Suatu sore saya
berbincang dengan menantu perempuan yang berada di seberang pulau. Tema
perbincangan kami bermacam-macam, tetapi inti dari perbincangan itu adalah
tentang kisah seorang ibu dengan anak-anaknya.
Saya bercerita
bagaimana serunya mengalami masa ngidam, susah payahnya seorang ibu saat hamil
dan mendidik anaknya sejak kecil hingga dewasa lalu akhirnya menikah.
Kami obrolkan
semua itu dengan santai dan tertawa-tawa, kadang diselingi dengan nasihat
bagaimana menjalani masa kehamilan dengan bahagia, tetap bergerak sekalipun
lebih banyak magernya dan sebagainya.
Setelah itu, saya merenung.
Putra saya
sekarang bukan milik saya lagi seutuhnya. Dia sudah memiliki istri yang harus
dia sayangi dan wajib bertanggung jawab atas kebahagiaan dan keselamatan
istrinya dunia akhirat.
Sayapun
menyadari kalau kini tanggung jawab saya sebagai ibunya berkurang, selanjutnya
hanya doa-doa yang terkirim untuk keselamatan dan kemaslahatan keluarganya.
Begitulah
hidup.
Terus berproses
dari waktu ke waktu hingga berada di titik terakhir perjalanannya. Apakah
berakhir di tempat dan waktu yang baik? Atau sebaliknya?
Semua itu
bergantung pada proses apa dan bagaimana manusia menjalaninya.
Terlepas dari
itu semua, saya mau mengabadikan perasaan, harapan dan tanggapan saya sebagai mertua lewat catatan
singkat ini.
Antara Mertua dengan Menantu
Ibu mertua
sering sekali dianggap sebagai orang
yang tidak bisa menempatkan dirinya sebagai mertua yang semestinya. Terlalu
ikut campur urusan anaknya, mau menguasai penghasilan anaknya, menguasai harta
bendanya dan sebagainya.
Uniknya, hal
itu lebih sering terjadi atau dituduhkan kepada mertua perempuan terhadap
menantu perempuannya.
Sangat berbeda
jika itu adalah mertua laki-laki terhadap menantu perempuan atau menantu
laki-lakinya atau mertua perempuan terhadap menantu laki-lakinya. Jarang sekali
kita mendengar silang sengketa di antara mereka-mereka itu.
Giliran
berbicara hubungan antara mertua perempuan dengan menantu perempuannya, maka
segala hal buruk akan muncul. Para menantu perempuan yang mengalami perlakuan
buruk langsung lantang bersuara.
“Lidah mertua
saya tajam setajam silet!”
“Mertua saya
terlalu ikut campur urusan keluarga saya.”
“Mertua saya
mau tahu saja semua penghasilan atau gaji suami saya.”
“Mereka tidak
henti-hentinya minta uang, minta ini itu kepada suami saya.”
Dan lain
sebagainya.
Kalau didengar-dengar bisa membuat telinga mertua merah semerah kepiting rebus. Mungkin itulah sebabnya, tanaman Sansievera yang ujung daunnya tajam dinamai tanaman Lidah Mertua. Entahlah.
Bagaimana
dengan jeritan hati mertua?
Tak kalah
hebohnya cerita tentang kisah si mertua.
“Menantu saya
terlalu menguasai anak laki-laki saya sehingga ia tak mau lagi melihat ibunya.”
“Saya
diperlakukan bagai budak oleh menantu perempuan saya.”
“Menantu saya
menjadikan saya pengasuh bayi.”
Dan seterusnya
… dan seterusnya.
Tanpa menafikan kejadian-kejadian di atas, saya merasa semua itu terjadi karena sifat egoisme dari salah satu pihak. Entah itu si ibu mertua atau si anak menantu.
Kejadian
tentang mertua yang kurang baik kepada menantu perempuannya, sudah pernah saya
lihat dan dengar dengan mata dan telinga sendiri.
Bagaimana tajamnya lidah mertua terhadap menantu perempuannya sehingga menyakiti hati menantunya hingga bertahun-tahun lamanya.
Demikian pula perlakuan menantu terhadap mertuanya, sayapun sering menyaksikannya. Bagaimana buruknya perlakuan menantu terhadap mertuanya. Melarang suaminya membantu orang tuanya.
Memprovokasi
suaminya sehingga suaminya ikut kesal bahkan menjadi benci kepada ibunya
sendiri. Jangan dibilang soal menjadikan ibunya sebagai pembantu, pengasuh anak
dan sebagainya, banyak terjadi di sekitar saya.
Maka ketika
putra sulung saya mau menikah, pikiran-pikiran itu kadang datang menghantui.
Takut jika peristiwa yang dialami bak drama televisi cap ikan terbang itu
terjadi dalam kehidupan nyata saya.
Belajar Kepada Mama
Beruntung saya
pernah menyaksikan hubungan yang harmonis nan mesra antara menantu perempuan
dengan ibu mertuanya, yaitu hubungan mama saya dengan nenek dari bapak saya.
Hubungan mereka
bagaikan anak dengan ibu kandungnya. Mereka saling menghormati dan saling menyayangi tanpa batas.
Padahal bapak memiliki saudara perempuan, tetapi nenek lebih memilih tinggal bersama dengan menantunya yaitu mama saya. Mama merawat nenek dengan sangat baik hingga nenek meninggal dunia.
Mengapa
hubungan mereka bisa sebaik itu?
Dari pengamatan
saya dan cerita-cerita yang sering disampaikan oleh mama, bahwa mereka tak
pernah menganggap hubungan mereka sebagai mertua atau menantu melainkan mereka
saling menganggap diri mereka sebagai anak dan ibu.
Selain itu,
mama saya tergolong orang yang sabar dan penurut. Apa yang disukai oleh nenek maka mama berusaha menyukainya juga. Saat nenek marah, mama diam atau datang
menghibur manakala memungkinkan.
Nenek juga tak
pernah ikut campur urusan anak dan menantunya bahkan saat mereka bermasalah,
nenek hanya sekedar menasihati selanjutnya nenek tak mau ikut campur.
Kiat-kiat
itulah yang saya coba terapkan. Tentu saja setelah ditambah dengan beberapa
informasi-informasi tentang parenting, baik dari artikel yang bertebaran
di internet maupun dari buku-buku.
Satu hal yang
paling saya hindari adalah mencampuri urusan rumah tangga mereka. Bahkan
memberi usulanpun tentang apa saja dalam urusan rumah tangga mereka saya tidak
mau, kecuali dimintai pendapat.
Nasihat Mama
Ketika anak-anak
saya memasuki masa dewasa dan mulai bersiap membina rumah tangga, saya hanya
menekankan kepada mereka, bahwa hormat tidaknya pasanganmu kepada kami orang
tuamu, itu sangat bergantung kepada seberapa hormat kamu kepada kami orang
tuamu.
Jika kamu saja
sebagai anak kandung tidak mencintai dan tidak menghargai orang tuamu apalagi
pasanganmu.
Dia itu siapa?
Hanya orang
lain yang ditakdirkan menjadi pasangan halalmu, tetapi ingat! Begitu ia menjadi
pasanganmu maka saat itu juga ia telah menjadi anaknya orang tuamu dan kamu
menjadi anak dari orang tuanya, yaitu mertuamu.
Bukankah dalam kitab
suci Al Qur'an dijelaskan bahwa haram menikahi mertua dan mertua haram menikahi
menantunya, sebab mereka itu sudah menjadi mahram karena pernikahan, seperti
yang tertulis dalam Al Qur’an berikut ini,
“Diharamkan atas kalian untuk (mengawini) ibu-ibu kalian (1), anak perempuan kalian (2), saudara-saudara perempuan kalian (3), saudara-saudara perempuan dari ayah kalian (4), saudara-saudara perempuan dari ibu kalian (5), anak-anak perempuan dari saudara laki-laki (kalian) (6), anak-anak perempuan dari saudara-saudara perempuan (kalian) (7),”
“Ibu-ibu kalian yang menyusui kalian (8), saudara-saudara perempuan sepersusuan (9), ibu-ibu istri kalian (mertua) (10), anak-anak dari istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri (11), akan tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan) tidaklah berdosa kalian kawini, dan kalian diharamkan terhadap istri-istri anak-anak kandung kalian (menantu) (12), dan menghimpun dua perempuan yang bersaudara (dalam perkawinan) kecuali telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah maha pengampun dan maha penyayang. ”(QS. An-Nisa: 22-23).
Apakah saya telah berhasil menjadi ibu mertua
yang baik?
Wallahualam bissawab.
Setidaknya saya telah mendapatkan
menantu-menantu yang baik dan insyaallah mereka akan menjadi anak perempuan saya
juga layaknya putri kandung saya.
Makassar,
12 Agustus 2021
Dawiah
Masya Allah alhamdulillah bisa begitu ya mbak
ReplyDeleteAku dan ibu mertua di awal pernikahan aku emang agak kurang harmonis hubungannya - ditambah 3 saudara ipar yang mulutnya juga setajam silet! Ibuku sendiri juga ga terlalu ikut campur, tapi waktu suami agak " ke kiri" ibuku akhirnya turun tangan, menegur suami
Alhamdulillah aku sendiri juga menguatkan diri terus sehingga semua berjalan baik saat ini
Cerita akan mertua dan menantu selalu ada aja dengan berbagai versi masing2. Baca tulisan di atas tentang mertua gini gitu emang kealamin juga Bun.
ReplyDeleteAlhamdulillah sebaik-baiknya mertua sama aku pun, tetep ada salah pahamnya. Yang penting ga sampe kek sinetron di tV cap ikan terbang yaa. Hahahaaa...
Semoga aku pun lagi menyiapkan hati untuk suatu saat nanti melepas anak semata wayang diambil pangerannya.
Makasih remindernya..
dulu ya sebelum menikah, aku kan sering dilibatkan dalam obrolan teman-teman yang sudah berkeluarga ataupun para sepupu, dan iya salah satu topik yang cukup hangat ya hubungan antara menantu dan mertu itu. aku kiran nih saat menikah nanti akan mengalami tipikal cerita menantu vs mertua, tapi alhamdulillah gak terjadi, bisa dibilang sih hubungan kami baik-baik aja
ReplyDeleteBisakah harmonis mertua vs menantu, bisa tidak bisa iya. Persoalan ini akan terjawab sesuai dgn kapasitas dari keduanya. Kapasitas yg saya maksud adalah pengetahuan, ketika semua berjalan dgn pengetahuan makan keharmonisan itu akan tercipta.
ReplyDeleteSaya adalah menantu yang ikut tinggal dengan mertua sejak ijab qabul diucapkan sampai anak kedua berusia 5 tahun Bund, jadi sekitar 5 tahunan saya tinggal bareng mertua. Tentu suka duka sudah kami lewati bersama. Tapi saya bersyukur masih diberikan kesempatan untuk merawat ibu mertua saat sakit hingga wafatnya, meskipun kami sudah tidak tinggal serumah lagi sejak tahun 2011. Tiga bulan terakhir di sisa hidup beliau, suami memboyongnya ke rumah kami, karena kondisi kesehatannya semakin memurun, hingga wafatnya. Jadi ada kenangan indah yang bisa saya kenang selama tinggal dengan mertua.
ReplyDeleteMama mertuaku baiiik banget. Pendiem, pinter masak & menyulam. Nah...anak perempuanku yg awalnya kurang harmonis ke bunda mertuanya (besanku). Maklum mantuku anak sulung, satu²nya di Bdg, dan besanku tinggal sendirian.
ReplyDeleteSrkng anakku daah baiklah ama mertuanya, udh ngertiin posisi suaminya. Merhatiin se-hari², beliin makanan, ngasih uang belanja...hehe...
Bener banget nih. Aku berasa 'horor' sendiri kadang membayangkan kl tiba waktunya jd ibu mertua, krn anakku kan cowok. Belajar dari mamahku yg pernah menjadi menantu & juga mertua, semoga bisa seperti beliau.
ReplyDeleteSama seperti saya yang sering dikira anak kandung mertua karena kadang pergi ke pasar barengan. Banyak tetangga yang mengira kami ibu-anak kandung. heuheu... Sebenarnya masalah mertua-menantu itu pasti ada aja. Tergantung bagaimana menyelesaikannya bersama.
ReplyDeleteMasya Allah. Alhamdulillah selamat ya bu bisa memiliki menantu-menantu yang baik yang menjadi layaknya putri kandung sendiri. Beruntung sekali menantu2 ibu memiliki ibu mertua sebaik bu Dawiah 😍
ReplyDeleteSemoga senantiasa sehat dan berbahagia. Terima kasih sudah berbagi hal baik 🙏
Saya belum bisa memastikan karena belum mengalami. Tapi kalau liat sekilas beberapa sinetron Indonesia agak menegangkan hubungan antara ibu mertua dan mantu perempuan.
ReplyDeleteTapi..saya melihat sendiri harmonisasi dari (Almh) mama saya dgn mertua yg tak lain adalah nenek saya (ibu dari ayah) sangat baik ibarat ibu dan anak kandung. Berharap kelak jika punya mertua pun bisa memiliki hubungan yang harmonis
Bunda Dawiah pasti jadi mertua yang baik dan bijak bagi menantunya, pasti happy bisa kompak seperti anak sendiri ya Bunda
ReplyDeleteBener banget kalau ortu ataupun mertua tidak ikut campur masalah intern anaknya baik mantu maupun anak maka akan tercipta hubungan yg harmonis
ReplyDeleteIya nih mba, sering banget dengar curhatan teman-teman mengenai hubungannya dengan mertua. Malah temanku jadi sakit karena stress serumah dengan mertua dan setiap hari mendengar sindiran. Bersyukur banget kalau menantu perempuan mendapatkan mertua perempuan yang baik dan pengertian ya
ReplyDeleteKalo mamaku dulu deket banget sama mertuanya. Semua resep masakan turun ke mama bahkan mertua dan orangtuanya mama deket banget kaya adek kakak. Nah aku sendiri sayangnya ga sempet merasakan punya mertua krn blm setaun kami nikah ayah.metua meninggal dan ga lama ibu menyusul
ReplyDeleteJaman saya baru nikah, maman2 saja sama mertua. Malah kami akbrab seperti teman.
ReplyDeleteSekarang dg menantu juga begitu, saya dekat & anak yg lain juga dekat dg kk iparnya. Malah saya jd punya 3 anak sekarang, kita unyel2an dikamar cerita ngalor ngidul, makan bersama & nonton tv bersama. Intinya yg tua harus bisa ngemong ke menantu yg seperti anak sendiri & anak.jg dibekali bagaimana sebagai imam dikeluarganya & bertanggungjawab terhadap.orangtuanya. Alhamdulillah mereka mengerti dg ajaran yg sesuai tuntutan islam.
Pembelajaran buat saya ini yang kelak jadi mertua dengan dua menantu perempuan, Insya Allah.
ReplyDeleteKalau hubungan saya dengan Ibu mertua dari awal pernikahan tidak bagus, ada saja sebabnya, karena di awal Beliau memnag kurang sreg dengan pernikahan saya dan suami. Hingga bertahun-tahun, Beliau sakit dan saya yang merawat sendiri di rumah saya, hingga berbulan-bulan. Dari situ, Beliau berubah dan jadi dekat hubungan kami hingga kini
Dinamika hubungan mertua menantu ini memang macem2 ya mbak, beruntung banget menantu yg dapat mertua yg sayang seperti anak sendiri, aku pun alhamdulillah diberkahi mertua yabg baik,mudah2an kelak akupun bs jadi mertua yg baik
ReplyDeletehehe emang kebanyakannya hubungan mertua dan menantu itu pasang surut ya mbak
ReplyDeleteklo aq, alhamdulillah baik banget hubunganku dengan mertua
Alhamdulillah ya, Mbak menantunya baik-baik. Balik ke diri sendiri sih mau jadi mertua macam apa. Ibuku sendiri sama anak mantunya ya kaya anak sendiri. Jadi baik-baik aja
ReplyDeleteBertuah dan memantul sebenarnya bisa banget harmonis asalkan tidak boleh saling negatif thinking dan tentunya Kita harus bisa selalu positif thinking
ReplyDeletemembaca tulisan ini aku yah kayak berkhayal gitu yah. gak punya ibu mertua , palingan ama saudara2 suami aja. yah, kalo aku sih penganut ilmu dan tips serta adab bergaul dengan yang lebih tua dan muda saja sih, lebih suka diposisi bermain aman aja, hehehe
ReplyDeleteAlhamdulillah, Bunda..
ReplyDeleteAku juga mendapatkan mertua yang gaul dan ga cerewet sama menantu.
Kalau ditegur sekali dua kali, wajar laah...tugas seorang Ibu memberikan pandangan untuk anak-anaknya.
Dan aku ridho kalau suamiku memberikan yang terbaik untuk kedua orangtuanya serta saudara kandungnya ((suami masih punya adik yang masih kuliah, Bunda))
Belajar dari pengalama-pengalaman ini, aku yakin, Bunda menjadi Ibu yang terbaik dan menantu idaman.
Karena pernikahan gak cuma melibatkan 2 orang tapi juga 2 keluarga, maka bentrokan terhadap keluarga pasangan adalah keniscayaan ya Mba. Sebelum nikah aku jujurly kurang belajar soal mertua, gak pernah dapat curhatan atau cerita apapun ttg gak enaknya mertua jadi pas nikah gak punya ilmu soal itu.
ReplyDeleteNdilalah akhirnya merasakan juga sanseivera itu, rasanya sakit. Nangis, perih banget. Tapi gak bisa cerita kemana2, aku nangis di sejadah aja minta dikuatkan. Time flies, sekarang mamer baik banget, walau emang masih kepo sama gaji paksu, hehe. Walau kami ga bisa sehemat mereka tapi paling gak belian gak campur tangan keluarga kecil kami, sudah sangat bersyukur. Mamerku kebetulan perfeksionis juga, jadi menantunya agak beban, hihihi
Dari pengalaman aku setelah menikah paling enak tinggal terpisah dari orangtua dan mertua, jangan salah bukan hanya mertua yang suka ikut campur kadang orang tua sendiri juga ikut, nah kelau begitu berabe, meminta nasihat boleh ke orang tua tapi gak bisa sepenuhnya dijadikan patokan karena pasangan berbeda seperti orang tua,,, cmiiw
ReplyDelete