son, jangan-jangan, kau mengalami
dua hal sekaligus.” (halaman 33).
Nah itulah sedikit cuplikan
cerita dalam novel Rindu. Insya Allah saya akan tulis lagi kelanjutannya.
Penasaran?
Eh yang sudah baca, pastilah
hafal jalan cerita selanjutnya. Namun yang belum baca, pasti menjadi penasaran.
Kamu kategori yang mana?
To be continue ...
Judul
Novel: Rindu
Penulis: Tere Liye
Editor: Andriyati
Cover: Andriyati
Penerbit: Republika. Jakarta
Cetakan ke XL (Oktober 2016).
Aq blm baca mba pasti mi penasaran ka. Ditunggu ya kelanjutannya .
ReplyDeleteSegera dibaca, asyik loh
DeleteSaya pembaca setia semua novel tere liye tapi belum punya buku ini. Hiks! Pembaca setia yang mengaku-aku saja. Hayu beli ah.
ReplyDeletehayu dibaca, pinjam juga boleh. Tapi lebih bebas sih kalau punya sendri, bacanya bisa dicicil hehehe...
DeleteWah aku penggemar tere liye bun. Cuma buku ini belum aku punya. Siap-siap beli ini mah. Yang saya suka dari tere liye ini, dia ga cuma sekedar menulis tapi selalu ada pesan moral yang dia sampaikan kepada pembacanya
ReplyDeleteBetul, dan itulah kelebihannya.
DeleteYa bersambung ... sabar menunggu kelanjutannya.
ReplyDeleteCuplikan kalimat-kalimatnya sarat makna ya Bun... aaah kapan aku bisa nulis spt itu
ReplyDeleteMenarik nih kayaknya. Sempat baca dikit pas di toko buku.tapi blm berani beli karena takut ngantri juga di rak. Hehe... Makasih bocorannya mbak. Jadi penasaran
ReplyDeleteSaya masuk kategori ke-2 bunda, penasaraaan!!! Apalagi kisahnya berlatar Kota Makassar. Jadi pengem beli nih buku.
ReplyDeleteSaya termasuk kategori yang penasaran Bun. Lanjutkan...
ReplyDeleteBelum pernah baca bukunya Tere Liye uy...Kurang sabar saya kalau baca novel...hehe...
Saya belum baca Rindu dari Tere Liye ini Bunda..
ReplyDeleteJadi penasaran ..mengingat karya Beliau selalu fenomenal
Wah pecinta tere liye nih.. Isinya bikin lumer ya mbak..
ReplyDeleteSelalu suka quotesnya Tere liye. Tp saya belum baca mb. Penisirin juga, hehe
ReplyDeleteSudah baca dan hanya ada satu kata. Keren. Saya suka dengan Tere Liye sejak membaca Tentang Kamu. Jad mauka koleksi semua tulisannya
ReplyDeleteSaya juga penyuka novel-novel Tere Liye ... Selalu sarat makna
ReplyDeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete