Berhenti Mengikuti Blog Challenge

Wednesday, April 17, 2024

 

Akhirnya saya memutuskan berhenti mengikuti blog challenge BPN. Jangan dikira saya semudah itu memutuskan untuk berhenti, karena ada keraguan saat mengambil keputusan itu. Saya butuh beberapa waktu untuk berdoa minta petunjuk, apakah ini keputusan yang tepat atau bukan?


mardanurdin.com


 

Di tengah kegalauan itu, saya mencari jawabannya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wataala agar diberi petunjuk. Bagaimanapun saya tidak mau kehilangan semua momen-momen yang terjadi selama bulan suci ini.

 

Pagi itu, sepulang dari masjid, saya rehat sejenak sambil membuka akun media sosial, hingga di suatu waktu, saya mendapatkan notifikasi ceramah Ustaz Adi Hidayat lalu disusul dengan Ustaz Syafik Risa Basalamah tentang pentingnya menjaga waktu di sisa 10 hari terakhir Ramadan agar mendapatkan keberkahan dari-Nya. 

 

Mungkin ini jawaban untuk alasan saya berhenti mengikuti challenge itu. Sekalipun saya sudah menyusun semua draf tulisan hingga hari terakhir, tetapi memprioritaskan kepentingan spiritual saya adalah keputusan yang sangat tepat, setidaknya itu hikmah yang saya dapatkan dari berbagai ceramah agama, baik yang saya simak melalui kanal youtube ustaz maupun yang saya dengar langsung dari para penceramah sebelum salat tarawih di masjid.

 

Alhamdulillah, sejak malam pertama Ramadan hingga menjelang 10 malam terakhir, saya diberi kekuatan dan kesehatan oleh Allah Subhanahu wataala untuk mengikuti tarawih di masjid.

 

Lalu sesuatu hal terjadi menerpa ketenangan saya, tiba-tiba ada perseteruan yang terjadi, memang tidak besar, tetapi cukup membuat hati ini sedikit terusik. Dan kesadaran itu kembali mengingatkan bahwa, manakala kita berusaha mengembalikan kekhusyukan kita beribadah dan berjuang mendekatkan diri kepada-Nya agar menjadi lebih dekat lagi, maka setan pasti tidak senang, maka digunakanlah daya upayanya untuk mengganggu konsentrasi kita, dan itulah yang terjadi.

 

Sedang asyk-asyiknya mendekatkan diri, menghamba sehamba-hambanya kepada-Nya, godaan itu datang. Namun, seperti yang lalu-lalu, selama kita berusaha mencari perlindungan hanya kepada-Nya, maka pasti pertolongan itu datang.

Bismillah kembali fokus mengejar momen malam seribu bintang itu. Dan, malam ke-25 itu saya mencoba menyampaikan keluh kesah ini lagi dan lagi hanya kepada-Nya.

 

Bantulah saya ya Rabb, untuk tetap istiqamah dalam ketaatan kepada-Mu.Tolonglah nurani  ini yah Rabbi untuk selalu berada dalam kalbu.

 

“Ya muqalliba qulub tsabbit qalbi ala diniika.”

 “Wahai Zat yang membolak balikkan hati, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu.”

 

Semakin mendekati akhir Ramadan, godaan itu semakin gencar datangnya dan bertubi-tubi. Tak mempan menerjang jiwa, maka fisik pun ditodong, yang saya rasakan adalah badan selalu lelah dan mata seakan tak bisa terjaga untuk membaca kalam Al Qur’an bawaannya mau tidur terus.

 

Sekuat tenaga saya menghalau itu semua dan terutama memohon pertolongan-Nya, 

"Ya Rabb, jangan biarkan tubuh ini rapuh di saat saya membutuhkan kekuatan untuk mengisi sisa-sia Ramadan ini."

Jangan lenakan pikiran dan hati ini untuk mengejar malam-malam indah-Mu yang kau anugerakan kepada umat Muhammad yang hanya datang sekali selama setahun. Karena Belum tentu tahun depan kami masih berjumpa dengannya. Bantulah kami ya Allah untuk selalu ingat kepada-Mu. Tolonglah kami untuk berjalan kearah-Mu.

 

Hari ini, sudah memasuki 8 Syawal 1445 H, itu artinya sudah delapan hari berlalunya Ramadan. Seharusnya saya bisa kembali fokus menulis selepas merayakan lebaran dan bersilaturahim, tetapi konsentrasi saya harus fokus dahulu ke persiapan umroh Syawal yang insyaallah dimulai pada 25 April 2024. 

Bismillahirrahmanirr rahim, semoga semua rencana berjalan dengan baik dan bisa menjalankan ibadah umroh dengan lancar dan meraih umroh mabrur. Amin ya Rabbal alamin.

 

Makassar, 17 April 2024

 

Dawiah

 

 

Read More

Refleksi Diri

Monday, March 25, 2024

 

www.mardanurdin.com


Refleksi Diri, Melalui Surat Cinta Untuk Diri Sendiri

Read More

Mudik Lebaran; Pulang ke Pelukan Keluarga

Sunday, March 24, 2024

 

Mudik Lebaran, www.mardanurdin.com



Sudah lama sekali saya tidak mengalami yang namanya mudik, terakhir mudik ke kota kelahiran saya itu tahun 1993, itu artinya sudah 31 tahun saya tidak merasakan euforia mudik. 

Nyaris hilang dari ingatan, bagaimana dulu saya mempersiapkan mudik ke rumah orang tua yang ada di kota, padahal jarak tempat saya bertugas dengan rumah orang tua hanya berkisar 51 km dan cukup menempuh perjalanan selama kurang lebih 1 jam dengan naik pete-pete. 

Waktu itu, setiap kali saya sibuk mempersiapkan diri untuk mudik, teman-teman mengajar malah sibuk mengejek saya sembari berkata, 

“Kamu itu tidak mudik, hanya pulang ke rumah orang tuamu saja, mudik kok ke kota.”

Katanya teman-teman, mudik itu identik perjalanan dari kota ke kampung, sedangkan saya sebaliknya.

Berpuluh tahun kemudian, di saat saya tidak merasakan lagi mudik atau istilah teman saya, pulang ke rumah orang tua, saya makin mengerti, bahwa mudik itu bukan hanya tentang pulang kampung.

 

Pengertian Mudik


Yap,  mudik  tidak selalu hanya mengacu pada perjalanan ke kampung halaman. Istilah "mudik" secara harfiah berarti perjalanan kembali ke tempat asal atau kampung halaman, tetapi dalam praktiknya, dapat mencakup berbagai tujuan perjalanan. 

Tradisi mudik telah menjadi bagian penting dari budaya Indonesia, dan sering dianggap sebagai momen yang ditunggu-tunggu dengan antusiasme oleh banyak orang. Namun, mudik juga dapat menjadi tantangan, terutama terkait dengan ketersediaan transportasi, kemacetan lalu lintas, dan ketidaknyamanan selama perjalanan yang panjang. 

Meskipun demikian, nilai-nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan solidaritas sosial yang terkait dengan tradisi ini membuat mudik tetap menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia terutama dalam konteks Idul Fitri.


Mudik Tak Mesti Bersua Fisik


Setiap tahun, ribuan orang di seluruh Indonesia bersiap-siap untuk melakukan perjalanan yang penuh arti dan emosi: mudik Lebaran. Bagi banyak orang, mudik bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan sebuah ritual yang melampaui sekadar pemindahan lokasi. Itu tentang pulang ke akar, kembali ke tempat di mana hati berada, ke pelukan keluarga.

Mudik Lebaran adalah momen yang ditunggu-tunggu sepanjang tahun, di mana orang-orang dari berbagai penjuru negeri berbondong-bondong pulang ke kampung halaman mereka. Bagi sebagian, itu adalah pertemuan tahunan yang penuh kebahagiaan dan keceriaan. Bagi yang lain, itu adalah saat untuk merayakan kembali tradisi khas lebaran yang tak terlupakan.

Namun, di balik kegembiraan tersebut, terdapat kisah-kisah yang mengharukan dan pengorbanan yang tak terhitung. Banyak dari mereka yang melakukan mudik harus melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan. Mereka menempuh perjalanan dari kota besar ke desa-desa terpencil dengan berbagai moda transportasi yang tersedia, mulai dengan  bus, kereta api, kapal, dan bahkan motor.

Bagi sebagian orang, mudik adalah tentang menghadapi tantangan yang melelahkan di jalan raya yang padat, tetapi bagi yang lain, itu adalah perjalanan melalui lautan dan pegunungan yang indah. Namun, satu hal yang pasti, setiap perjalanan memiliki tujuan yang sama: pulang ke pelukan keluarga.

Mudik Lebaran adalah saat untuk merasakan kehangatan dan kasih sayang keluarga yang mungkin sudah lama tidak terlihat. Ini adalah waktu untuk saling berbagi cerita, tawa, dan bahagia bersama. 

Bagi banyak orang, momen ini adalah saat yang tak ternilai harganya, di mana semua kesulitan perjalanan terbayar lunas oleh kebersamaan yang mereka rasakan.

Namun, di balik kegembiraan itu, terdapat juga rasa kehilangan dan rindu yang mendalam. Bagi mereka yang tidak bisa pulang ke kampung halaman karena berbagai alasan, seperti keterbatasan finansial atau jarak yang terlalu jauh, momen ini bisa menjadi waktu yang penuh duka dan kesendirian.

Tetapi, meskipun jarak memisahkan, semangat Lebaran tetap hadir di hati setiap individu. Dengan teknologi yang semakin canggih, mereka yang tidak bisa pulang bisa tetap merayakan Lebaran secara virtual, melalui panggilan video atau pesan teks


Mudik adalah Kembali ke Pelukan Orang tua


Mudik Lebaran bukan hanya tentang perjalanan fisik, melainkan tentang perjalanan emosional yang membawa kita kembali ke akar dan menguatkan ikatan keluarga. Mungkin saat kita memeluk orang-orang tercinta di kampung halaman, kita menyadari bahwa Lebaran bukan hanya tentang berada di suatu tempat, tetapi tentang bersama-sama dengan orang-orang yang kita cintai. 

Sehingga, setiap tahun, meskipun tantangan dan rintangan mungkin ada, kita tetap bersiap-siap untuk melakukan perjalanan yang membawa kita kembali ke rumah, ke tempat di mana hati kita berada: ke pelukan keluarga. Itulah esensi sejati dari mudik Lebaran.

Seperti yang saya alami puluhan tahun lalu, pulang ke rumah orang tua dengan berbagai alasan, seperti: ingin menikmati masakan khas lebaran buatan mama, bersenda gurau dengan saudara-saudara, dan menikmati libur panjang sambil berleha-leha di rumah atau beramai-ramai mengunjungi sanak keluarga.

Ada rasa yang sulit saya gambarkan manakala saya datang lalu memandangi binar bahagia di mata mama dan senyum semringah bapak. Mudik bagi saya waktu itu adalah keniscayaan, sebab saya yakin ada kerinduan di mata mereka. Karena  itu sesulit apa pun persiapan mudik dan perjalanan yang akan saya tempuh, mudik wajib saya lakukan.

Kembali ke “pelukan” orang tua adalah momen haru nan indah yang selalu saya rindukan.

Lima tahun terakhir, pelukan saya lah yang selalu terkembang menanti kepulangan anak-anak saya. Sedih rasanya jika ada anak yang mengabarkan kalau tahun ini, tidak bisa mudik karena sesuatu dan lain hal. 

Sekalipun sedih, saya mencoba memahami alasan mereka. Bahwa, mudik lalu datang ke pelukan saya, tidak mesti menunggu lebaran bukan?

Mudik, lebaran dan terurainya rasa rindu adalah rasa yang tak bisa dimanipulasi. Kita mungkin bisa legowo menerima ketidakpulangan anak-anak, tetapi jauh di lubuk hati, kerinduan untuk berkumpul kadang datang tanpa diundang.

Ya, sudahlah!

Suka atau tidak, itulah hal yang harus kita terima bahwa pada akhirnya, para orang tua harus siap menerima keadaan, sesulit apa pun itu. 

Kita hanya harus memilih, bertahan dengan kesedihan atau bangkit menyambut kebahagiaan.


Makassar, 24 Maret 2024


Dawiah

Read More

Manifestasi Cinta Tanpa Batas

Saturday, March 23, 2024


www.mardanurdin.com


Manifestasi Cinta Tanpa Batas Melalui Pertolongan-Nya

Read More

Momen Ramadan yang Tak Terlupakan

www.mardanurdin.com


Momen Ramadan Penuh Makna

Read More

Ngabuburit Ramadan: Memahami Makna dan Manfaatnya



Ngabuburit Ramadan - www.mardanurdin.com


Inilah Makna dan Manfaat Mengabuburit Dalam Bulan Ramadan

Read More

Semangat Puasa Yah Nak! Nanti Mama Kasi Hadiah

Friday, March 22, 2024


Anak puasa, perlukah kasih reward? www.mardanurdin.com


Anak Puasa, Perlukah Kasi Hadiah?

Read More