Peranan ‘Aisyiyah Dalam Pendidikan dan Literasi di Indonesia
Pagi yang cerah pada Ahad 21 Mei lalu, saya ikut sibuk membantu Nabila memilih-milih buku yang akan dia bawa pada kegiatan organisasinya, kalau tidak salah mereka menamainya dengan “Lapak Buku.”
Sebelumnya saya menanyakan bagaimana bentuk kegiatannya. Apakah donasi buku atau gerakan membaca buku?
Nabila menjawab kalau itu adalah kegiatan membaca buku yang dilaksanakan di salah satu taman Kota Makassar.
Wah, keren.
Setidaknya ada kepedulian pada perkembangan literasi dan saya berharap kegiatan itu tidak berhenti pada satu program organisasi mereka saja karena isu tentang rendahnya literasi di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan berada di zona rendah.
Apalagi salah satu isu strategis yang menjadi perhatian 'Aisyiyah pada Musyawarah Daerah Kota Makassar ke-17 baru-baru ini adalah “menguatkan literasi Sulawesi Selatan”
Oh yah, sebelumnya saya mau memperkenalkan terlebih dahulu tentang organisasi ‘Aisyiyah.
Sekilas Tentang 'Aisyiyah
‘Aisyiyah merupakan organisasi perempuan Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan pada 27 Rajab 1335 H bertepatan pada 19 Mei 1917 M di Kauman Yogyakarta.
Di laman ‘Aisyiyah.or.id dijelaskan bahwa berdirinya ‘Aisyiyah diawali dengan pertemuan yang digelar di rumah Kyai Dahlan yang dihadiri oleh K.H. Facrodin, K.H. Mochtar, Ki Bagus Hadikusumo bersama kader Dahlan dari perempuan, yaitu Siti Bariyah, Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Busjro, Siti Wadingah, dan Siti Badilah.
Dari hasil pertemuan itu diputuskanlah berdirinya organisasi perempuan Muhammadiyah yang disepakati diberi nama 'Aisyiyah yang konon nama itu diajukan oleh K.H. Facrodin.
Nama tersebut terinspirasi dari nama istri Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wassalam yang jika Muhammadiyah berarti pengikut Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam maka ‘Aisyiyah bermakna pengikut istri Nabi, yaitu Aisyah radhiyallahu anha.
Sedangkan inspirasi utama didirikannya ‘Aisyiyah adalah pemahaman ayat Al Quran surah An - Nahl ayat 97, yang artinya adalah sebagai berikut.
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl:97).
Berangkat dari surah itulah, ‘Aisyiyah bersama-sama Muhammadiyah melakukan gerakan Islam, dakwah amar makruf nahi munkar dan tajdid yang berasas Islam serta bersumber kepada Al-Qur’an dan As-Sunn.
Peran Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Dalam Pendidikan di Indonesia
Kepedulian Muhammadiyah terhadap pendidikan tidak diragukan lagi. Hal ini bisa dilihat dari sekolah-sekolah yang didirikan, dikembangkan dan dibina oleh Muhammadiyah demikian pula berdirinya sejumlah perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia.
Tercatat hingga pada tahun 2023, Muhammadiyah memiliki SD sebanyak 1094, SMP 1128, SMA 558 dan SMK sebanyak 554 jika diakumulasi maka jumlah sekolah yang didirikan oleh Muhammadiyah sebanyak 3334. (dikdasmenppmuhammadiyah).
Sedangkan organisasi otonom (ortom) yang pertama dibentuk Muhammadiyah yaitu ‘Aisyiyah tak kurang perannya dalam perkembangan pendidikan di Indonesia terutama pendidikan usia dini.
‘Aisyiyah merupakan pelopor berdirinya pendidikan anak usia dini di Indonesia. Bermula dari pendirian Forbel Scholl pada tahun 1919 di Yogyakarta lalu berkembang manjadi TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal.
Melalui Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) ‘Aisyiyah yang bertugas sebagai penyelenggara usaha bidang pendidikan dasar dan menengah ‘Aisyiyah dalam lingkup pendidikan dasar dan menengah ‘Aisyiyah yang meliputi:
Pendidikan Usia Dini (PAUD)
- PAUD formal yaitu: Taman Kanak-kanak (TK) Bustaful Athfal dan SLB
- PAUD non formal meliputi Kelompok Bermain (KB)/Play Group, Taman Pengasuhan/Penitipan Anak (TPA), Satuan PAUD Sejenis/Taman Bina Anak (TBA) dan Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ)
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar dalam lingkup ‘Aisyiyah merupakan jenjang bpendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah, meliputi:
- Sekolah Dasar (SD)
- Madrasah Ibtidaiyah (MI)
- Sekolah Menengah Pertama (SMP)
- Masdrasah Tsnawiyah (MTs)
- Sekolah Luar Biasa (SLB)
- Pondok Pesantren, dan bentuk lain yang sederajat.
Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah adalah lanjutan pendidikan dasar, meliputi:
- Sekolah Menengah Atas (SMA)
- Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
- Madrasah ‘Aliyah (MA)
- Sekolah Luar Biasa (SLB)
- Pondok Pesantren, dan bentuk lain yang sejenis
Pendidikan Non Formal
Yang dimaksud dengan pendidikan non formal adalah pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, meliputi:
- Madrasah Diniyah
- pendidikan kecakapan hidup
- pendidikan Remaja
- pendidikan pemberdayaan perempuan
- pendidikan keaksaraan
- pendidikan kesetaraan
- pendidikan ketrampilan
- pelatihan kerja, dan bentuk lain yang sejenis.
Berdasarkan data terakhir pada laman Aisyiyah.or.id tercatat jumlah amal usaha ‘Aisyiyah bidang pendidikan Dasar dan Menengah adalah
- 20.125 PAUD dan TK ABA
- 4.398 Lembaga pendidikan setingkat SD, SMP, dan SMA
- 3.904 Lembaga keaksaraan fungsional
Dari segi kuantitas maupun kualitas, peran ‘Aisyiyah dalam dunia pendidikan di Indonesia tidak diragukan lagi. Mendirikan, membangun dan membina secara sungguh-sungguh setiap amal usaha berupa sekolah dan Lembaga pendidikan adalah bukti nyata peran ‘Aisyiyah dalam perkembangan pendidikan di Indonesia.
Bagaimana peran ‘Aisyiyah dalam literasi di Indonesia terutama bagi perempuan Indonesia?
Peran ‘Aisyiyah Dalam Perkembangan Literasi di Indonesia
Sejak tahun 1926, ‘Aisyiyah sudah memulai debutnya dalam dunia literasi melalui majalah Suara 'Aisyiyah.
Suara 'Aisyiyah adalah majalah bulanan yang diterbitkan oleh Pimpinan Pusat 'Aisyiyah yang masih eksis sampai sekarang. Majalah ini bisa dikatakan sebagai majalah tertua di Indonesia yang eksis sejak zaman kolonial Belanda, zaman Jepang hingga zaman kemerdekaan.
Saat ini usia majalah Suara 'Aisyiyah hampir menginjak 100 tahun atau lebih tepatnya sudah berusia 97 tahun dan tetap eksis hingga sekarang, dan untuk menjawab tantangan teknologi digital maka majalah Suara 'Aisyiyah juga menerbitkan Suara ‘Aisyiyah Digital.
Barangkali masih banyak yang meragukan bahwa kehadiran majalah Suara 'Aisyiyah belum sepenuhnya menjawab isu strategi literasi di Indonesia yang akhir-akhir termasuk dalam rendah berliterasi, tetapi kehadiran dan keeksisannya hingga kini adalah bukti bahwa 'Aisyiyah peduli dengan perkembangan literasi Indonesia.
Baca juga tentang Unsur Penentu Suksesnya Proses Pembelajaran dan
Masalah Pembelajaran IPA Menurut Guru PPG di sini.
Penguatan Literasi Dalam Pandangan ‘Aisyiyah
Pada Musyawarah Daerah (Musydah) ‘Aisyiyah Kota Makassar ke-17 pada 6-7 Mei 2023 lalu oleh pimpinan wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan menyampaikan isu-isu strategis yang harus diperhatikan oleh pimpinan daerah Aisyiyah Makassar yang terpilih nanti, salah satunya adalah Menguatkan literasi Sulawesi Selatan.
Ada Sembilan isu-isu strategis, keumatan, kebangsaan dan kemanusiaan universal yang disampaikan oleh pimpinan wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan.
Mari fokus pada penguatan literasi Sulawesi Selatan, bahwa berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assesment (PISA) yang dirilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, dari 34 provinsi di Indonesia, Sulawesi Selatan berada di urutan 11 dengan nilai indeks 38,82.
Itu artinya, Sulawesi Selatan berada di zona rendah.
Hal ini tidak terlepas dari budaya baca masyarakat Indonesia secara keseluruhan masih rendah bahkan cenderung asing. Bayangkan, hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang suka membaca. Hal itu berdampak pula pada produksi buku bacaan di Indonesia.
Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia dengan total jumlah bahan bacaan memiliki rasio nasioanl 0,09. Artinya hanya satu buku baru ditunggu oleh 90 orang setiap tahunnya. (Kemendagri.go.id).
Padahal standar UNESCO adalah minimal 3 buku baru untuk setiap orang setiap tahun.
Hiks … jauh sekali perbandingannya dan perjuangan untuk sampai pada standar itu membutuhkan waktu dan tenaga yang tidak sedikit.
Sekalipun ‘Aisyiyah sudah menunjukkan eksistensinya terhadap literasi di Indonesia melalui kehadiran majalah Suara ‘Aisyiyah, tetapi itu belum cukup bahkan bisa dikatakan masih jauh dari kata menyentuh peningkatan literasi atau secara teknik, masih belum bisa meningkatkan daya baca warga ‘Aisyiyah itu sendiri apalagi perempuan Indonesia umumnya.
Olehnya itu, Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan memasukkan itu sebagai isu strategis ‘Aisyiyah agar menjadi perhatian bagi setiap pimpinan daerah ‘Aisyiyah bahkan dalam penyampaian isu-isu tersebut dalam Musydah, pimpinan menitipkan pesan agar pada saat penyusunan program kerja pada setiap departemen agar memperhatikan isu-isu tersebut kalau perlu menjadikannya dasar penyusunan program kerjanya.
Sedikitnya ada enam cara yang akan dilakukan oleh ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan dalam menjawab tantangan isu rendahnya atau meningkatkan literasi di Sulawesi Selatan, yaitu:
- Memanfaatkan dan mengoptimalkan perpustakaan di sekolah.
- Menumbuhkan minat baca peserta didik dalam semua mata pelajaran.
- Memberikan motivasi secara berkelanjutan bagi peserta didik agar menemukan buku untuk membuatnya jatuh cinta pada membaca.
- Mengoptimalkan peran serta mahasiswa, masyarakat, akademisi, dan Lembaga kemasyarakatan dalam upaya pengadaan bahan bacaan yang sesuai karakteristik masyarakat dan peserta didik di lingkungan sekitar.
- Mendorong dan mendukung agar para ahli, pakar, akademisi, bahkan mahasiswa untuk berkarya dalam meramaikan produksi bahan bacaan nasional baik melalui buku fisik maupun digital.
- Semakin memperkenalkan dan mensosialisasikan pentingnya literasi di era ini. (Sumber: Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sul-Sel).
Seperti yang dipesankan oleh Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah Sulawesi Selatan, bahwa polanya sudah dibuat berupa enam langkah tersebut di atas, maka eksekusinya baik secara penyusunan program kerja maupun praktik langsung di lapangan harus siap dilaksanakan oleh 24 Pimpinan Daerah, 215 Pimpinan Cabang, dan 764 Pimpinan Ranting serta 431 TK ‘Aisyiyah Bustanul Athfal, 6 SD ‘Aisyiyah. 3 Madrasah dan Pondok Pesantren yang tersebar di Sulawesi Selatan.
Karena literasi tidak bisa dibangun hanya oleh beberapa pihak saja, tetapi harus berkesinambungan dari hulu ke hilir tidak pula hanya menanti kebijakan dari stakeholder, tetapi kita harus siap menjemput bola.
Namun, setidaknya peranan ‘Aisyiyah tidak bisa dipandang sebelah mata karena potensi sekolah yang dimiliki yang melibatkan banyak orang mulai dari guru-gurunya, orang tua peserta didik dan peserta didik itu sendiri.
Penutup
Sebagai warga Muhammadiyah dan telah menjadi pengurus ‘Aisyiyah beberapa periode di Makassar, saya sangat optimis dengan perkembangan literasi yang bisa dimulai dari guru-guru yang bertugas di TK Bustanul Athfal, guru-guru SD dan guru-guru Mts dan MA ‘Aisyiyah.
Harapannya, guru-guru inilah nanti yang menjadi agen literasi di sekolahnya masing-masing.
Semoga berjalan lancar.
Makassar, 25 Mei 2023
Dawiah
Referensi:
3. https://muhammadiyah.or.id/
4. Buku Isu-Isu Strategis Keumatan, Kebangsaan dan Kemanusiaan Universal, disampaikan pada Musydah Aisyiyah Kota Makassar oleh Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Sulawesi Selatan
Post a Comment