Seminar Parenting; Dampak Pengasuhan dan Disiplin Positif Sejak Usia Dini

Thursday, September 18, 2025



Seminar Parenting- www.mardanurdin.com



Rabu, 10 September 2025 kami, kepala sekolah dan guru  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) serta satu orang perwakilan orang tua siswa diundang menghadiri seminar pengasuhan yang dilaksanakan oleh Bunda PAUD Kota Makassar. 

Seminar yang berlangsung di Ballroom Alamanda lantai 1 Hotel Aryaduta Makassar itu mengusung tema “Dampak Pengasuhan dan Disiplin Positif Sejak Usia Dini pada Pengembangan Karakteristik yang Inklusif”

Tema yang menarik dan menurutku cukup berat dicerna untuk pertemuan sehari saja. Sebagaimana ilmu-ilmu parenting pada umumnya yang tidak bisa langsung diaplikasikan dalam rumah tangga. Ada banyak proses yang mesti dijalani yang tidak mudah semudah mendengar penjelasan dari narasumber.

Namun, menghadiri seminar parenting pasti tidak sia-sia selama peserta seminar menyimak dengan baik lalu pelan-pelan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, karena ada banyak miskonsepsi tentang pola pengasuhan yang mungkin telah kita lakukan atau yang kita pahami.

Maka belajar dari para ahli di bidangnya, seperti psikolog, pendidik maupun para pegiat parenting adalah salah satu jalan buat para orang tua untuk “kembali ke jalan yang benar”

Saya yakin, itulah tujuan Bunda PAUD Makassar melaksanakan seminar ini.

Dalam susunan acara tertulis, ada dua pemateri dalam dua sesi. Di sesi 1, dibawakan oleh ibu Ola Z. Pontoh, S.Psi.,M.Psi dengan judul “Pengasuhan dan Disiplin Positif.”

Di sesi kedua, membahas tentang “Dampak Pengasuhan dan Disiplin Positif” yang dibawakan oleh ibu DR.Asniar Khumas,S.Psi.,M.Si.


Pengasuhan dan Disiplin Positif


Di sesi pertama, narasumber, Ibu Ola Z.Pontoh ,S.Psi.,M.Psi memulai dengan dua pertanyaan.

  1. Bagaimana pengalaman Anda diasuh saat masih anak-anak? 
  2. Peristiwa apa yang paling menyenangkan dan peristiwa apa yang paling menyedihkan?

Kedua pertanyaan itu dijawab oleh salah seorang peserta, bahwa yang menyenangkan adalah saat bersama orang tua, disayangi dan dipeluk sedangkan yang tidak menyenangkan adalah saat orang tua membanding-bandingkannya dengan saudara atau dengan orang lain.

Mungkin dalam benak kita semua, setuju dengan jawaban itu, bahwa dalam perjalanan hidup kita sejak kecil hingga dewasa akan ada saja peristiwa dan perlakuan yang baik dan tidak baik yang pernah kita alami. 

Ada yang sangat membekas di hati dan di pikiran  hingga sulit dilupakan dan ada yang biasa saja dan kita sudah tidak ingat lagi.

Apakah perlakuan buruk itu termasuk pengasuhan negatif dan sebaliknya perlakuan baik yang kita dapatkan adalah pengasuhan positif?

Mari kita coba pelajari berdasarkan penjelasan dari Ibu Ola. 


Pengasuhan Positif


Ibu Ola menekankan bahwa yang dimaksud dengan pengasuhan anak  adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan akan kasih sayang, kelekatan, keselamatan, dan kesejahteraan yang menetap dan berkelanjutan.

Selanjutnya, beliau menjelaskan bahwa pengasuhan positif  menyangkut tiga hal, yaitu:


  1. Pengasuhan berdasarkan kasih sayang, saling menghargai, membangun hubungan yang hangat antara anak dan orangtua serta mendukung tumbuh kembang anak. 
  2. Pendekatan yang mengedepankan penghargaan, pemenuhan dan perlindungan hak anak, serta kepentingan terbaik anak.
  3. Upaya untuk memberikan lingkungan yang bersahabat dan ramah sehingga anak dapat berkembang lebih baik.


Di mana dan siapa  saja yang berperan penting  dalam mewujudkan pengasuhan positif tersebut?

Yang pasti, ada tiga lingkungan, yaitu:


Lingkungan Rumah

Dalam lingkungan rumah ada orang-orang dewasa yang berperan penting dalam mewujudkan pengasuhan positif, ada  ayah, ibu, kakak, kakek, nenek, bisa jadi ada juga om, tante, sepupu hingga asisten rumah tangga. 


Lingkungan Sekolah

Sedangkan di lingkungan sekolah ada  Kepala sekolah, guru, administrator, penjaga sekolah (satpam), bujang sekolah, dan semua warga sekolah lainnya.


Lingkungan Masyarakat

Tetangga, teman sepermainan anak dan orang-orang yang tinggal di sekitar rumah merupakan bagian dari lingkungan Masyarakat.


Ketiga lingkungan itu sangat berperan dalam menciptakan pengasuhan positif. Sebab itu orang tua wajib mengamati dan mengetahui ketiga lingkungan itu, apakah cukup sehat dan mendukung pengasuhan yang positif untuk anaknya.

Misalnya, orang tua sudah menerapkan pengasuhan positif untuk anaknya dalam lingkungan rumah, lalu anaknya bergaul di lingkungan sekolah atau di lingkungan masyarakat yang tidak mendukung atau tidak sejalan dengan pengasuhan yang telah diterapkan dalam lingkungan rumah, maka bisa saja terjadi perubahan signifikan pada anak akibat pengaruh dari kedua lingkungan tersebut.

Akibatnya orang tua mesti memulai lagi dari awal dan tentu memerlukan usaha yang lebih keras lagi. 

Dari sini, kita bisa menyimpulkan, bahwa pengasuhan positif untuk anak-anak kita tidak bisa dilakukan sendiri. Harus ada dukungan dan kerja sama yang baik oleh semua pihak dari semua lingkungan.  


Baca juga Jangan Berkata "Jangan" Kepada Anak 


Disiplin Positif


Jika pengasuhan positif menyangkut pengasuhan  maka disiplin positif merupakan pembentukan kebiasaan dan tingkah laku anak yang positif dengan kasih sayang. Tujuannya kurang lebih sama dengan pemberian pengasuhan positif, yaitu agar anak menjadi mahkluk sosial dan  tumbuh serta  berkembang dengan sebaik-baiknya.

Mendisiplinkan anak ke arah yang positif memiliki tiga tujuan, yaitu: 

  1. Agar anak bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.
  2. Agar anak mendapatkan kesempatan untuk membangun tingkah laku sesuai dengan lingkungannya.
  3. Agar anak memahami mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk.


Bagaimana Cara Mendisiplinkan Anak?


Ibu Ola memaparkan beberapa cara dan tindakan yang harus dilakukan orang tua, guru, dan orang dewasa yang ada di lingkungan anak dalam mendisiplinkan anak, yaitu:


  1. Sabar dan percaya diri
  2. Tenang
  3. Memilih waktu yang tepat
  4. Konsisten
  5. Memberikan contoh dan penjelasan
  6. Tidak mudah menyerah
  7. Menghindari melakukan kekerasan


Ketujuh cara itu nampaknya mudah dituliskan, tapi sulit dilakukan apabila orang tua, guru dan orang dewasa di lingkungan masyarakat tidak Ikhlas melepaskan egonya.

Namun, alih-alih  mengeluh tentang sulitnya mendisiplinkan anak maka sebaiknya, mari membayangkan jika anak kita sudah beranjak dewasa, lalu jawablah pertanyaan yang diberikan oleh ibu Ola.


“Jika anak Anda sudah beranjak dewasa, karakter seperti apa yang ingin Anda lihat dari anak? Bentuk hubungan seperti apa yang Anda inginkan?”


Pasti jawaban kita semua sama. 

Kita mau anak kita memiliki karakter yang positif, tidak mudah putus asa, tidak cengeng, dan hal positif lainnya.

Kita mau memiliki hubungan yang berkualitas, hangat, dan penuh  kasih sayang yang tulus.

Untuk mendapatkan semua itu, tentu memerlukan perjuangan yang konsisten, kesabaran yang ekstra, dan ilmu pengasuhan yang mumpuni.

Maka marilah belajar bersama agar bertumbuh bersama  demi mendapatkan anak yang berkualitas dan generasi penerus bangsa yang berkualitas pula.

Ibu Ola menutup sesi satu dengan mengutip kalimat bijak dalam novel Guru Aini karya Andrea Hirata.


“Guru terbaik adalah guru yang tak kenal lelah mencari cara agar muridnya mengerti.” 


Sebagai penutup dari tulisan ini, saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ola Z. Pontoh ,S.Psi.,M.Psi atas pemaparannya yang sangat baik dan mengedukasi.

Semoga peserta dan terutama saya dapat mengambil ibrah dari seminar ini. Terima kasih juga kepada bunda PAUD Makassar atas pembelajaran melalui seminar parenting ini.

Insya Allah tulisan berikutnya mengenai pemaparan yang disampaikan oleh narasumber kedua di sesi 2. 


Seminar Parenting; www.mardanurdin.com
Sumber foto: dokumen Dawiah



Makassar, 18 September 2025

Salam dari saya


Dawiah

Read More

Menulis Akan Membuat Otakku Baik-Baik Saja

Tuesday, September 16, 2025



 


 

21. 50

 

Saya melihat jam dinding masih berada di angka 21.50 artinya masih ada waktu sekitar 1 jam lebih 10 menit untuk menyelesaikan tulisan ini. Sesuai alarm yang saya setel untuk jam tidur saya, paling lambat jam 23.00 sudah harus tidur dan memaksa mata dan pikiran terlelap.

 

Saya merasa harus menuliskan ini karena selama dua pekan ini kepala saya dipenuhi berbagai macam pikiran yang berlarian di kepala. Berisik sekali.

Ide bertumpuk- tumpuk, tapi tak mampu dieksekusi.

 

Alasannya selalu tentang waktu yang tidak bisa diatur. Padahal mana mau itu waktu diatur, adanya kita yang harus mengatur diri, mengatur aktivitas agar bisa seiring dan sejalan dengan waktu yang produktif. 

 

Kali ini saya tidak mau menulis tentang kegelisahan diri karena sudah cukup lama tak menulis apalagi menulis panjang di blogku ini. 

Tidak Mau!

Titik!

 

Sudah terlalu sering saya curhat tentang itu. Tidak percaya? Coba saja berselancar di blog ini, ada berapa banyak curhatan saya tentang tidak produktifnya saya menyelesaikan tulisan dengan berbagai macam alasan. 

Ada yang curhat berbalut motivasi diri, ada curhat berkamuflase tips agar tidak burnout ada juga cara menghalau agar tidak kena writer’s block, dan sebagainya.

 

Setelah saya pikir-pikir dan merenungi lebih dalam lagi, di dalam diri saya itu, tidak ada burnout, tidak ada writer’s block. Adanya saya MALAS saja. 

Bermalas-malasan di kamar sambil scroll-scroll media sosial sampai mata lelah. 

Beuuhhh!

 

 

Apakah Berhenti di Tengah Jalan?

 

 

Mungkinkah terpaksa menyerah mengikuti tantangan menulis di facebook?

 

Sebenarnya sejak awal saya ragu mengikuti tantangan menulis selama 66 hari di grup Nulis Aja Dulu (NAD), tetapi tantangan itu bertajuk 66 Hari Terpaksa Menulis, artinya peserta memang wajib memaksakan diri untuk menulis selama 66 hari. 


Syarat untuk mengikuti tantangan ini sangat mudah, tidak terikat pada jumlah kata, jenis dan tema tulisan. Bebas saja. Mau fiksi atau non fiksi, tulis puisi pun bisa yang mungkin hanya tiga baris dengan jumlah kata kurang dari 20 kata yang penting targetnya menulis selama 66 hari selama tiga bulan.  

Namun, tulisan itu  harus tetap memperhatikan kelayakannya. Mengingat tulisan yang ditulis di platform dimana semua orang bebas membacanya, maka sangat penting memperhatikan ketentuan dan kaidah penulisan.

 

Dihitung-hitung, 66 hari selama tiga bulan, itu artinya hanya menulis 22 tulisan setiap bulan dari bulan Agustus sampai bulan Oktober. 

 

Hanya...?

 

Kenyataannya, hari ini sudah hari ke-42 dan saya baru berada di hari ke-12. Astagaaa sudah ketinggalan 30 hari. Ternyata menulis 22 tulisan dalam sebulan, tidak segampang itu, Esmeralda!


Namun, ini baru pertengahan bulan September, berarti masih ada waktu sekitar 45 hari lagi. Bisakah saya menaklukkan tantangan itu?

Atau saya mundur saja?

 

Ah, saya galau, kawan. 

 

 

Tantangan di KLIP

 

 

Nah, satu lagi nih tantangan menulis yang saya ambil. Tantangan menulis  ini sudah 4 tahun saya ikuti. Alhamdulillah, ini sudah tahun keempat dan di tahun ini saya berhasil menaklukkan tantangan menulis di sesi 1 dan sesi 2 dan saat ini memasuki sesi ketiga. 


Sesi 1 dari bulan Januari – April dan Sesi 2 (Mei – Agustus) saya lolos dengan perolehan You’re Good. Walaupun masih berada di peringkat rendah, tapi saya bersyukur karena masih tetap di KLIP ini.


Nah, di sesi ketiga ini, saya mulai was-was. Sudah memasuki pertengahan bulan September dan saya baru menyetorkan SATU tulisan sedangkan untuk menaklukkan tantangan dalam perbulan itu, hanya dituntut menyetorkan 10 saja tulisan.

Link setorannya pun bebas pakai platform apa saja. Dari blog, media sosial (Facebook, Instagram, X, Thread) bahkan di Google dokumen pun bisa.

 

Segampang itu tantangan di KLIP ini sebenarnya. 

 

 

Mengapa Mengikuti Tantangan Menulis?

 


Lagi-lagi ini pertanyaan yang sering ditanyakan oleh orang-orang. Kenapa sih menyiksa diri mengikuti tantangan ini-itu, sana-sini, dsb?

Kenapa ya?


Saya juga sering bertanya kepada rumput yang tak lagi bergoyang, hahaha.

Namun, saya menemukan jawabannya sendiri, bahwa kalau tak ditantang, saya suka bermalas-malasan dan membiarkan pikiran saya melanglang buana tanpa batas atau bahkan terdiam dan tidak melakukan apa-apa.

 

Padahal menurut psikolog, membiarkan otak kita tak berpikir dan tidak menstimulasinya maka pendar-pendar sel syaraf cenderung diam dan tidur bahkan mati.

Bayangkan kalau otak kita mati. 

 

Disclaimer:

 

“Cara menstimulasi otak setiap orang itu berbeda-beda yah. Ada yang menstimulasi otaknya dengan memasak, misalnya mencoba resep-resep baru. Ada dengan menjahit dengan mencoba membuat pola baju, pola rok atau membuat keterampilan lain. Ada juga yang membaca buku, membuat konten di berbagai platform digital, dan masih banyak lagi.”

 

Untuk saya pribadi, menulis adalah salah satu cara saya mempekerjakan otak agar tidak diam dan tidur. 

 

Nah, mengikuti tantangan menulis menurut hemat saya adalah jalan pintas dalam memaksa otak saya bekerja. 



23. 35

 

Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 23.35, sudah lewat 30 menit dari jam tidur saya. Sudah waktunya saya mengakhiri tulisan ini. 

 

Saya menutupnya dengan kalimat, Menulis Akan Membuat Otakku Baik-Baik Saja.”

 



Menulis Akan Membuat Otakku Baik-Baik Saja _ www.mardanurdin.com
Sumber: dokumen Dawiah




Makassar, 16 september 2025

Salam dari saya

 


Dawiah

Read More