Memesona itu Merdeka

Thursday, March 30, 2017

Saat kita memasuki usia senja, yah usia sekitar lima puluhan ke-atas, seperti aku saat ini, seharusnya kita sudah merdeka. Merdeka bukan karena dijajah oleh seseorang. Tetapi merdeka dari segala jenis “penjajahan” yang bisa jadi penjajahan itu sumbernya dari diri sendiri.
Apa sajakah yang termasuk penjajahan yang sumbernya dari diri sendiri? Tiada lain adalah pikiran negatif.
Yah, pikiran negatif  adalah  penjajahan yang paling mengintimidasi jiwa dan raga.
Cobalah dibayangkan, saat kita sedang bersama sahabat yang lama tidak bertemu,  tiba-tiba pikiran kita disusupi pikiran buruk.
“Ih, jangan-jangan dia sudah tidak menganggapku sahabatnya lagi.”
“Barangkali dia sekarang malu bersahabat denganku karena aku tidak sesukses dia.” 
Atau bisa jadi kita sedang asyik-asyiknya bersama pasangan lalu pikiran buruk itu muncul dan merasuk ke dalam hati, kemudian kita bertanya-tanya, “apakah dia masih setia kepadaku?” Atau, “apakah dia tidak selingkuh, bukankah aku sekarang sudah tua dan tidak memesona dia lagi?”
Luar biasa capeknya kan?
Makanya, segeralah merdekakan diri dari pikiran-pikiran buruk. Ciptakan habits untuk selalu berprasangka baik kepada diri sendiri, berprasangka baik  kepada suami, kepada saudara, kepada teman, bahkan kepada musibah yang menimpa dan terutama adalah berprasangka baik kepada Allah swt.
Rasulullah saw bersabda yang artinya adalah:

“Allah ‘azza wajalla berfirman; “Aku berada dalam prasangka hamba-Ku kepada-Ku.” (HR. Bukhari)

Jika kita berprasangka buruk kepada Allah swt, berarti kita siap menerima hal buruk berdasarkan prasangka itu.
Berprasangka baik kepada diri sendiri adalah meyakini bahwa seburuk apapun rupa dan diri, kita masih memiliki orang-orang yang menyayangi, mencintai, yaitu orang-orang terdekat, suami, anak-anak, orang tua, saudara, dan teman-teman lainnya.

Bahkan berprasangka baiklah terhadap musibah yang menimpa, karena bisa jadi musibah itu adalah pencuci dosa bagi diri kita, atau bisa jadi musibah itu adalah awal akan datangnya kebahagiaan.

Dan aku telah membuktikannya saat musibah kebakaran menimpa keluargaku, rumah dan seluruh isinya ludes terbakar. Masya Allah! Aku memang kehilangan harta benda tetapi anak-anakku dan semua keluargaku selamat.
Lalu kami saling menyemangati, saling menghibur dan yang paling penting kami berprasangka baik kepada Allah swt.
Karena andaikan kami tidak berprasangka baik kepada Allah, tentu kami akan mengutuk musibah itu, tentu kami akan menyesali “hadiah” Allah swt untuk keluarga kami. Lalu hikmah apa yang dapat aku petik? 
Masya Allah, luar biasa. Entah dari mana asalnya, kami diberi rezki yang berlimpah hingga dapat membangun kembali rumah kami yang lebih bagus dari rumah sebelumnya, anak-anakku pun berjuang mencari pekerjaan demi membantu keluarga.
Bukan karena mereka berjuang dalam mencari pekerjaan yang membanggakanku, melainkan rasa tanggung jawab yang mereka miliki terhadap keluarganyalah penyebabnya. Mereka menjadi semakin dewasa, mereka semakin saling menyayangi.  Dan bagiku itulah anugrah yang terindah.

Memesona itu adalah merdeka. Merdeka dari ketergantungan  secara finansial kepada orang lain, bahkan kepada anak-anak kita sendiri. Anak memang harta kita, tetapi jangan lupa mereka akan terus bertumbuh dan berkembang hingga suatu saat mereka akan memiliki kehidupan sendiri saat mereka mulai membangun keluarganya.
Maka alangkah terjajahnya diri jika diusia tua hanya menggantungkan harapan dan bantuan finansial dari anak-anak.
Maka sejak awal persiapkan diri sebelum  usia tua tiba, sebelum kelemahan mendera,  agar kita tetap merdeka secara finansial sehingga tidak membebani anak-anak dan orang lain kelak.

Selagi masih ada waktu, maka berjuanglah agar diri tetap memesona dengan merdeka. Dekatkan diri kepada pemilik hidup agar rasa tak berdaya menjadi sirna, yakinkan diri bahwa Allah swt sangat dekat kepada hambaNya, lebih dekat dari urat leher kita sendiri. 
#MemesonaItu


Post a Comment