Pulihkan Jiwa; Menulislah

Monday, October 23, 2023






Jaga Kewarasan dengan Menulis - 


Masih ingatkah kalian dengan film Habibie & Ainun?

Yap, film ini dibuat berdasarkan kisah nyata dari mantan Presiden Bacharuddin Yusuf Habibie atau biasa dipanggil BJ Habibie, kisah tersebut ditulis sendiri oleh Bapak BJ Habibie lalu dibukukan dengan judul yang sama, Habibie & Ainun.

Bapak BJ Habibie mengisahkan, ketika Ibu Ainun meninggal dunia, Beliau merasa sangat kehilangan dan mengalami kesedihan yang panjang. Bahkan Beliau pernah bangun tengah malam berjalan sendirian sambil menangis seperti anak kecil.


“Saya tenggelam dalam kesedihan.” (BJ Habibie)


Lalu Beliau berkonsultasi dengan tim dokter, dari hasil analisa tim dokter, ditemukan kalau BJ Habibie mengalami psikosomatis malignant, suatu perasaan kehilangan akibat adanya hubungan yang terlalu dekat. 

Agar Pak BJ Habibie sembuh dari penderitaan psikosomatis malignant, tim dokter memberikan empat opsi cara pengobatan, yaitu:

Pertama, dirawat di rumah sakit jiwa dengan konsultasi rutin dengan psikiater.

Kedua, di rumah saja dengan pendampingan tim dokter yang memantau kesehatannya.

Ketiga, curhat kepada orang-orang terdekat, seperti saudara, teman-teman ibu Ainun, teman-teman Beliau sendiri atau dengan siapa saja.

Keempat, curhat kepada jiwa dan diri sendiri dengan cara menulis.


“Saya pilih opsi keempat, yaitu menulis. Saya me-restart jiwa saya dengan menulis semua kisah kasih bersama Ibu Ainun, dan ternyata saya bisa sehat. Saya sembuh.” (BJ Habibie).


Serupa tapi tak sama dengan kisah Bapak BJ Habibie. Saya pun mengalami kekosongan jiwa yang saya tidak tahu namanya. Seakan tidak punya harapan lagi, tidak bersemangat, tidak juga sedih apalagi menangis. Hampa saja rasanya.

Perasaan itu muncul pada akhir tahun 2015, pasca musibah kebakaran yang menghanguskan rumah saya dan hampir seluruh isinya, dan parahnya lagi, saya tidak melihat langsung kejadian itu. Saat saya datang, semua sudah habis, tersisa reruntuhan bangunan rumah yang menghitam. 

Berbulan-bulan saya mengalami perasaan itu. Orang-orang yang melihat saya menganggap saya kuat karena tidak pernah menangis sebagai tanda bersedih, tidak pula mengeluh, datar saja. 

Namun, saya kehilangan gairah. 

Kurang lebih 3 bulan, keluarga saya menumpang di rumah saudara. Tidur berhimpit-himpitan dan merelakan tuan rumah mengatur semua urusan domestik. 

Saya yang biasanya memiliki kuasa mengatur rumah sendiri menjadi tak bisa berbuat apa-apa. 

Saat suami mengajak berdiskusi untuk mencari solusi agar bisa secepatnya keluar dari “pengungsian,” saya diam saja. Waktu itu yang terpikir adalah menjauh dari rumah yang tinggal puin-puing itu kemudian membeli rumah lain lalu pindah.

Namun, mewujudkan impian itu tidak semudah menyeduh secangkir teh.  Membeli rumah baru saat keuangan sedang miring-miringnya adalah impian yang tidak masuk akal, bagai punduk merindukan bulan.

Hingga rumah terbangun kembali dengan seadanya, tak sekalipun saya mengikuti proses pembangunannya. Saya ikut saja dengan pikiran yang hampa, bahkan hingga saya kembali menempati rumah kami.

Suatu hari, saya membaca status seorang teman yang sedang mengikuti pelatihan menulis di laman facebooknya. Dia bercerita tentang asyiknya belajar menulis kembali setelah sekian puluh tahun tidak menulis.

Bagaiamana ia mengatasi kesedihannya dengan menulis, dan masih banyak lagi. Saya berpikir, mungkin saya pun bisa melakukan hal yang sama. Jiwa hampa ini harus dihidupkan kembali, saya harus bangkit dan bersemangat lagi dengan jalan menulis. 

Seperti kata Bapak BJ Habibie, ternyata saya bisa sembuh, saya bisa sehat lagi. Demikian pula saya. Perlahan, tapi pasti, gairah hidup saya kembali dengan menulis. 

Melihat perubahan sikap saya itu, suami mendorong saya untuk lebih menekuni kepenulisan dengan meng - up grade ilmu menulis saya dengan mengikuti berbagai pelatihan menulis termasuk menulis di blog.

Maka di sinilah saya sekarang. Merasa hidup semakin berarti dan terus memperjuangkan kebaikan-kebaikan dengan manulis hal-hal baik demi hidup yang baik-baik saja.


Menulis = Healing 


Dari kisah Bapak BJ Habibie dan yang saya alami sendiri, maka saya berani menyimpulkan bahwa untuk healing atau penyembuhan jiwa tidak selalu pergi jauh-jauh. Cukup duduk di suatu tempat, ambil alat tulis, bisa pakai gawai, laptop, bahkan pakai kertas dan pulpen kemudian menulislah.

Terapi menulis bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja dan di mana saja. Memang pada mulanya tidak mudah apalagi bagi orang yang belum terbiasa mengungkapkan perasaannya lewat tulisan, tetapi bukan berarti tidak bisa. 

Tulis apa saja tanpa jeda, apa pun yang ada di pikiran, perasaan di hati, tulis terus tanpa membacanya. Jangan pedulikan diksinya, typonya, bahasanya dan aturan lainnya. Yang penting, semua yang bergejolak dalam dada dituangkan lewat tulisan. Hingga di titik tertentu, kelegaan hati dan pikiran itu datang perlahan.


Manfaat Terapi Menulis


Dari berbagai referensi dijelaskan bahwa terapi menulis memiliki banyak manfaat, yakni:


Terapi Gangguan Psikis


Manfaat utama dari terapi menulis adalah mengatasi gangguan psikologi, mulai dari depresi, kecemasan berlebihan, OCD, kecanduan obat-obat tertentu, gangguan makan hingga penyakit kritis.

Menulis merupakan salah satu sarana untuk mengatasi kesedihan atau kehilangan. Bisa juga sebagai jalan dalam mengatasi masalah interpersonal, seperti rendah diri bahkan bisa mengatasi komunikasi yang buruk dengan orang lain.


Mempertajam Ingatan


Menulis catatan harian atau jurnal sangat efektif meningkatkan daya ingat dengan mencatat peristiwa-peristiwa penting setiap hari. Menuliskannya saja sudah bisa membuat diri merasa lebih rileks di penghujung hari. 


Meredakan Stres 


Bagi orang yang pernah mengalami peristiwa yang sangat menegangkan atau traumatis, menulis ekspresif dapat memberikan efek penyembuhan yang signifikan. Biasanya, terapis meminta yang bersangkutan untuk menulis tentang pengalaman traumatis mereka selama 15 menit beberapa hari dalam sepekan. 


Mendapatkan Perspektif Baru


Dengan menuliskan pemikiran, kita dapat melihat sesuatu dari sudut pandang baru. Faktanya, menulis dapat menemukan makna dalam situasi yang menimbulkan stres atau bahkan pengalaman negatif. 


Hidup Menjadi Lebih Berkualitas


Terapis yang telah menggunakan metode ini juga menemukan bahwa kesehatan klien mereka membaik setelah menulis secara teratur. Klien lebih jarang sakit karena sistem imunnya membaik. Bahkan, siswa maupun mahasiswa yang rajin menulis menunjukkan peningkatan prestasi akademik. 


Terapi Menulis untuk Mengeksplorasi Pikiran


Sebenarnya, metode tersebut bukanlah sebuah metode yang menjadi tolak ukur efektif atau tidaknya terapi menulis. Kekuatan terapi ini terletak pada pikiran subjeknya, bukan pada kertas atau alat tulis. Tak perlu menulis, ada juga terapis yang meminta kliennya menulis email saat stres atau kecemasan mulai kambuh. 

Tujuan dari terapi menulis bukan untuk memudahkan pemahaman orang lain, tetapi untuk menciptakan cerita utuh yang dapat dikaitkan dengan ingatan tertentu. 

Ketika seseorang menceritakan peristiwa traumatis secara tertulis, hal itu dapat membantu menghentikan siklus pikiran yang berdampak buruk pada mental. Kunci dari terapi menulis adalah mengeksplorasi perasaan dan emosi sedalam mungkin. Terutama pikiran negatif atau traumatis. Membiasakan diri untuk terpapar emosi tersebut secara perlahan dapat mencerahkan Anda secara spiritual. 

Di sisi lain, mengungkapkan harapan atau optimisme masa depan dalam bentuk tulisan juga dapat membantu menemukan kedamaian dengan pengalaman traumatis. Berfokus pada hal-hal positif juga dapat meredakan trauma. 


Menulis Mencegah Penyakit Alzheimer 


Penyakit Alzheimer adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang paling umum di dunia. Biasanya dialami oleh orang tua, tapi bisa juga dialami oleh orang dari segala usia, bahkan orang yang masih muda. 

Sayang sekali, saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit Alzheimer, tetapi dapat dicegah atau mengurangi risiko terjadinya penyakit Alzheimer.

Berbagai penelitian di bidang kesehatan menemukan bahwa penyaki Alzheimer atau umumnya dikenal sebagai penyakit pikun dapat dicegah dengan melakukan aktivitas merangsang otak, seperti membaca dan menulis.

Aktivitas membaca dan menulis membantu membangun cadangan kognitif di otak, sehingga  dapat membantu mencegah atau memperlambat potensi hilangnya fungsi otak akibat penuaan.

Sebuah studi yang dimuat dalam Jurnal Neurology, American Academy Neurology menyebutkan bahwa kegiatan menulis dapat melibatkan peran otak dan membantu seseorang terhindar dari gangguan memori, salah satunya penyakit Alzheimer. 

Maka menulislah agar sehat jasmani dan rohani!

Tantangan ngeblog bersama Kumpulan Emak Bloger (KEB) hari ke-5.




#YukNgeblogLagi

#NgeblogAsyikBarengKEB


Makassar, 23 Oktober 2023


Dawiah

13 comments

  1. ahhh iyaaa, bapak Habibie kesayangan kita juga bs menyalurkan perasaan dgn menulis.

    baru ingaattt nih.makasiii mak. hayuuk hayuuk semangat ngeblog kitaaaa

    ReplyDelete
  2. Masya Allah Kak😰 kalau ada kebakaran hebat gitu emang bisa memicu stress dan trauma ya. Alhamdulillah kalau menulis bisa jadi sarana stress rrlease. Bener2 writing for healing.

    ReplyDelete
  3. Menulis memang ada efek therapeutic nya. Bisa jadi sarana pelepasan stress. Itulah kenapa saya masih menulis di BLOG, karena bisa bikin hati tenang juga

    ReplyDelete
  4. serius nih, menulis emang bisa jadi terapi, seperti diriku yang pelupa dan disleksia. dengan rutin menulis di diari dan sekarang blog, ini sangat membantu otakku menginngat dan berpikir terstruktur. beneran jadi terapi sih

    ReplyDelete
  5. Setujuuuuu mbaaa 👍👍👍. Itu lah makanya aku ga bisa stop ngeblog. Ini udh kayak terapi jiwa. Di saat aku jenuh, bad mood, sedih, marah, dengan menulis prlan2 semua emosi itu bisa stabil lagi.

    Aku bisa curahkan semua uneg2 di blog yg private. Mau makian atau apapun itu, dan rasanya bisa plong.

    Jadi anak2 juga aku saranin utk belajar menulis pelan2, jadi di saat mereka butuh sesuatu yg bisa nenangin pikiran, menulis jawabannya.

    ReplyDelete
  6. Pernah dengar memang menulis bisa untuk healing atau terapi stress. Sy pribadi belum pernah coba, klo stress bawaannya malah makan. Hehe

    ReplyDelete
  7. Halo Mba. Salam kenal sebelumnya.. 😊

    Buat aku sendiri menulis tuh bisa dibilang kaya Anugrah dari Tuhan. Bisa kenal dan nyemplung ke dunia Blogging tuh kaya "Ya Ampun.. dulu kalau nggak nyemplung kesini mungkin aku udah jadi pribadi yang lain yg bukan seorang Bayu sekarang..."

    Karena memang ngebantu banget... di Blog aku sendiri banyak banget Draft yang nggak dipublish. Biasanya semisal hari itu lagi berjalan berat. Aku biasa sebelum tidur dipake buat nulis sebagi refleksi diri.. hehe 😊

    Senang rasanya kalau blogging ngasih Andil yg cukup besar juga di orang lain 😊

    ReplyDelete
  8. Kejadian lama yang kalau diingat bikin sedih dan terpaku yaa, Bunda.
    Rasanya aku juga pernah mengalami masa-masa hopeless gini... Semacam gak ada nyawanya dan tersenyum palsu sama semua orang sambil berkata "Aku baik-baik aja".
    Saat Bapak rahimahullah meninggal.
    Aku bener-bener gak bisa apa-apa sampai setengah tahun. Rasanya semua hampa.

    Dan untuk terapi memulihkan jiwa memang kudu dari orangnya yang membutuhkan sendiri agar jiwanya terpanggil dan kembali bangkit.

    Keren Bunda..
    Sudah menemukan jalan yang disukai dan ditekuni hingga kini.

    ReplyDelete
  9. Setuju banget nih, menulis memang memberikan banyak manfaat dan sudah teruji melalui Bapak Habibie dan banyak kisah inspiratif dimana para tokoh menuangkan segenap isi hati serta pemikiran melalui menulis dan 2023 awal, aku pun mengalami hal serupa tapi tak sama sangat sedih atas kehilangan dan restart melalui menulis. Semoga bisa terua konsisten menulis serta menebar manfaat melalui tulisan, aamiin

    ReplyDelete
  10. Ya Allah, Bunda ternyata cobaannya berat ya rumah kebakaran hingga habis seisinya memang mengguncang hati Alhamdulillah menemukan obat dengan menulis ya

    ReplyDelete
  11. Ya Allaah, baru tahu ternyata Bunda pernah diuji dengan musibah kebakaran. Syukurnya berkah menulis Bunda bisa bangkit dan kembali menemukan gairah hidup ya. Saya juga pernah berada di titik terendah dimaba hidup ini terasa hampa banget dan gak nggak ada gairah sama sekali. Saya tahu rasanya nggak enak banget. Dan yah sama seperti kisahnya BJ Habibie dan juga keputusan yang Bunda ambil, memilih memulihkan diri sendiri dengan menulis. Fatnaya menulis memang memiliki banyak sekali manfaat ya, Bun. Terutama untuk terapi jiwa. Saya sih menganggapnya sebagai self helaing terbaik..

    ReplyDelete
  12. saya merasakan banget mba kalau lagi pas kurnag nyaman atau pikirannya lagi ga enak, menulis itu jadi kayak solusi untuk mengalihkan rasa dan pikiran yang kurang baik, jadi memang menulis itu banyak manfaatnya, udah gitu otak kita juga terlatih terus jadinya

    ReplyDelete
  13. Wah betul banget mba menulis itu memang beneran sebagai sarana untuk menyehatkan pikiran atau otak kita yang sedang tidak baik-baik saja, saya merasakan sendiri bagaimana manfaat menulis untuk diri saya, ketika sedang kurang baik-baik saja

    ReplyDelete