Kalau Bukan Karena Ridanya, Saya Sudah Berhenti Ngeblog

Sunday, October 22, 2023

 Inilah Support System Dalam Menjalani Peran Sebagai Bloger - 

 



Dalam hidup saya ada dua orang paling istimewa yang selalu memberi dukungan untuk semua kegiatan yang saya jalani. Walau terkadang keduanya protes jika melihat saya terlalu sibuk dan fokus sama kegiatan tersebut.

Tahun 2010 adalah awal kebangkitan  saya berhibernasi  dari dunia menulis, bahkan dari membaca. Sangat terlambat sebenarnya karena usia saya sudah tidak muda lagi.

Seandainya waktu bisa diputar dan kehidupan dapat dikembalikan ke masa lalu, maka hobi menulis (dulu lebih popular disebut mengarang)  sejak masih SD tidak akan pernah saya hentikan. Inilah salah satu penyesalan saya. Penyesalan lainnya masih banyak sebenarnya, wkwkwk.

Arragh, penyesalan memang selalu datang di akhir, kalau datang lebih dahulu namanya proposal.

Kalau dipikir-pikir, ada alasan yang sangat kuat yang mendasari sehingga saya tidak menulis waktu itu. Terutama perjuangan saya saat masih sekolah yang terpaksa dijalani sambil bekerja. Kemudian ketika ditempatkan mengajar di pelosok desa tanpa listrik dan akses transportasi yang sulit.

Setelah menikah, semakin tidak bisa menulis karena kesibukan mengajar sambil mengurus anak yang lahir hampir tiap tahun plus kuliah lagi. Masa-masa itu, waktu rasanya tidak cukup hanya 24 jam sehari semalam. 

Setidaknya ada alasan untuk mengurangi sedikit penyesalan. Yap, saya bekerja, kuliah dan mengurus rumah tangga. 

Mengapa tahun 2010?

Ini lain lagi ceritanya, nanti deh saya tulis tersendiri.


Pengertian Suami adalah Bentuk Dukungan


Ketika saya memutuskan kembali menulis, saya terkaget-kaget melihat begitu jauh ketertinggalan saya dalam dunia tulis menulis. Betapa literasi berkembang sangat pesat terutama literasi digital. Waktu itu sudah ada facebook yang memungkinkan saya mengenal banyak teman yang menekuni dunia menulis. Melalui facebook pula kemampuan menulis saya diuji untuk sekadar menulis status.

Tahun itu pula untuk pertama kalinya saya dibuatkan blog oleh teman kuliah S2, Akbar Iskandar. Sayangnya blog pertama itu hilang entah kemana, akibat lupa paswordnya.

Kemudian dibuatkan lagi oleh orang yang sama, dan hilang lagi dengan alasan yang sama.

Tahun 2015 saat musibah datang, saya mengalihkan kesedihan, kekecewaan dan sebagainya dengan menulis. Tulisan itu saya simpan pada menu catatan di facebook. Namun, catatan itu saya sembunyikan karena malu jika dibaca orang lain.

Saya perhatikan, teman-teman dunia maya memiliki tulisan yang bagus-bagus, enak dibaca dan tidak kaku. Sementara tulisan saya sangat sederhana, bahkan ada teman yang bilang kalau tulisan saya tidak layak dibaca, hu..hu..hu…hiks

Saat itulah suami saya menyarankan untuk mencari guru menulis agar tulisan saya tidak malu-maluin, katanya. Maka berbagai training menulis pun saya jabani. Mulai dari menulis artikel, kisah inspiratif, copywriting, cerita anak, hingga menulis novel bagi pemula, serta menulis di blog. 

Mentor menulis saya lumayan banyak, dan dana yang dikeluarkan tidak sedikit. 

Alhamdulillah, Beliau sangat mendukung hingga kini.

Jika beliau melihat saya sibuk di depan laptop pada jam-jam makan siang atau makan malam, dengan sabarnya Beliau ke dapur membuat makanannya sendiri sembari bersiul.


“masak, masak sendiri….. makan, makan sendiri… istri lagi menulis, la..la..la…” 


Saat buku solo pertama saya terbit, dengan bangganya Beliau memamerkan ke keluarganya bahkan ke teman-temannya, bahwa istrinya sudah menerbitkan buku. 

Belakangan Beliau mulai mengerti, bahwa istrinya juga seorang bloger. Itu pun setelah saya jelaskan panjang lebar tentang apa itu blog, apa untungnya punya blog, mengapa menulis di blog, dan sebagainya.

Jika ada job menulis/blog yang mengharuskan saya hadir, dengan sabarnya Beliau mengizinkan saya pergi bahkan ketika Ami, putra keempat yang biasa mengantar kemana-mana berhalangan, maka Beliau yang menggantikan  Ami.

Walaupun akhir-akhir ini Beliau  sering “mengusik” saat melihat saya menulis,  bukan karena  tidak rida, melainkan Beliau mau ditemani berbincang atau sekadar mendengarkan ceritanya yang saya hapal mati. Ceritanya itu-itu saja soalnya, wkwkwk.

Waktu Beliau baru memasuki masa purna bakti, dengan sedikit iri, berkata begini.

“Mama nanti kalau pensiun, enak. Bisa tetap sibuk sebagai bloger sedangkan saya, yaah hanya begini-begini saja. Kalau tidak ke masjid, ya siram tanaman, atau cuci piring yang bertumpuk.”

Pernah pula bertanya, “Ma, adakah uangnya kalau jadi bloger?”

Saya jawab, “kadang ada, tapi lebih sering tidak ada.

Lalu dia berkata, “Jadi bloger maki pale Ma, yang penting senang-ki, kalau dapat maki uang, bagi na… ikhlas ja…” Hahaha. 

(Teruslah jadi bloger, yang penting Mama senang. Kalau dapat uang dari ngeblog, jangan lupa dibagi yah. Saya ikhlas kok).

“Siap Pak! Doakan dapat job terus yah… nanti Mama traktir.” 

Sekalipun dengan embel-embel bayaran, tetapi saya paham bahwa itu hanyalah candaan Beliau. Dan saya meyakini bahwa Beliau rida atas keputusan yang saya ambil, yaitu menulis dan ngeblog.


Sang Pendukung Itu Telah Pergi Selamanya


Akhir September tahun ini, sang pendukung keduaku telah pergi selamanya, meninggalkan semangat membara untuk saya, agar terus berkarya. 

Beliau adalah mama saya yang selalu senyum semringah setiap kali saya mengabarkan kalau tulisan saya sudah terbit di blog, padahal Beliau tidak pernah sekalipun melihat blog saya, bahkan apa itu blog, Beliau tidak mengerti.

Senang sekali rasanya mengabarkan semua kegiatan saya kepada Beliau. Terutama kabar tentang kepenulisan. 

“Mama, terbit lagi bukuku, tapi buku borongan.”  Suatu hari saya mengabari perihal buku itu.

Lalu Beliau bertanya, “buku apa itu? Kamu dibayar atau itu bukumu bisa jadi uang?”

Ahaa…. Mamaku setali tiga uang dengan menantunya, suamiku, hahahaha.

“Yaaah, pasti bisa jadi uang karena bukunya dijual.

Beliau terkekeh lalu berkata, “ma’tulisi tuttuno pale namulle to mancaji tau sugi.”

(Kalau begitu kamu terus menulis agar bisa jadi orang kaya) hahaha.

Begitulah mamaku. Dalam pandangannya, setiap karya penulis atau bloger pasti dihargai dengan uang.

Suatu hari saya mendapatkan kiriman paket yang isinya produk Scarlett.  Dengan senangnya, saya memamerkan kepada Beliau.

“Mama, saya dapat ini dari Scarlett untuk saya review di blog.”

“Wah, ada lagi peralatan kecantikanmu. Berkat menulis di blog itu yah?”

“Iya Mama. Alhamdulillah.”

“Perbaiki tulisanmu, supaya yang kasi produk tidak kecewa.”

Pernah pula mama memamerkan ke saudaranya tentang kesibukan saya menulis saat saudaranya itu bertanya, apa saja kesibukan saya?

Dengan bangganya Beliau menjawab.

“Selain guru, Dawiah itu penulis. Selalu dapat pekerjaan, dapat paket bahkan dapat uang dari menulis.”

Ketika kami menunaikan ibadah umroh, ia menjelaskan panjang lebar kepada teman jamaah umroh, bahwa saya adalah anak sulungnya adalah guru dan penulis. Tidak apa-apa tidak disebut bloger, karena bagi Beliau bloger itu adalah penulis. 

Akhirnya pendukung keduaku dan cinta tertinggiku telah pergi memenuhi panggilan Ilahi. Beliau yang selalu mendukung semua kegiatan baik, yang saya lakukan. Kebanggaannya juga kepercayaannya terhadap apa yang saya tekuni adalah bentuk dukungan yang tidak terkira nilainya. 

Jasadnya telah terkubur, tetapi jejak-jejak dukungannya akan selalu terpatri dalam sanubari ini. Semoga mama mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah Subhanahu wataala. Al Fatihah buatmu mamaku tersayang.

Sebagai penutup, saya katakan bahwa, saya bisa terus bersemangat menulis ataupun ngeblog hingga nanti itu adalah berkat rida dari keduanya, suami dan mama. 

Terima kasih atas dukungan kalian dan mohon maaf jika karena saya fokus menulis, kadang kalian terabaikan. 






#YukNgeblogLagi
#NgeblogAsyikBarengKEB


Makassar, 22 Oktober 2023


Dawiah

Post a Comment