Namaku Walitonra, lahir di Makassar 11 November 1996.
Entah apa arti namaku, yang pasti setiap aku menanyakan itu kepada orangtuaku, mereka hanya menjawab kalau nama Tonra
adalah nama nenekku, ibu dari Amboku.
Sedangkan Wali artinya penjamin atau
pengurus. Jadi Walitonra itu artinya pengurus nenekku? Lucu juga ya
artinya?
Mungkin saja Tonra itu punya makna lain, tetapi Amboku
dan Emmaku tidak tahu. Sudahlah, aku tak mau persoalkan arti namaku itu. Toh,
sudah 20 tahun nama itu kusandang.
Skripsi ini kutulis sebagai penutup dari semua
tugas-tugas yang telah kuselesaikan selama 3,5 tahun. Ini juga menandakan kalau
aku telah menyelesaikan pendidikanku di FMIPA jurusan Fisika UNM Makassar.
Katanya sarjana Fisika itu keren. Itu kata orang, tetapi bagiku “biasa” saja. Aku hanya
berusaha membahagiakan kedua orangtuaku, karena mereka ingin sekali anaknya
yang manis ini menjadi sarjana fisika. Lebih tepatnya sebagai guru fisika….
Nisa
senyum sendiri membaca daftar riwayat hidup mahasiswa suaminya yang bernama
Walitonra itu.
Ada
dua bagian pada skripsi maupun tesis yang paling sering Nisa baca, yaitu Kata
Pengantar di halaman awal dan Daftar Riwayat Hidup pada halaman terakhir.
Bagi
Nisa, kata pengantar itu merupakan cerminan kepribadian dari penulisnya. Di
sana akan terbaca kepada siapa saja sang penulis akan berterima kasih.
Bagaimana untaian kata yang dituliskan sebagai wujud dari rasa terima kasihnya,
mengapa dan bagaimana ia berterima kasih, dan sebagainya.
Sedangkan
daftar riwayat hidup sudah pasti adalah gambaran jelas tentang siapa penulis
skripsi tersebut. Akan diketahui ia lahir dimana dan kapan. Siapa nama
orangtuanya, kalau sudah punya pasangan maka akan ketahuan siapa nama
pasangannya, bahkan juga akan diketahui siapa nama anak-anaknya. Sekolah
sebelumnya dimana, kapan tamatnya, dan sebagainya.
Itu
salah satu kegiatan Nisa jika ia berada di dalam ruang baca suaminya. Merapikan skripsi-skripsi maupun
tesis-tesis dari mahasiswa bimbingan
suaminya sambil membaca kata pengantar dan daftar riwayat hidup. Begitu seringnya Nisa melakukan itu, sehingga
suaminya menggodanya dengan bertanya, siapa nama bapak pemilik skripsi ini,
sambil melambai-lambaikan skripsi atau tesis. Ajaib, Nisa bisa langsung
menjawab dengan tepat.
Tetapi
skripsi yang baru saja ia baca ini, sedikit unik. Baru kali ini Nisa membaca
daftar riwayat hidup pada skripsi dengan gaya penulisan yang jauh dari kesan kaku.
“Baca
daftar riwayat hidup lagi Nis?” Ardan menyentuh bahu istrinya lembut. Nisa
membalikkan badannya perlahan sambil tersenyum.
“Baru
kali ini aku membaca daftar riwayat hidup yang unik.” Nisa memperlihatkan
skripsi yang baru saja dibacanya.
“Ooh,
itu skripsinya Walitonra, bukan cuma penulisan daftar riwayat hidupnya saja
yang unik, orangnya juga unik.” Ujar Ardan suaminya sembari melingkarkan
lengannya ke pinggang Nisa.
Nisa
menengadah dan menatap mesra suaminya
sambil mengusap lembut dagu yang berjenggot halus itu. Aroma tubuh Ardan yang
baru saja mandi mengundang hasrat Nisa untuk mengeratkan pelukannya.
“Kapan
ia ujian Kak?” Pikiran Nisa masih terpaut kepada pemilik skripsi itu.
“Walitonra
maksudmu Nis?”
“Iya
Kak.” Jawab Nisa.
“Kemarin
ujiannya, sudah lulus dengan predikat cumlaude.”
“Sudah
kuduga, anak itu pasti cerdas.” Perlahan Nisa merenggangkan pelukannya, ia
berbalik menyimpan skripsi yang ia pegang itu di atas meja.
Pembicaraan tentang Walitonra berlanjut ke ruang makan. Entah kenapa Nisa menjadi suka sama sosok yang belum pernah ditemuinya itu.
****************
Untuk
Suamiku
Cinta
Kita Bagai Melati
Bersyukurlah kepada Tuhan karena cinta kita masih bersatu
hingga kini, masih bersemi laiknya bunga melati yang putih, suci, dan mewangi.
Selalu menebarkan harumnya manakala mentari menyeruak pagi.
Beruntung kita dipersatukan oleh Tuhan, karena Dia Sang
Maha Pengatur, telah mengatur bahwa kita akan selalu saling membutuhkan.
Aku yang bagai melati, perlahan akan layu dan wanginya
akan meruap lalu sirna seiring dengan
naiknya matahari pagi. Tetapi aku juga pohon melati yang setiap pagi akan
memunculkan bunganya yang putih nan mungil, dan masih dengan wangi yang sama.
Dan kau yang setiap pagi selalu datang memetik bunga
melati, menciuminya segenap jiwa, menyimpannya dengan rapi. Lalu dengan telaten
merawatnya. Saat melihat bunga melatimu layu, kau membelai daun-daunnya. Karena
kau tahu, esok pagi melatimu akan menyembul lagi dari sela-sela daunnya.
Begitulah perumpamaan kita, semakin menua dikikis oleh
waktu. Namun cinta kita tetap menjadi melati, walau mungil tetapi putih, suci
dan mewangi.
Semoga takdir kebersamaan kita telah sesuai dengan apa
yang tertulis di Lauhul Mahfudz.
[Aamiin]
Fika
mengomentari tulisan Nisa pada kolom komentar di media sosialnya.
Tidak
sampai lima menit, telepon genggamnya memberi isyarat, sebuah pesan masuk via whatsApp.
“Nisa!”
Fika berseru gembira, sudah lama ia tidak bertemu sahabatnya itu.
[Apa
kabar Fik? Kangeeen]
[Kabarku
tidak baik, aku juga kangeeen]
[Kenapa
tidak baik? Kita ketemuan yuk!]
Fika
terdiam sejenak, apa aku curhat saja yah sama Nisa tentang kelakuan Qory
terhadapku.
[Yuk!
Kapan dan dimana?]
[Sekarang
saja, Aku lagi berada di Rumah Makan Potere Pettarani]
[Baik,
meluncur]
Tanpa
berpikir dua kali, Fika memesan ojek
online sembari meraih tasnya.
Lima
belas menit kemudian, handpone Fika berbunyi.
Ojek online orderannya sudah ada di depan rumah.
Fika
berharap Nisa bisa membantunya atau paling tidak bisa menjadi mediator antara
ia dengan Qory, menasehati Qory agar berhenti mengganggu suaminya. Hanya Nisa
yang disegani Qory sejak dahulu.
Sikap
dewasa dan ketenangan Nisa selalu bisa meredam liarnya perangai Qory. Entah bagaimana caranya, Nisa selalu bisa
“memaksa” Qory berhenti mengejar setiap pemuda yang diburunya, terutama
laki-laki yang sudah memiliki pasangan.
Semoga
Nisa masih “didengar” Qory sehingga ia mau melepaskan suaminya.
Semoga
doa-doanya di penghujung malam dikabulkan Tuhan melalui Nisa.
Harapan
Fika kembali walau itu hanya secercah, namun setidaknya ia berusaha agar pernikahannya
tidak kandas.
To
be continue …
Duh..duh..duh... Paragraf awalnya bikin nyesss ��
ReplyDelete17 tahun ke atas!!!
Bhahaha...Ups
DeleteHuaaa kreatif ta' Kakak. Ada lagi adegan ranjangnya, ups 😍😍😍
ReplyDeleteItumi juga tidak tahu bagaimana caranya menulis yang tersamar agar tidak terlalu fulgar
DeleteSaya masih menunggu lanjutan cerita ini ^_^
ReplyDeletePasti
DeleteKereeen iih, aku tertipu kirain ini non fiksi... lanjutkan buuun
ReplyDeleteLanjuut, ditunggu yah
DeleteSeruuuuuu, tapi ada agegan dewasanya kumalu masih kecil wkwkwk 🤭
ReplyDeleteUps, maafin Bunda ya
DeleteLanjuut Bunda, makin panas saja saya...#eh hahahah
ReplyDeleteSudah mandi Mbak Dian? hahaha...
DeleteAduuuh aduuuh ... bapeeer
ReplyDeleteBunda Dawiah udah mandi? Hahahaha
Mandi junub? hahahaha...
DeleteAku juga tertipu di awal, hadehhhh
ReplyDeleteJebakan Batman ya?
DeleteUps,... dag dig dug bacanya
ReplyDeleteDeg ... deg ... syerrr
DeleteLanjuuuttt, Bunda ����
ReplyDeleteSip
DeleteSelalu hanyut mengikuti tulisan Bunda menuturkan kisah dalam bahasa sastra yang simple. Hati ikut merasa deg tak karuan. Selalu angkat 2 jempol buat karya tulisannya Bund. Lanjutkan, jangan bikin penasaran hihi
ReplyDelete