Pada Keheningan Malam; Datanglah Kepada-Nya

Thursday, July 7, 2022

 




Pada Keheningan Malam Datanglah Kepada-Nya


Malam Kamis malam yang manis buat kekasih, kalimat ini adalah kalimat yang disampaikan oleh sang kekasih sesaat setelah kekasihnya menganggukkan kepala, “iya, saya terima cintamu.”

Jihaaa ….

Siapakah laki-laki yang beruntung itu?
Atau bisa juga ditanyakan, siapakah perempuan itu, yang mendapatkan perhatian lebih, kasih sayang lebih sehingga ia diperjuangkan dengan sekuat jiwa raga oleh sang pengagumnya?

Dimulai pada malam itu, laki-laki ceking yang selalu menghibur penghuni kompleks guru dengan gitar dan alunan suara beratnya. Tiada henti melemparkan jurus-jurus rayuan mautnya.
Sementara sang wanita yang sangat percaya diri mempertahankan hatinya untuk tidak terjerembap dalam buaian rayuan gombal sang lelaki.

Berlangsung sekian waktu, akhirnya sang wanita takluk dalam perhatian yang tak pernah berkurang, takluk dalam kasih sayang yang dipersembahkan sang lelaki dan rasanya tak pernah berkurang hingga puluhan tahun kemudian.

Pastilah ada riak-riak dalam perjalanan kehidupan mereka berdua, tetapi semua bisa dilewati  dengan bekerjasama dalam mengendalikan ayunan angin yang kadang semilir menghanyutkan, dan tak jarang menggemuruh bagai ombak besar menghantam pantai. 


Apa Rahasia Mereka Sehingga Bisa Bertahan?



Bukan sebab cinta mereka yang selalu bergelora atau rasa sayang yang mendalam melebihi dalamnya lautan Samudra Pasifik. Perasaan-perasaan itu bisa saja memudar dan lambat laun akan hilang tak berbekas.
Lalu, apa?

Berdasarkan pengamatan dan perenungan saya, kedua insan itu bisa bertahan puluhan tahun karena besarnya sifat pemaaf di antara keduanya.

Seperti kejadian  pada bulan purnama di malam ke 730  kebersamaan mereka, laki-laki itu murka karena mendapati buah hatinya menangis tiada henti sebab si ibu, wanita kesayangannya pergi terlalu lama sehingga terkesan melupakan anaknya.

Esoknya, si wanita pergi dari rumah dengan membawa putranya dan tidak kembali hingga beberapa hari. Si laki-laki nelangsa.
Namun, akhirnya mereka berdamai karena sepotong kata “maaf”
Bukan sekali itu, kata maaf menjadi penyelamat dari kemarahan yang entah siapapun yang menjadi sumbernya.

Jika maaf telah terucap dan maaf diterima dengan ikhlas, maka tidak penting lagi mencari tahu, siapa yang menjadi pemicunya.
Maaf telah menyelesaikan persoalan demi persoalan dalam kebersamaan mereka.

Selain maaf, malam adalah waktu yang selalu menjadi titik akhirnya. Jika belum menemukan titik penghujung masalahnya, maka mereka secara perlahan menarik garis lurus panjang menuju kepada-Nya dalam sujud.

Mengadukan semua kegundahan kepada Sang Pencipta, maka jiwa yang gelisah luruh runtuh dalam kasih sayang-Nya.

Siapalah mereka tanpa pemberian kasih dan sayang dari-Nya?
Siapalah mereka tanpa sifat-Nya Yang Maha Pemaaf?

Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya, atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Maha Kuasa.” (QS. An-Nisa’: 149).


Siapakah Mereka?



Mereka adalah kami, yang sekarang ini telah menjadi sepasang kakek dan nenek.  Yang berjuang bersama untuk  mempertahankan biduk rumah tangga selama 32 tahun lebih. 






Saya merasa, kunci keberhasilan kami dalam menjalani biduk rumah tangga hingga kini adalah tabungan maaf yang tak pernah habis. Sebesar apa pun kesalahan yang pernah kami lakukan, selalu ada maaf di sana.

Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah, kepasrahan kami untuk selalu meminta kepada Sang Pemilik Kasih Sayang agar hati kami selalu dilimpahi kasih sayang.



Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21).


Seperti yang dinasihatkan oleh para ulama, setiap kami berhadapan dengan persoalan yang pelik maka yang pertama kami datangi adalah sajadah untuk bersujud, dalam kefakiran ilmu, kami hanya bisa berserah diri kepada-Nya.

“Dan pada sebagian dari malam, maka bersujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang di malam hari.” (QS. Al-Insan: 26).


Ini bukan tentang kejemawaan kami dalam berumah tangga, tetapi sekadar berbagi kisah, bahwa beginilah cara kami berjuang dari waktu ke waktu. 

Semoga bermanfaat. Jika ada kekeliruan dalam  tulisan ini, maka itu murni kekurangan saya. Mohon dimaafkan. 


Salam dari Makassar, 7 Juli 2022
Dawiah




1 comment