Mengukir Kenangan di Balocci

Wednesday, February 15, 2023


Mengukir Kenangan di Balocci

Sabtu pagi yang cerah, saya bersama Bu Ida meninggalkan kota Makassar menuju desa di kaki gunung Bulusaraung. 

Sepanjang perjalanan saya sibuk mengumpulkan serpihan-serpihan kenangan yang mulai mengabut dalam ingatan.

Bukan tidak penting, tetapi banyak bagian dari kenangan itu yang pernah saya dan Ayangbeb niatkan untuk meninggalkannya di situ saja. Kami sepakat untuk tidak membawanya sekalipun itu hanya kenangan.

Namun, yang namanya kenangan, kita tidak bisa begitu saja mengabaikannya. Kadang datang menyeruak dalam ingatan tanpa diundang.

Dan, hari Sabtu itu saya dipaksa untuk datang ke asal kenangan. Lalu, saya sibuk menatanya agar bisa tercipta utuh. Tak perlu semuanya, cukup menghadirkan wajah-wajah murid yang pernah kami ajar pada tahun 1986 sampai tahun 1993.

Sekitar pukul 11.00 mobil yang saya dan Bu Ida tumpangi memasuki halaman sekolah. Hanya saya dan Bu Ida yang turun sedangkan anaknya Bu Ida yang menyopiri kami memutar mobilnya ke rumah kakaknya bu Ida untuk istirahat.

Saya berjalan memasuki halaman sekolah dengan kenangan yang tidak utuh. Terlalu banyak yang hilang dan saya susah payah menghadirkannya kembali.

Apalagi setelah bertemu mantan murid-murid yang saya ajar sekitar 35 tahun lalu. Mereka serempak menyambut kami dengan senyum lebar disertai kata-kata manis.

"Masyaallah, bu guruku tidak berubah, masih seperti dulu."

"Bu guru masih cantik."

Masyaallah, sambutan manis yang melambungkan perasaanku.


Dokpri. Saya di antara mantan muridku


Dokpri Melepas kangen dengan mantan muridku


Pada dasarnya semua orang berubah, tetapi kadang perasaan kita yang tidak bisa beranjak dari ingatan lama. Misalnya fisik saya saat pertama kali menginjakkan kaki di kaki Gurung Bulusaraung ini, saat usia masih 22 tahun pastinya mengalami banyak sekali perubahan dibandingkan saat ini di mana usia sudah setengah abad lebih.  

Kalaupun murid-muridku mengatakan “masih seperti dulu, tidak berubah, masih cantik dsb.” Bukan berarti tidak ada perubahan melainkan mereka yang merasa sangat berubah karena mereka terus bertumbuh dan berkembang dengan cepat.

Bayangkanlah anak SMP, usia masih belasan, masih unyu-unyu lalu berproses menjadi dewasa, ada yang telah menikah bahkan ada yang sudah bercucu dan seterusnya maka pastilah perubahannya sangat nampak.


SMP Standar Balocci Dalam Bingkai Kenangan




Tahun 1986 saya menginjakkan kaki di sekolah yang diberi nama SMP Standar Balocci. Saya tidak tahu, apa sebabnya disebut sekolah standar. Yang jelas sekolah itu masih baru dan satu-satunya sekolah negeri tingkat menengah pertama di kecamatan Balocci. 

Dari semua personil yang bertugas di SMP Standar, hanya kepala sekolah dan bujang sekolahnya yang sudah menikah. Selebihnya, mulai dari kepala Tata Usaha, staf Tata Usaha hingga guru-gurunya masih lajang dan masih muda. 

Rata-rata guru yang ditempatkan di sekolah itu adalah alumni diploma IKIP, tidak ada satu pun yang sudah bergelar sarjana. 

Ada yang lepasan Diploma 2 bahkan ada yang hanya Diploma 1. Diploma 2 artinya hanya mengecap pendidikan guru selama 2 tahun dan Diploma 1 yaah belajar jadi guru di IKIP hanya 1 tahun. 

Jadi kalian bisa menghitung usia guru-gurunya bukan?

Yang tertua waktu itu adalah yang sekarang menjadi suami saya, kelahiran 1962 karena itulah beliau didaulat menjadi wakil kepala sekolah. 

Jadi bukan karena kompetensi atau pengalamannya yang menjadi dasar penunjukan jadi wakil kepala sekolah. Lah, kita semua sama-sama guru baru, minim kompetensi apalagi pengalaman.

Kalau soal pengalaman mengajar, mungkin saya masih bisa menepuk dada waktu itu, karena saya sudah mengajar sejak tahun 1984, dua tahun sebelum terangkat menjadi guru ASN dan ditempatkan di sekolah itu. 

Namun, soal kompetensi, kita sama. Sama-sama masih belajar dan berjuang mengukir prestasi. 

Berada di lingkungan baru dan minim fasilitas membuat jiwa kotaku memberontak. Tidak ada listrik, tidak ada air bersih, pasar jauh dan hanya beroperasi dua kali sepekan. Itu semua yang memicu niatku untuk segera pindah dari sana.

Namun, takdir berkata lain. 

Allah Swt telah menulis di Lauhul Mahfudz kalau jodoh saya menanti di Balocci. Kita sama-sama lahir di Kota Makassar, jauh-jauh dibawa ke desa untuk dipertemukan dan ditakdirkan membangun rumah tangga. Begitulah, jodoh memang rahasia Ilahi.

14 Februari 1990 saya menikah dengan Pak Wakil Kepala Sekolah dan mencoba bertahan stay di sana hingga lahir anak kedua. Tahun 1993, saya memaksa Ayangbeb pindah dan kembali ke kota asal yaitu kota Makassar. 

Usaha pindah mengajar sebenarnya sudah kami lakukan sejak hamil anak pertama, tetapi baru terwujud saat anak kedua lahir.  Oktober 1993 saya resmi mengikuti ayangbeb yang 3 bulan lebih dahulu pindah ke SMP Negeri 7 Makassar. 

Lalu jejak kehidupan dan semua kenangannya selama di Balocci, perlahan tapi pasti mulai memudar. Kami terus melangkah dan hanya sesekali bercerita kepada anak-anak, bahwa dahulu ibu bapaknya ini dipertemukan oleh Allah di suatu desa di kaki gunung Bulusaraung. 


Setelah 35 Tahun


Sebenarnya mengunjungi kembali desa Balocci ini bukan yang pertama kalinya. Setelah pindah pada tahun 1993, saya bersama Ida pernah mengunjungi desa ini pada tahun 2018 dan mengabadikannya dalam tulisan yang berjudul Menapaki Jejak 32 Tahun.


Baca cerita Menapaki Jejak 32 tahun di sini



Dokpri Foto bersama alumni SMPN 2 Balocci 


Sayangnya waktu itu saya tidak bisa masuk ke dalam lingkungan sekolah karena hari Ahad dan pintu gerbang terkunci. Sebagai penghibur, saya dan Ibu Idah berfoto saja di depan gerbang sekolah.

Hari ini, Ahad 12 Februari 2023 saya bersama teman guru seperjuangan angkatan tahun 1986 justru diundang sebagai tamu istimewa. 

Acara yang bertajuk “Ayo Sukseskan Reuni & Temu Kangen 35 Tahun SMP Negeri 2 Balocci” dihadiri oleh hampir seluruh alumni Angkatan 1 hingga alumni Angkatan 2.

Hanya satu dua alumni Angkatan setelahnya. Dengar-dengar, acara ini memang diprakarsai oleh dua Angkatan itu. 

Atas; pemberian cendramata kepada guru-guru SMP N 2 Balocci. Bawah: foto bersama mantan muridku.


Demikian pula guru-gurunya, dari 15 orang guru Angkatan pertama, hanya ayangbeb yang tidak bisa hadir karena menghadiri acara lain. 

35 tahun adalah waktu yang cukup panjang untuk mengalami banyak perubahan. Alhamdulillah! 

Menakjubkan, kita masih diberi waktu untuk mengalami perubahan-perubahan itu. 

Setiap murid yang menyapa dan bertanya, “Ibu masih ingat saya?” atau “Ibu sudah lupa saya yah?”

Saya jawab jujur, “Maaf Nak, saya memang lupa.” Wkwkwk.

Bagaimana bisa mengingat mereka satu persatu kalau perubahan fisik mereka bagai bak langit dan bumi dibandingkan saat mereka masih anak SMP.  

Ada beberapa yang melekat dalam ingatan karena pernah bertemu sebelumnya atau sering bertukar sapa di media sosial facebook. 

Mohon maafkan ibu Nak, ingatan tentang kalian sepertinya ikut hanyut dalam kenangan lain yang ingin saya kubur. Namun, percayalah, setelah hari ini, lambat laun kalian akan muncul lagi dalam ingatan sebagai kenangan terindah dalam hidup kami. 


Reuni Mengabarkan Banyak Hal


Seperti pada reuni-reuni lainnya, selalu ada cerita baru yang akan kita dengar. Ada kabar baru yang akan kita ketahui. Selain keberhasilan, tak jarang kita mendengar kegagalan demi kegagalan. 

Alhamdulillah, pada temun kangen kemarin, kami hanya mendengar kabar keberhasilan dari para alumni. Ada yang berhasil secara finansial, berhasil dalam jenjang karier dan ada pula yang berhasil sebagai ibu/bapak rumah tangga, punya anak dan cucu yang lucu-lucu. Semua keberhasilan itu dikabarkan yang dibalut dengan kegembiraan.

Mungkin ada juga yang merasa gagal dan tidak berhasil dalam berbagai hal, tetapi seperti lazimnya, yang merasa seperti itu biasanya tidak cukup kuat untuk menghadiri acara reuni. 

Sama halnya saat saya dan teman-teman SMP atau teman SMA mengadakan acara reuni. Ada saja yang merasa malu dan enggan untuk datang, padahal setiap kita adalah diri kita yang memiliki keberhasilan dan keunikan sendiri-sendiri.

Oh yah saya tidak mau membahas lebih jauh tentang hal tersebut. Saya mau mengabarkan salah seorang murid saya Angkatan tahun 1990 alumni SMP Balocci yang datang dan sangat bersemangat bercerita tentang berbagai pencapaiannya.

Saya hanya melongo mendengarkan semua ceritanya. Masyaallah alhamdulillah, hanya itu yang bisa saya ucapkan.

Salah satu karyanya adalah tempat wisata yang dia namai Zulu Park. Lokasi seluas 1 hektar ini ia sulap menjadi tempat wisata bernuansa Korean hanbok. Guru-guru yang hadir hari itu dia undang ke tempatnya di Zulu Park. 

Dengan lincahnya ia memperkenalkan berbagai fasilitas yang ada, villa yang bernuansa warna ungu sebagai warna kesukaan istrinya, café dan terakhir satu perusahaan yang memproduksi air mineral dengan kemasan bertuliskan Zulu. 

Luar biasa. 


Dokpri

Dokpri. Saya bersama Ibu Idha

Dokpri. Saya, Ibu Idha dan pemilik Zulu Park


Sayang sekali waktu kami datang, cuaca lagi tidak bersahabat. Hujan keras mengguyur daerah wisata dan sekitarnya. Sampai kami beranjak pulang, hujan masih terus turun dengan derasnya. 

Mungkin suatu saat saya menulis lebih jauh lagi tentang Zulu Park ini, jika ada waktu berkunjung lagi dan mengelilingi area ini.



Kenangan Telah Berganti



Dalam perjalanan pulang, satu persatu kenangan pada masa tahun 1986 – 1993 sedikit demi sedikit berganti. Wajah-wajah imut telah hilang berganti dengan wajah-wajah dewasa dengan senyuman yang berseri-seri. 

Kami berbaur dengan akrabnya hingga sulit dibedakan antara guru dengan muridnya. Sekalipun masih memberi salim cium tangan, tetapi cerita di antara kami bukan lagi tentang masa lalu melainkan cerita hari ini.

Mungkinkah masih ada cerita untuk esok? 

Semoga masih diberi usia dan kesempatan untuk mengulang masa indah ini. Kemudian, wajah dan nama mereka bisa terukir abadi dalam ingatanku.


Makassar, 15 Februari 2023


Dawiah



21 comments

  1. Kenangan di Balocci luar biasa ya Kak.
    Bagian paling berkesan buat saya ketika ketemu murid2 dulu, Kak .... langsung melintas lagu dulu ... "Ibu guruku cantik sekali" .... eh :D
    Masya Allah ya ... senang sekali disambut murid2 dulu dengan sukacita.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadiii keinget aku dulu pernah ngajar di STM di waktu itu masig kuliah semester 2...sangat sangat berkesan apalagi selisih usia guru dan murid terpaut beberapa tahun saja

      Delete
  2. Seru sekali ya bisa kembali ke tempat yang penuh kenangan. Sehat selalu ya kak

    ReplyDelete
  3. Ya ampuuun kebayang senengnya Mbaaa, bisa ketemu dengan mantan murid2, dari sejak SMP pula 😍😍. Sayapun bakal seneng banget kalo bisa ketemu dengan guru2 saya dulu.

    Tapi pastinya kebahagiaan dari seorang guru, saat melihat anak didiknya sukses ❤️. Semoga reuni kemarin bisa memperpanjang lagi tali silaturrahmi antara ibu guru dan murid2nya dulu Yaa 😊

    ReplyDelete
  4. MashaAllah~
    Jadi melewati tahun demi tahun tuh gak terasa yaa, Bunda.
    Rasanya pengabdian dan pengalaman mengajar dan terus membimbing anak-anak sudah mendarah daging. Pengabdian luar biasa dan ketika reuni, semakin menambah rasa syukur telah melewati hal dari mulai masa indah, sedih, gembira dan macam-macam perasaan yang sulit digambarkan seketika berubah menjadi mengharu biru jika melihat kesuksesan siswa.

    Barakallahu fiik, Bunda Dawiah/

    ReplyDelete
  5. MashaAllah. Reuni emang mengundang kenangan-kenangan lama. Aku kalau lewat di lingkungan kampus pun suka terkenang masa-masa kuliah. Menyenangkan banget sih.

    Suka sama cerita reuni ibu.

    ReplyDelete
  6. Wah ketemu jodoh di sekolah. MasyaAllah memang sudah takdirnya mb, pasti sekolah di Balocci. Ditunggu tulisannya ttg Zulu Park 😊

    ReplyDelete
  7. Mpo setahun sekali ketemu alumni biasanya pas Ramadan buka puasa aja.

    ReplyDelete
  8. Bu Gurunya awet muda, enggak kelihatan kalau dulu itu muridnya.
    Acara reuni begini menurut aku bagus, bisa menyambung silahturahmi sekaligus menghidupkan kenangan baik. Kayak kenangan ketemu jodoh di sekolah, heheh

    ReplyDelete
  9. Lho, itu mantan muridnya Mak Dawiah? Hihi.. ini Mak Dawiah yang awet muda atau memang semua ada akan menua juga akhirnya

    ReplyDelete
  10. Masya Allah.. setelah 35 tahun yaa ada momen reuni ini. Betapa bahagianya. Dan luar biasanya, hanya satu guru yang gak bisa hadir. Wah, bener-bener luar biasa.

    Sayangnya, saya masih bertanya-tanya, kenapa kenangan tentang sekolah itu ingin dikubur, Mbak? Hehe. Tapi kayaknya saya dulu pernah baca di blog ini, tentang perbedaan manajemen atau apa gitu ya? Duhhh jadi penasaran :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak, kenangan buruk yang mesti dikubur wkwkwk. Nanti deh saya tulis, tapi mungkin dengan bentuk fiksi kali yah... mau kumpulin kekuatan batin dulu.

      Delete
  11. Aha.
    Balocci, ibarat judul film hits, "Di Sini Cinta Pertama Kali bersemi".
    Hihihi.

    Aku bacanya pelan-pelan lho.
    Takut kelewat.
    Paling suka menikmati cerita kenangan seperti ini.
    Menurut laporan Google Search Console 2022 di blog aku, kata kunci yang mengandung "cerita kenangan" menduduki peringkat 1.
    Banyak sekali pengguna yang relate dengannya.

    Pantau terus, Mak,
    Siapa tahu tulisan ini Mengukir Kenangan di Balocci, jadi juara kelak di GSC 2023!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah, baru saya tahu itu Mbak. Mesti dipantau ini siapa tahu kan yah... lumayan bisa dinarsisin, wkwkwk.

      Delete
  12. Kalau balik ke sekolah kayak gini tuh jadi membangunkan banyak kenangan ya mak. Apalagi pernah menjadi pengajar disana sudah pasti mengalami banyak sekali masa-masa kenangan indah bersama murid dan sekolah Balocci.

    ReplyDelete
  13. Senangnya baca cerita Bunda.. Baca tahun bunda mulai mengajar, otomatis kalkulator di otak langsung berhitung. Wow, bunda sudah mengajar ketika saya masih batita! Luar biasanya, Bunda masih sangat energik. Tak heran kalau mantan murid-murid pun bilang begitu. Semoga, saya juga bisa tetap energik seperti bunda ketika usia makin bertambah. Sehat selalu bunda dan keluarga.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tampak luarnya masih energik, dalamnya yaah gitulah emak-emak usia 58 hahaha, berusaha tetap energik saja itu Mbak Lis... Amin, terima kasih doanya yah. Mbak Lis dha juga sehat-sehat yah.

      Delete
  14. Ibu Gurunya tetap awet muda. Karena udah bertahun-tahun banget, rasanya wajar sih kalau lupa satu persatu anak didik dulu. Meski begitu, tetap rasanya seru bisa berkumpul lagi. Hem, kira-kira kalau aku ketemu guruku, bakal gimana ya? Malah penasaran sendiri

    ReplyDelete
  15. Masyaallah ibu, 35 tahun berlalu dan dirimu bertemu lagi dengan murid-muridmu. Sehat sehat selalu ya bu, ditunggu kunjungannya ke Aceh yaaaa

    ReplyDelete
  16. Untuk lidah sy yg orng sunda nama Balocci kok unik ya heuheu kayak nama tempat di LN. Sehat sehat bu

    ReplyDelete
  17. Seru banget reuni sama temen temen SMP.. jadi flashback ke masa sekolah ya maaaam.. ah aku jadi kangen temen temen SMP aku juga niiih

    ReplyDelete