Pesta demokrasi daerah baru
saja usai dan meninggalkan berbagai
kenangan bagi rakyat yang ikut berpesta di dalamnya. Baik kenangan baik maupun
kenangan buruk.
Bagi yang “jagoannya”
menang, bisa bernapas lega dan tersenyum semringah. Tetapi bagi yang “jagoannya” kalah dalam pertarungan bisa
menimbulkan kesedihan bahkan tidak sedikit menjadi stres.
Demikian juga yang
terjadi di daerah saya yaitu Sulawesi Selatan.
Terjadi pertengkaran dan
caci maki dari kedua kubu, bahkan terjadi bentrok fisik yang akibatnya
menimbukan kerugian dari kedua belah pihak. Ada juga yang memutuskan
silaturahim antara saudara dan keluarga serta kerabatnya hanya karena berbeda
dalam pilihan.
Padahal jika mau sedikit
menurunkan ego lalu kembali menghayati nilai-nilai kearifan lokal, maka hal
tersebut tidak perlu terjadi.
Ah. saya tidak akan membahas
soal pilkada apalagi soal politik. Itu terlalu berat.
Jadi bukan rasa rindu saja
yang berat, kan Dilan. Soal politik juga sangat berat buat saya😊
Lah apa hubungan antara
nilai kearifan lokal dengan kericuhan-kericuhan yang terjadi?
Saya jawab dengan tegas,
sangat berhubungan.
Mari kita lihat tiga nilai kearifan lokal dari sekian
banyaknya nilai-nilai kearifan lokal yang sejak dahulu kala telah diyakini oleh
para pendahulu kita.
Mabbulo
Sibatang (Persatuan dan Kesatuan)
Mabbulo
sibatang artinya persatuan dan kesatuan. Jika dihubungkan dengan Kitab suci Al
qur’an, maka nilai ini sejalan dengan QS. Al Imran ayat: 103.
“Dan
berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu
(masa Jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah
menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk. (QS: Al Imran: 103).
Nilai
budaya ini selayaknya menjadi prinsip
dalam kehidupan kolektif karena ia menjadi suluh bagi terwujudnya persatuan dan
kesatuan.
Jika
mabbulo
sibatang dimiliki dan dijadikan sebagai prinsip oleh setiap kelompok,
pemeluk agama, etnis, dan suku, maka pastilah
tidak ada lagi unsur pembeda yang bisa menjadi alasan terjadinya perpecahan.
Sipakatau (Saling Menghargai)
Nilai
budaya ini merupakan nilai-nilai yang sejak lama dimiliki oleh masyarakat
Sulawesi Selatan sejak dahulu. Nilai ini merupakan ajakan untuk selalu saling menghargai, dengan prinsip
saling memahami. Tentu saja tujuannya agar masyarakat menjalin hubungan yang
baik dengan orang lain, tanpa melihat latar belakang.
Jika
nilai sipakatau diterapkan oleh setiap masyarakat maka pastilah tidak
ada lagi senggolan-senggolan atau rasa ketersinggungan antara satu sama lain.
Dengan nilai sipakatau, masyarakat
dituntun untuk menyadari bahwa betapa pentingnya menerapkan sikap saling
menghargai agar setiap komponen, agama, ideologi,dan suku dapat hidup rukun dan
damai.
·
Siri’
na Pesse (Perasaan Malu dan Empati)
Siri’
mengandung
pengertian pentingnya memiliki rasa malu yang menggambarkan harga diri. Sifat
dan sikap masyarakat Sulawesi Selatan yang pantang mempermalukan dan
dipermalukan.
Menghindari perbuatan yang tidak baik adalah salah satu
wujud dari nilai siri’
Sedangkan pesse
(bahasa Bugis) atau pacce (bahasa Makassar) bermakna sebagai rasa turut merasakan
penderitaan orang lain. Kata inilah yang biasanya menjadi pelunak bagi hati
yang sedang marah.
“Punna
tena siri’nu pa’niaki paccenu.”
Artinya: “jika engkau marah karena malu maka
bangkitkanlah rasa kasihmu.” Atau bisa dianalogikan sebagai, “ jika kamu marah
karena malu dengan perbuatannya maka malulah karena melihatnya menderita.”
Sayangnya
ketiga nilai-nilai moral ini dari sekian banyaknya kearifan lokal Sulawesi
Selatan semakin tergerus. Orang-orang sudah tidak mengindahkan lagi sifat dan
sikap sipakatau. Betapa banyak orang
yang berkata, bertindak, berlaku kurang ajar terhadap orang lain hanya karena
persoalan yang remeh.
Bahkan
ada yang dengan entengnya melupakan kebaikan orang lain hanya karena berburu
harta, tahta, dan jabatan.
Padahal
jika kita mau sedikit saja merenungi nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah, kemudian
melestarikannya dengan cara mengikuti atau menaatinya pastilah tidak akan
terjadi pertengkaran dan perpecahan.
Demikian.
Semoga bermanfaat.
Benar banget Kakak, saat ini kita hidup di zaman yang ketika ada perbedaan terjadi beberapa orang lebih memilih memihak, membesar-besarkan dan mempermasalahkan perbedaan. Padahal perbedaan itu adalah hal yang lumrah ya.
ReplyDeleteNilai-nilai kearifan lokal seperti ini harus lebih banyak diperdengarkan lagi, kalau bisa dibikin viral sekalian he he he.
Nilai kearifan lokal semakin tidak terdengar akibat medsos yang membabi buta.
Deletebetul skalii bundaaa
ReplyDeletepolitik sulsel ada yang lupa akan ini
tapi insyaALLAH semoga tahun ini semua berbaur saling merangkul membangun provinsi tercinta
Aamiin
DeletePolitik itu jahat, apalagi llo sudaah membawa-bawa agama...dimana-mana sama...mencari jabatan dg segala cara.
ReplyDeleteIya mbak, tetapi kita tidak bisa juga menutup mata kalau masih ada politisi yang baik. Hanya saja jumlahnya sedikit sehingga tidak dikenal, barangkali.
DeleteSetuju, karena sekarang banyak sekali yang memprovokasi tentang perbedaan. Kearifan lokal harus banget di lestarikan
ReplyDeleteHarus ya mbak, biar kita bisa saling menghargai dan saling menyayangi tanpa melihat latar belakang agama, pendidikan dan sebagainya.
DeleteSalah satu efek negatif dari era globalisasi ya ini kak... Hilangnya nilai-nilai kearifan lokal di tengah masyarakat. Sudah tidak saling menghormati dan menghargai, saling caci maki di media sosial, dan tidak bisa menerima perbedaan. Miris ya, kak...
ReplyDeleteKitalah generasi sekarang yang harus berjuang agar anak-anak kita bisa kembali menegakkan nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah.
DeleteSering dengar ini kak Dawiah, mabbulo sibatang, siri na pacce, dan sipakatau. Ini menjadi tanggungjawab kita semua mempertahankan dan mengamalkannya ya kak?
ReplyDeleteIya. Setuju
DeleteIndonesia kaya akan kearifan lokal yang luar biasa. Jangan sampao nilai-nilai ini lu tur hanya karena kepentingan politik semata.
ReplyDeletePolitik memang tidak mengenal kawan dan lawan. Sama saja.
DeleteIya yah Kak nyaris hilang. Sekarang semakin mudah orang saling nyinyir. Ndak malu kalau sudah berkata-kata kasar. Bingung saya.
ReplyDeleteItulah akibat komunikasi yang terlalu bebas.
DeletePesan dari kearifan lokalnya bagus sekali, Bunda. Sayang banget tuh kalo dilupakan bahkan ditinggalkan. Semoga rakyat Sulsel kembali adem dan bekerja sama membangun daerahnya, ya. Saya yakin bahwa membangun daerah itu tdk bisa dilakukan oleh satu kelompok saja tapi harus saling bekerja sama.
ReplyDeleteAamiin. Terima kasih Mbak sudah berkunjung ke blog yang sederhana ini
DeleteKearifan lokal banyak tergerus efek negatif budaya digital..Tapi Insya Allah dengan menanamkan lagi ke generasi penerus negeri ini, baik dari rumah maupun di sekolah, kearifan lokal bisa dilestarikan.
ReplyDeleteAamiin.
Deletehalo mbak, salam kenal dari yogya. Mendengar soal perpecahan antar saudara karena pilihan politik ini memang bikin sedih ya, tapi rasanya lebih lega saat membaca soal kearifan lokal di sulawesi selatan. alangkah indahnya kalau semua warga sulawesi selatan dan indonesia bisa mengingat nilai-nilai ini. so inspiring!
ReplyDeleteBetul sekali bu. Politik itu jahat sampai bisa menggeserkan nilai-nilai kearifan lokal. Seharusnya warga Sul-Sel lebih sering diingatkan soal nilai-nilai mabbulo sibatang, sipakatau, dan Siri'na pesse.
ReplyDelete