Secercah Harapan

Sunday, August 19, 2018




Namaku Walitonra, lahir di Makassar 11 November 1996. Entah apa arti namaku, yang pasti setiap aku menanyakan itu kepada  orangtuaku, mereka hanya menjawab kalau nama Tonra adalah nama nenekku, ibu dari  Amboku. Sedangkan Wali artinya penjamin atau  pengurus. Jadi Walitonra itu artinya pengurus nenekku? Lucu juga ya artinya?
Mungkin saja Tonra itu punya makna lain, tetapi Amboku dan Emmaku tidak tahu. Sudahlah, aku tak mau persoalkan arti namaku itu. Toh, sudah 20 tahun nama itu kusandang.
Skripsi ini kutulis sebagai penutup dari semua tugas-tugas yang telah kuselesaikan selama 3,5 tahun. Ini juga menandakan kalau aku telah menyelesaikan pendidikanku di FMIPA jurusan Fisika UNM Makassar.
Katanya sarjana Fisika itu keren. Itu kata  orang, tetapi bagiku “biasa” saja. Aku hanya berusaha membahagiakan kedua orangtuaku, karena mereka ingin sekali anaknya yang manis ini menjadi sarjana fisika. Lebih tepatnya sebagai guru fisika….


Nisa senyum sendiri membaca daftar riwayat hidup mahasiswa suaminya yang bernama Walitonra itu.
Ada dua bagian pada skripsi maupun tesis yang paling sering Nisa baca, yaitu Kata Pengantar di halaman awal dan Daftar Riwayat Hidup pada halaman terakhir.
Bagi Nisa, kata pengantar itu merupakan cerminan kepribadian dari penulisnya. Di sana akan terbaca kepada siapa saja sang penulis akan berterima kasih. Bagaimana untaian kata yang dituliskan sebagai wujud dari rasa terima kasihnya, mengapa dan bagaimana ia berterima kasih, dan sebagainya.

Sedangkan daftar riwayat hidup sudah pasti adalah gambaran jelas tentang siapa penulis skripsi tersebut. Akan diketahui ia lahir dimana dan kapan. Siapa nama orangtuanya, kalau sudah punya pasangan maka akan ketahuan siapa nama pasangannya, bahkan juga akan diketahui siapa nama anak-anaknya. Sekolah sebelumnya dimana, kapan tamatnya, dan sebagainya.

Itu salah satu kegiatan Nisa jika ia berada di dalam ruang baca suaminya.  Merapikan skripsi-skripsi maupun tesis-tesis  dari mahasiswa bimbingan suaminya sambil membaca kata pengantar dan  daftar riwayat hidup.  Begitu seringnya Nisa melakukan itu, sehingga suaminya menggodanya dengan bertanya, siapa nama bapak pemilik skripsi ini, sambil melambai-lambaikan skripsi atau tesis. Ajaib, Nisa bisa langsung menjawab dengan tepat.
Tetapi skripsi yang baru saja ia baca ini, sedikit unik. Baru kali ini Nisa membaca daftar riwayat hidup pada skripsi dengan gaya penulisan yang  jauh dari kesan kaku.

“Baca daftar riwayat hidup lagi Nis?” Ardan menyentuh bahu istrinya lembut. Nisa membalikkan badannya perlahan sambil tersenyum.

“Baru kali ini aku membaca daftar riwayat hidup yang unik.” Nisa memperlihatkan skripsi yang baru saja dibacanya.

“Ooh, itu skripsinya Walitonra, bukan cuma penulisan daftar riwayat hidupnya saja yang unik, orangnya juga unik.” Ujar Ardan suaminya sembari melingkarkan lengannya ke pinggang Nisa.

Nisa menengadah dan  menatap mesra suaminya sambil mengusap lembut dagu yang berjenggot halus itu. Aroma tubuh Ardan yang baru saja mandi mengundang hasrat Nisa untuk mengeratkan pelukannya.

“Kapan ia ujian Kak?” Pikiran Nisa masih terpaut kepada pemilik skripsi itu.
“Walitonra maksudmu Nis?”
“Iya Kak.” Jawab Nisa.
“Kemarin ujiannya, sudah lulus dengan predikat cumlaude.”
“Sudah kuduga, anak itu pasti cerdas.” Perlahan Nisa merenggangkan pelukannya, ia berbalik menyimpan skripsi yang ia pegang  itu di atas meja.

Pembicaraan tentang Walitonra berlanjut ke ruang makan. Entah kenapa Nisa menjadi suka sama sosok yang belum pernah ditemuinya itu.

****************

Untuk Suamiku
Cinta Kita Bagai Melati

Bersyukurlah kepada Tuhan karena cinta kita masih bersatu hingga kini, masih bersemi laiknya bunga melati yang putih, suci, dan mewangi. Selalu menebarkan harumnya manakala mentari menyeruak pagi.
Beruntung kita dipersatukan oleh Tuhan, karena Dia Sang Maha Pengatur, telah mengatur bahwa kita akan selalu saling membutuhkan.
Aku yang bagai melati, perlahan akan layu dan wanginya akan meruap  lalu sirna seiring dengan naiknya matahari pagi. Tetapi aku juga pohon melati yang setiap pagi akan memunculkan bunganya yang putih nan mungil, dan masih dengan wangi yang sama.
Dan kau yang setiap pagi selalu datang memetik bunga melati, menciuminya segenap jiwa, menyimpannya dengan rapi. Lalu dengan telaten merawatnya. Saat melihat bunga melatimu layu, kau membelai daun-daunnya. Karena kau tahu, esok pagi melatimu akan menyembul lagi dari sela-sela daunnya.
Begitulah perumpamaan kita, semakin menua dikikis oleh waktu. Namun cinta kita tetap menjadi melati, walau mungil tetapi putih, suci dan mewangi.
Semoga takdir kebersamaan kita telah sesuai dengan apa yang tertulis di Lauhul Mahfudz.


[Aamiin]

Fika mengomentari tulisan  Nisa pada  kolom komentar di media sosialnya.
Tidak sampai lima menit, telepon genggamnya memberi isyarat, sebuah pesan masuk via whatsApp.
“Nisa!” Fika berseru gembira, sudah lama ia tidak bertemu sahabatnya itu.
[Apa kabar Fik? Kangeeen]
[Kabarku tidak baik, aku juga kangeeen]
[Kenapa tidak baik? Kita ketemuan yuk!]

Fika terdiam sejenak, apa aku curhat saja yah sama Nisa tentang kelakuan Qory terhadapku.

[Yuk! Kapan dan dimana?]
[Sekarang saja, Aku lagi berada di Rumah Makan Potere Pettarani]
[Baik, meluncur]

Tanpa berpikir dua kali,  Fika memesan ojek online sembari meraih tasnya.
Lima belas menit kemudian, handpone Fika berbunyi. Ojek online orderannya sudah ada di depan rumah.

Fika berharap Nisa bisa membantunya atau paling tidak bisa menjadi mediator antara ia dengan Qory, menasehati Qory agar berhenti mengganggu suaminya. Hanya Nisa yang disegani Qory sejak dahulu.
Sikap dewasa dan ketenangan Nisa selalu bisa meredam liarnya perangai  Qory. Entah bagaimana caranya, Nisa selalu bisa “memaksa” Qory berhenti mengejar setiap pemuda yang diburunya, terutama laki-laki yang sudah memiliki pasangan.

Semoga Nisa masih “didengar” Qory sehingga ia mau melepaskan suaminya.   
Semoga doa-doanya di penghujung malam dikabulkan Tuhan melalui Nisa.
Harapan Fika kembali walau itu hanya secercah, namun setidaknya ia berusaha agar pernikahannya tidak kandas.

Cerita sebelumnya di sini

To be continue ….



To be continue …









21 comments

  1. Duh..duh..duh... Paragraf awalnya bikin nyesss ��
    17 tahun ke atas!!!

    ReplyDelete
  2. Huaaa kreatif ta' Kakak. Ada lagi adegan ranjangnya, ups 😍😍😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itumi juga tidak tahu bagaimana caranya menulis yang tersamar agar tidak terlalu fulgar

      Delete
  3. Saya masih menunggu lanjutan cerita ini ^_^

    ReplyDelete
  4. Kereeen iih, aku tertipu kirain ini non fiksi... lanjutkan buuun

    ReplyDelete
  5. Seruuuuuu, tapi ada agegan dewasanya kumalu masih kecil wkwkwk 🤭

    ReplyDelete
  6. Lanjuut Bunda, makin panas saja saya...#eh hahahah

    ReplyDelete
  7. Aduuuh aduuuh ... bapeeer
    Bunda Dawiah udah mandi? Hahahaha

    ReplyDelete
  8. Aku juga tertipu di awal, hadehhhh

    ReplyDelete
  9. Selalu hanyut mengikuti tulisan Bunda menuturkan kisah dalam bahasa sastra yang simple. Hati ikut merasa deg tak karuan. Selalu angkat 2 jempol buat karya tulisannya Bund. Lanjutkan, jangan bikin penasaran hihi

    ReplyDelete