Insiden Selama PJJ

Sunday, October 17, 2021



Insyaallah, besok sekolah tempat saya bertugas sudah bisa melakukan pembelajaran tatap muka (PTM). Segala persiapan baik secara teknis maupun non teknis sudah diupayakan sedemikain rupa agar proses PTM berjalan lancar. Mulai dari teknis pengaturan siswa saat memasuki lingkungan sekolah, pengaturan jadwal mengajar serta pengaturan kehadiran siswa yang disesuaikan dengan protokol kesehatan.

Beberapa sekolah di kota saya sudah sepekan melakukan PTM, yaitu sekolah-sekolah yang dinyatakan telah memenuhi syarat untuk PTM pada tahap pertama. Alhamdulillah sekolah saya masuk pada tahap kedua.

Namun, bukan cerita itu yang ingin saya kisahkan dalam postingan saya kali ini, melainkan cerita-cerita yang mewarnai perjalanan saya selama  proses pembelajaran jarak jauh berlangsung.

Bagaimana kisahnya? Teruskan membacanya ya.

 

Ketika Pembelajaran Jarak Jauh Menjadi Solusi

 

Pembelajaran online, pembelajaran daring, pembelajaran jarak jauh (PJJ)  hingga Belajar Dari Rumah (BDR) adalah istiilah-istilah yang akrab di telinga kita selama kurun waktu 1 tahun 8 bulan ini.

Masih hangat dalam ingatan ketika pertama kalinya saya mengabarkan kepada siswa tentang belajar di rumah selama 14 hari. Mereka bersorak gembira.

Jujur, saat itu sayapun sedikit gembira. Pikirku, bisa leha-leha nih di rumah.

Lalu berbagai rencana otomatis tersusun dalam otak saya. Menulis lanjutan naskah yang sudah lama terlupakan, menggunting dan menjahit baju, taplak meja atau gorden, juga mau membaca buku yang sudah lama bertengger manis dalam rak buku serta masih banyak lagi rencana-rencana dalam pikiran saya.

Namun, apa yang terjadi?

Jauh api dari panggang, heuuu.

Ternyata 14 hari di rumah itu, para guru malah makin sibuk dengan urusan belajar mengajar. Mesti menyiapkan bahan ajar, mengolah materi pembelajaran yang biasanya dijelaskan langsung di depan siswa menjadi materi yang bisa diajarkan secara online. Dan itu tak semudah menjetikkan jemari loh.

Para guru “kaget” dengan keadaan yang tiba-tiba berubah drastis itu. Terutama yang belum akrab dengan teknologi digital. Kita tahulah, saat itu masih ada guru yang termasuk kategori gagap teknologi. Ada yang hanya menggunakan media sosial untuk nulis status di facebook, ada pula yang hanya lincah meneruskan tulisan orang lain di WAG sekalipun itu tulisan atau gambar atau apapun itu yang sudah sekian  ratus kali diteruskan.

Bahkan ada guru yang tiba-tiba mengubah dirinya menjadi artis. 

Heuu, itu saya, hahaha, tetapi saya gagal. Baca saja kisahnya dengan mengklik → Gagal Jadi Artis.

Namun, manusia itu adalah makhluk hidup yang dianugerahi oleh Allah Swt sebagai makhluk yang paling jago beradaptasi.

Tidak perlu waktu lama, dengan cepat para guru beradaptasi dengan keadaan. Lalu akhirnya para guru menjadi akrab dengan berbagai aplikasi yang bisa digunakan untuk mengajar online. Mulai dari classroom, zoom, google meet dan sebagainya.

Aplikasi WhatsApp adalah aplikasi yang paling sering digunakan, karena disanalah terciptanya “kelas” berupa grup-grup WA. Saya yang mengajar lima kelas saat itu otomatis punya 5 grup kelas ditambah grup khusus orang tua dan grup khusus wali kelas.   

Sejak saat itu, notifikasi di gawai saya “bernyanyi” setiap saat. Tidak pagi, siang maupun malam, gawai saya sibuk sekali. Siswa-siswa saya “rajin sekali”, mulai dari mengisi list sebagai tanda kehadirannya atau mengirim tugas berupa gambar, mengirim fotonya saat belajar hingga mengirim video.

Rasanya menyesal juga minta mereka mengirim fotonya apalagi saya sok-sokan meminta video tugasnya. Pasalnya gawai saya “berteriak” karena memorinya penuh, ha-ha-ha.

Namun, itulah konsekuensinya. 

Apakah berjalan mulus? Tidak semuanya, karena beberapa kali terjadi insiden. Kok, masih bisa terjadi insiden sih, kan tidak ketemu fisik dengan anak-anak.

Nah, itulah salah satunya yang ingin saya tuliskan.

Teruskan membaca ya. Kalau kalian mau ngeteh dulu, silahkan. Bisa kok baca blog ini sambil ngeteh atau ngopi. Selonjoran di atas meja atau di kasur. Asal jangan keterusan tidur saja ya.

 

Insiden-Insiden Belajar Selama PJJ

 

Jangan dikira insiden dalam pembelajaran  itu hanya bisa terjadi di kelas saat tatap muka. Saat mengajar daringpun sering terjadi. Berikut ini adalah tiga insiden yang cukup parah yang saya dan Ayangbeb alami. Walau masih banyak dan sering terjadi insiden-insiden lainnya. Hanya saja tidak cukup menguras emosi jiwa, jadi tak perlulah dituliskan.

 

Salah Kirim Stiker

 

Ini kisah yang dialami oleh Ayangbeb. Sedang asyik-asyiknya beliau memberi instruksi di wag tiba-tiba ada anak yang mengirim stiker berupa gambar orang sedang menungging. Kalau tungging saja sih mungkin bisa diterima sekalipun dongkol. Lah, itu tunggingnya dengan posisi pantat terlihat dari belakang dan tidak pakai celana. Kebayang kan kesalnya.

Terus ujung-ujungnya si anak bilang kalau gawainya sedang diretas. Alamak, gurumu tidak sebodoh itu juga kali, sebegitu gampangnya dibodohi.

Usut punya usut, pengakuan si-anak stiker itu ditujukan buat temannya karena kesal. Masalahnya itu bapak guru sedang mengetik pesan Nak. Elus dada deh.

Lagian itu stiker tidak pantas dikirimkan kemanapun termasuk ke teman sendiri, sekalipun kamu sedang kesal Nak!

 

Suaramu Masih Jelas Terdengar Nak!

 

Setelah melewati satu semester pembelajaran daring, baik guru maupun siswa sudah mulai akrab dengan penggunaan aplikasi zoom dan google meet. Anak-anak sudah terbiasa berdiskusi secara daring. Bertanya, menjawab bahkan sekedar nyeletuk-nyeletuk unfaedah kerap terjadi.

Kalau sekadar candaan, masih bisalah ditolerir. Nah, yang saya alami rasanya sudah mengusik jiwa harga diri saya sebagai guru.

Ceritanya begini.

Waktu itu saya mengajar di aplikas google meet dengan menggunakan laptop. Rupanya baterai laptop saya mulai menurun dayanya. Agar proses pembelajaran tidak terputus, saya buka juga google meet di gawai saya. Laptop otomatis tidak menyala dan saya keluar dong dari google meet.

“Permisi Nak, ibu mau pasang carger laptop dulu, kamera saya off kan ya” Saya bicaranya melalui gawai.

Tiba-tiba ada suara seorang anak laki-laki.

“Ih, kurang ajarnya ibu. Keluar dari room tidak bilang-bilang”

Astagfirullah, jadi darting dong sayanya.

Tadinya gairah mengajar sedang naik-naiknya berubah jadi turun drastis. Rasanya bagaikan sedang mesra-mesranya dengan kekasih tiba-tiba di ghosting. Kebayang kan kesalnya.

Anak itu pikir, saya sudah keluar dari room google meet sehingga ia dengan gampangyna mengumpat saya, padahal suaranya masih jelas terdengar  di gawai saya.

Saya bertanya, siapa pelakunya?

Pelaku tak bicara yang intinya tidak mau mengakui. Berhubung saat itu saya sedang sibuk memasang carger, maka saya tidak mencermati siapa pelakunya.

Pembelajaranpun saya hentikan. Tidak mungkin dong saya teruskan mengajar dengan hati kesal. Teman-temannya ikutan kesal, lalu ada anak yang japri ke saya dan memberitahu siapa pelakunya.

Setelah beberapa hari, melalui wali kelasnya ditemukanlah pelakunya. Saya tidak minta anak itu dihukum, hanya meminta orang tuanya bersama anaknya datang untuk berdiskusi.

Apa yang terjadi setelah insiden itu? Laiknya ibu yang marah sama anaknya, kalau si anak sudah minta maaf maka masalah selesai.

Begitulah. Masalah selesai, tetapi saya tetap tuliskan di sini sebagai kenang-kenangan, hi-hi-hi.

 

Foto Profilku Digunakan Untuk Membodohi Siswa

 

Suatu malam, A. Nurul Mawaddah wali kelas VII mengontak saya. Beliau mempertanyakan, betulkah saya memerintahkan anak walinya menginstal aplikasi Snac Video?

Lah, bagaimana ceritanya. Saya kan tidak mengajar di kelas anak tersebut.

Kemudian beliau mengirim beberapa foto hasil tangkapan layar (sceenshot)  orang tua siswa. Tampak di foto itu, saya meminta siswa untuk mendownload aplikasi snac video. Mengapa wali kelasnya berkesimpulan kalau itu adalah saya, karena foto profil yang mengirim pesan itu menggunakan foto profil WathsApp saya. Untungnya ibu wali kelas yang teliti itu memeriksa nomornya, dan ternyata itu bukan nomor saya. 





Innalillah! Rupanya ada oknum yang mencuri foto profil WA saya.

Dan, sampai saat ini, baik saya maupun wali kelasnya belum mengetahui siapakah pelakunya.

Saya berusaha berprasangka baik sajalah. Mungkin oknum tersebut sedang kesusahan mencari uang sehingga menjadikan anak kelas VII yang tidak mengerti apa-apa sebagai korbannya.

Dengar-dengar orang yang bisa mengajak orang lain menginstal aplikasi tersebut akan mendapatkan sejumlah uang.

Nah, dengan menggunakan foto profil saya, si anak akan dengan mudah mengikuti perintahnya. Lah, yang meminta kan gurunya yang manis manja ini, siapa tahu anak-anak nurut gitu kan ya? Ha-ha-ha.

Saya hanya berharap, siapapun pelakunya segera bertobat. Sebab saya pikir, perbuatan ini sulit dilakukan oleh siswa yang masih anak-anak itu. Bisa jadi dilakukan oleh orang dewasa, mungkin orang tuanya atau kakaknya. Wallahualam bissawab.

Dari beberapa kali wawancara dengan anak-anak yang terkait dengan kejadian tersebut justru bingung. Bahkan salah satunya sudah mengikuti permintaan yang mengaku saya itu, menginstal aplikasi Snac Video.

 

Penutup

 

Dari beberapa insiden yang saya paparkan di atas, bisa disimpulkan, bahwa semua itu terjadi karena kecerdasan literasi digital anak-anak masih sangat rendah.

Kalau anak-anak yang masih kurang cerdas literasi digitalnya masih bisalah dimaklumi. Yang disayangkan itu adalah kalau yang kurang cerdas literasi digitalnya adalah orang dewasa apalagi kalau itu adalah gurunya.

Apa kata dunia.

Eits, kok larinya ke litersi digital sih. Soal ini nanti deh saya tulis. Psst, sudah ada drafnya, tetapi belum masuk meja editor. Haisss gaya amat saya yah. hahaha.

Demikian cerita saya seputar pembelajaran jarak jauh. Semoga terhibur dan terinspirasi. Selamat belajar tatap muka buat kalian yang masih berstatus pelajar, semoga sukses. 

Kalian bisa juga nih baca tulisan saya tentang WFH ↦  di sini

Covid Melanda Efektifkah belajar Daring klik ↦ di sini

 

Makassar, 17 Oktober 2021

Dawiah

33 comments

  1. Waduh, nakalnya anak sekarang tuh agak gimana gitu ya. Kuingin berkata kasar deeeh...
    Sama nih waktu awal-awal pandemi, saya malah belum pakai zoom. Udah lah pakai WA aja kirim materi powerpoint, vidcall...haha...
    Eh...hampir 2 tahun jadi terbiasa pakai zoom. Udah hafal juga sama kelakuan anak-anak...

    ReplyDelete
  2. hahaha, lucu nih. insiden salah kirim stiker. saya suka banget salah kirim gini. Akhirnya saya hapus. Malu juga kalau udah kadung dibaca. Ya allah mba, sampai foto mba disalahgunakan agak ngeri juga ya. Ya ada saja drama PJJ ini ya mba

    ReplyDelete
  3. Hehehehe PJJ emang penuh kisah ya Bun. Akupun awalnya pikir libur 14 hari doang. Eh ternyata sampe hampir 2 tahun dong hahahha. Dari yang awalnya santuy, senewen, sanpw sekarang setel kendor lagi ngadepin anak-anak belajar di rumah. Kadang akupun pas ada kerjaan online suka nemuin kisah-kisah lucu kayak gini. Ya anggap saja pengusir bosan hahaha. Semangat Bun!

    ReplyDelete
  4. Bunda...ya ampun ternyata ada warna-warni indiden selama PJJ ya, enggak ngira dari sisi guru ada cerita seperti ini. Kirim sticker pantat, ngomong enggak sopan ke guru, ngehack foto buat profile WA...oalah. Ditulis gini biar ingat dan jadi kenangan. Mesti disabar-sabarin jadi guru juga. Gitu ortu kadang banyak julidnya. Enak ya gurunya...dsb dst, padahal guru bisa saja kalau lebih pilih enak langsung ngajar tatap muka...

    ReplyDelete
  5. Salah kirim stiker. Wkwkwkwk. Itu bener banget dan sering dicurhatin teman-temanku yg anaknya PJJ mak. Eh itu jadi hiburan juga loh sebenarnya. Biar kita gak serius-serius amat dan muka mengkerut terus. Hehehe

    ReplyDelete
  6. Ternyata belajar online/aplikasi online terkeren apapun di dunia ini tidak bisa mewakili belajar secara tatap muka ya, karena kalo belajar tatap muka kan ada ikatan emosional langsung dengan siswa. Duh, aku guru jadi ngalamin semua yang diceritakan kakak di atas, makasih sharingnya.

    ReplyDelete
  7. luar biasa pengalaman mengajar online ini ya kak, diriku membayangkan bagaimana bisa menahan amarah mendengar ada anak yang mengumpat dengan jelas. Kalau diriku langsung selesaiiiiiiii deh tuh anak hehehe

    ReplyDelete
  8. Memang covid merubah semua kebiasaan lama kita ya Bunda. Yang tadinya berangkat tugas tiap pagi ke luar rumah, 2 tahun lalu, menyiapkan semua tugas ajar secara daring. Yang tadinya tahu sosmed cuma facebook dan wa dipaksa tahu tentang zoom, google belajar dan segala macam. Alhamdulillah sebagai makhluk yang dibekali oleh otak kanan dan kiri, kita semua langsung beradaptasi

    ReplyDelete
  9. PJJ membuat hidup makin berwarna ya mam. Makin bertambah usia anak kita, ternyata makin bikin level sabar kita naik ya. Semoga setelah ini negara kita stabil kasus covidnya agar anak2 bisa PTM lagi, aamiin

    ReplyDelete
  10. Ya ampuuuun mba, yg insiden anak berkata kasar itu memang keterlaluan sih. Ga mengaku pula, kecil2 sudah jadi pengecut. Tapi syukurlah kalo akhirnya bisa diselesaikan dengan ortunya yaa. Akupun ga akan membiarkan anakku bisa kurang ajar begitu ke gurunya.

    Memang selama PJJ banyaak banget masalah ya :D. Aku pun ngerasain sebagai ortunya. Tapi kebanyakan masalah yang ada hanya berkisar Krn gurunya ga terlalu mau menjelaskan. Hanya kasih tugas, kerjakan di buku yg A, baca Dan pahami. Udah gitu doang. Tugas menjelaskan harus dari ortunya.

    Anakku sekolah di SD negeri sih mba, jadi jujur aja masih banyak ortu yg kurang mampu, sehingga pembelajaran lewat zoom itu bisa dibilang amat sangat jaraaaaang Krn gurunya ngerti ga semua ortunya mampu beli kuota. Walo ada bantuan kuota sih. Makanya selama PJJ, ortu yg paling banyak ngajarin sebenernya. Jadi kdg di grub ortu, rame tuh omelan2 yg bilang kenapa gurunya cuma ngasih tugas doang dll.

    Trus masalah uang sumbangan kas dan PMI. Buat orangtua yg ga mampu, ini agak sulit memang. Tapi sebaiknya bagi yg mampu, aku sih selalu lebihin untuk mensupport mereka juga.

    Jadi kalo ada ibu2 ngomel gini di grub Krn masalah cara mengajar dan uang sumbangan, sudahlah Aku mah dengerin aja :D. Yg salut wakorlas nya... Dia hrs bisa jadi penengah antara guru dan ortu murid :D. Sabaaar sekali yg jadi wakorlas di kelas anakku ini.

    ReplyDelete
  11. Duh, pasti kesel tapi lucu ya Bu. Perjuangan juga mengatasi PJJ

    ReplyDelete
  12. Seru ya, ada aja kendala dan kesalahan selama pembelajaran jarak jauh (PJJ). Salah kirom stiker saya pernah juga. Karena salah room kirimnya. Untungnya masih sopan, cuma gak pas aja stiker tsb di grup tsb hehe

    ReplyDelete
  13. Astagfirullah, kebayang deh Bun itu yang kasus menggerutu ke Guru, auto bad mood deh. Padahal Bu Guru sudah ijin ji tawwa.. weeehh.

    seandainya sudah ada uji coba sebelumnya, mungkin pembelajaran daring bisa efektif sih, tapi karena kemarin itu datangnya mendadak dangdut jadilah seperti ini ya.
    kalau sekarang rasanya sudah bisa dibilang lebih baik ya Bun, secara sudah hampir 4 semester.

    ReplyDelete
  14. Emang PJJ itu banyak banget cerita. aku yakin yang ditulis mbak marda ini hanya sebagian aja. Soalnya aku yang mendampingi anak saat PJJ aja, kalau diceritain mah bakal panjang. xixixi..

    ReplyDelete
  15. Berbagai macam drama selama pjj, tapi jadi ada banyak hal yg bisa jadi pembelajaran kita semua ya. Mulai dari adaptasi dengan teknologi, literasi digital, dll.

    ReplyDelete
  16. MasyaAllah, akhirnya saya bisa membaca catatan bagaimana perasaan seseorang guru ketika PJJ, dari sudut pandang guru itu sendiri. Setelah anak-anak PJJ, saya merasa tugas guru itu begitu mulia. Dengan perilaku anak-anak yang kadang lucu, kadang ngeselin, dan lain sebagainya, guru-guru tetap ikhlas mengajarkan ilmu-ilmunya. Berkah, sehat, dan lancar terus rezekinya ya, Bun.

    ReplyDelete
  17. Wahahaha.. penuh drama juga ya kisah bu guru selama PJJ, gak kalah sama murid dan ortunya deh. Semangat bu.. ��

    ReplyDelete
  18. Speechless banget aku bacanya, Bunda.
    Secara aku pun pernah mengalami mic belum di off kan pas kondisinya aku lagi marah-marahnya sama anakku yang gak paham-paham diajarin pelajaran tersebut.

    Malunya bukan main.
    Anakku juga cuma nyengir karena merasa bersalah.

    Memang belajar online, jadi sering kurang adab dalam menuntu ilmu karena merasa gurunya tidak berada di hadapan sang murid.

    ReplyDelete
  19. Halo buguru yang manis manja sabar ya buk memang dunia ini kadang meresahkan tapi pengalaman membuat kita makin menyadari dan berhikmah pasti

    ReplyDelete
  20. Yang sering terjadi banget nih klo speaker lupa dimatiin, trus posisi belajar bareng temen dan temen di sebelah kita lagi gibah haha. 😂😂😂

    ReplyDelete
  21. Hahaha anak jaman sekarang kalau udah di pegangin handphone suka engga mikir perasaan orang
    Bukan cuma anak anak yang salah kirim sticker, aku pun sering kadang ke kirim sticker ketawa padahal sikonnya lagi engga ada yang lucu 😂

    ReplyDelete
  22. Aduuuh, itu yang salah kirim sticker bagaimana ceritanya. Salah pencet kali ya, malah kirimnya ge grup 😁😁😁😁😁😁

    ReplyDelete
  23. Masya Allah buu, emang tantangan bener deh masa PJJ. Dikira gurunya leha-leha padahal sebenrnya gurunya yang lebih ribetttt. Ada pengalaman temen saya yang guru, malah ada ceritanya muridnya chat gurunya seperti ke temennya sendiri. Langsung tanpa salam, tanpa menyebutkan nama dan kelas. Kan sebel kaya ngga punya adab sama guru.

    ReplyDelete
  24. Wah agak parno juga ya sama foto profil WA. Kalau dipakai yang lain-lain dan merugikan banyak orang kan bikin nggak nyaman juga ya, bun.

    Segeralah pulih bumiku. Normal kembali menyempitkan pergerakan virus sampai habis tak bersisa...

    ReplyDelete
  25. Masya Allah, Bunda. Saya jadi lebih memahami besarnya tantangan PJJ dari sisi pendidik. Selama ini sebagai ortu saya merasa sudah lelah dan hampir saja menyerah. Ternyata dari sisi pendidik juga banyak tantangannya, malahan menurut saya bikin geregetan juga nih.

    ReplyDelete
  26. Iya, PJJ itu bikin semua orang sibuk ternyata. Gurunya sibuk, orangtua siswanya juga sama. Mungkin karena dituntut tiba-tiba ya, segalanya jadi serba mendadak. Makanya terjadi shock.

    ReplyDelete
  27. Emang tantangan banget ya PJJ ini, baik bagi guru maupun siswanya, karena serba mendadak dan tanpa persiapan matang. Serba-serbi pelaksanaan belajar online nih bakal jadi kenangan dimasa mendatang

    ReplyDelete
  28. Ibu, aku ikutan kesal sama yang kirim stiker ga senonoh. di WAG anakku yang TK juga gitu. Masa dikirim stiker perempuan ga pake baju, alasannya lagi dimainin sama anaknya. Ah, parah banget masa anaknya main begitu. langsung kuadukan saat acara pengenalan orientasi wali murid. malu rasanya orang tua itu, namun untuk kita sama2 belajar untuk lebih bijak dalam memakai gawai. terima kasih ceirtanya ya bu!

    ReplyDelete
  29. Wah banyak ya suka duka pengalaman mengajar daring ini yaa. Kalau saya saat mengawal kelas pernah ada mahasiswa yang sisiran sambil cuma pakai handuk doang di webcam laptopnya dan kelihatan kami semua, segera deh saya tegur bahwa dia sudah on-cam

    ReplyDelete
  30. Whooaa perjuangannya seorang guru pas PJJ ini emang luar biasa banget yah. Aduh aku sedih banget dengan insiden curi foto WA, emang makin banyak orang iseng nggak bertanggung jawab gitu. Semangat untuk PTM-nya!

    ReplyDelete
  31. Waduh haha.. Saya juga pernah kejadian dapat kiriman salah stiker. Nyebelin banget emang. Jadi guru di masa pandemi kayaknya lebih sibuk deh daripada pas tatap muka kayak dulu

    ReplyDelete
  32. PJJ oh PJJ, pasti meninggalkan kenangan dan kisah ya Bun, termasuk pada Bu guru seperti Bunda. Duh insidennya pasti bikin hati rasanya campur aduk ya Bun, memang penuh tantangan belajar di era pandemi ini ya, semangat terus Bunda

    ReplyDelete
  33. Berbagai macam drama selama pjj, tapi jadi ada banyak hal yg bisa jadi pembelajaran kita semua ya. Mulai dari adaptasi dengan teknologi, literasi digital, dll.

    ReplyDelete