Kegiatan ‘Aisyiyah Kota Makassar

Sunday, July 13, 2025




Semalam ketika saya menyetorkan tulisan di form setoran harian KLIP, saya melihat satu kalimat penyemangat pada akhir form, yaitu:

 

“Kamu hebat sudah menaklukkan tantangan menulis hari ini.”

 

Hm, manis sekali dan sangat menghargai usaha penulis dan penyetor tulisan. Seakan mengisyaratkan, bahwa memang menulis konsisten itu adalah tantangan yang sulit ditaklukkan, makanya kalau sudah berhasil menulis hari itu, artinya penulis telah menaklukkan diri sendiri, menaklukkan kemalasan dan kebuntuan pada dirinya.

 

Freewriting yang saya setorkan semalam itu, saya tulis usai menghadiri rapat daerah ‘Aisyiyah Kota Makassar, lalu tulisan pun berlanjut pada dua paragraph di atas. Niatnya, saya mau menyelesaikan tulisan itu esok pagi, kenyataannya menjelang malam barulah ada kesempatan membuka laptop dan menulis.

 

Serupa dengan konsisten menulis, mengikuti kegiatan di Aisyiyah  juga membutuhkan komitmen dan istiqamah  sesuai dengan amanah yang telah diterima pada awal menyetujui hasil Keputusan musyawarah.  


 

Serba-Serbi Ber‘Aisyiyah


 

Aktif di Muhammadiyah adalah pilihan hati saya sejak SMP, sejak saya mengenal ortom Muhammadiyah, yaitu Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) pada tahun 1979. 

 

Keaktifan saya sempat terhenti selama kurang lebih 7 tahun, saat saya terangkat menjadi guru ASN di daerah yang cukup terpencil saat itu. 

Tujuh tahun kemudian, saya dan keluarga kecil saya saat itu berhasil pindah di kota pada tahun 1993. Saya bukan hanya pindah melainkan pulang dan kembali ke rumah orang tua saya yang otomatis jiwa ke Muhammadiyahan saya pun kembali menggelora.

 

Berhubung saya bukan lagi pelajar, maka tidak mungkin aktif lagi di IPM dan jalan terbaik adalah bergabung di ‘Aisyiyah yang dahulu kami sebut sebagai ibunda.

Yah, tahun itu saya resmi menjadi “ibunda-nya” anak-anak IPM, Pemuda Muhammadiyah dan Nasiyatul Aisyiyah.

 

Entah Musycab keberapa saat itu, saya dipilih menjadi salah seorang pengurus ‘Aisyiyah Cabang Ujung Tanah, Makassar dan sejak hari itu, saya tidak pernah “kemana-mana” lagi.

 

Walaupun pada waktu itu, saya belum bisa aktif sepenuhnya karena masih memiliki tanggung jawab sebagai ibu, istri dan ASN, tetapi saya tidak pernah meninggalkannya. 

 

Semakin tak punya alasan mengabaikan amanah itu ketika masa pensiun saya tiba. Dimulai pada Januari tahun ini, saya merasa lebih terpanggil dan semakin fokus menjalankan amanah tersebut.



 

Rapat Rutin 'Aisyiyah Makassar
Sumber foto: dokumen Dawiah



Salah satu kegiatan rutin yang wajib dihadiri oleh pengurus cabang adalah rapat daerah yang dilaksanakan sekali sebulan. 

 

Di mana setiap rapat selalu ada program kerja daerah yang dibicarakan, direncanakan atau laporan pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah terlaksana sebelumnya.

 

Demikian pula rapat bulanan, Sabtu kemarin. Ada empat hal yang dibahas, yaitu: 

 

Pertama

Pelaksanaan Musyawarah Pimpinan Cabang (Musypimcab) harus dilaksanakan oleh setiap cabang paling lambat pada bulan Agustus 2025 diikuti dengan  penjelasan tentang berbagai hal yang berhubungan dengan Musypimcab tersebut.

 

Kedua

Kegiatan Sekolah Wirausaha ‘Aisyiyah (SWA).

 

Ketiga

Tindak lanjut Pelatihan Pengelolaan Sampah Organik yang telah dilaksanakan bulan Juni 2025. 

 

Keempat

Rencana pelaksanaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ‘Aisyiyah (PKBM). 

 

 

Saya fokus pada Keputusan rapat tentang tindak lanjut kegiatan Pelatihan Pengelolaan Sampah organik yang telah dilaksanakan pada 18 Juni 2025 lalu, karena kebetulan, saya ikut pelatihan mewakili cabang Ujung Tanah.

 

Bahwa, ada beberapa poin yang mesti dilaksanakan secara berkesinambungan dan konsisten, yaitu:

 

Setiap cabang membuat bank sampah. Untuk hal ini, saya masih belum mengerti bagaimana prosedurnya. 

 

Lalu ada pula himbauan yang bersifat keharusan, bahwa setiap sekolah di lingkungan sekolah ‘Aisyiyah menyediakan tempat sampah organik dan non organik. 

 

Dan yang terakhir adalah himbauan untuk meminimalis sampah setiap ada  kegiatan yang dilaksanakan oleh ‘Aisyiyah cabang, sebagai bentuk peduli pada lingkungan yang bersih dan sehat.

 

Misalnya, pengadaan konsumsi pada acara pengajian cabang atau kegiatan lain, mengupayakan untuk tidak menggunakan bahan plastik dan styrofoam. 

 

"Tentang EPS ini, umumnya masyarakat menyebutnya Styrofoam, padahal itu keliru. 


Tentang hal ini, pun akan saya tulis nanti, tetapi harus meriset lebih dalam terlebih dahulu.

 

Setiap anggota dan pengurus ‘Aisyiyah membawa tempat air minum manakala menghadiri acara-acara Aisyiyah  dengan harapan meminimasli penggunaan air mineral berwadah plastik. 

 

Apa saja yang dipelajari pada kegiatan Pelatihan Pengelolaan Sampah Organik itu? Insya Allah akan saya tulis nanti pada postingan berikutnya.



 

Makassar, 13 Juli 2025

 

Dawiah

 

 

Read More

FREEWRITING

Saturday, July 12, 2025




Memasuki sesi 2 pada tantangan menulis di KLIP, penyakit malas menatap  laptop semakin menjadi-jadi, sekalipun setoran tulisan di Kelas Literasi Ibu Profesional (KLIP) masih aman, dapat badge You’re Good, badge terendah di rapor klip. Artinya, saya masih bisa menyetor 10 tulisan dalam sebulan dengan menulis di gawai.

 

Bulan pertama di sesi 2, yakni bulan Mei hanya berhasil menulis 7767 kata dengan rata-rata kata setiap setoran adalah 777 sedangkan di bulan Juni hanya bisa menulis 7109 kata dengan jumlah kata rata-rata 711 untuk 10 setoran. 

Beda sekali pada bulan pertama di sesi 1 di mana pada bulan Februari saya mendapatkan badge “You’er Excellent dengan jumlah kata 25591, kemudian terus menurun mulai bulan Maret hingga bulan Juni.

 

Nah, hari ini 12 Juli 2025, saya berusaha menghalau rasa malas itu dan kembali menyapa laptop kesayangan dengan mencoba membangun kembali chemistry yang pernah terjalin sangat erat antara saya dan si MacBook ini. Semoga bisa konsisten. 

 

Ada banyak draf tulisan di notes gawai saya, juga di folder “NUN” di laptop yang seakan mati suri di sana. Pikirku, menyelesaikan draf-draf itu sajalah, kan tinggal menulis ulang, mengembangkan ide-ide dan seterusnya. Ah, gampanglah itu.

 

Ternyata tidak semudah itu, Esmeralda. 

Buka draf ini, buntu. Buka draf lainnya, malas, ide mampet. Mencoba mengklik draf satunya lagi, tidak klik. Akhirnya saya tutup folder draf itu. 

Saya mencoba menyusun outline di mana idenya sudah hampir membusuk di kepala, berengsek!

Sama saja.

 

Maka di sinilah saya sekarang. Mengeluhkan ide yang mampet, menorehkan kekesalan atas semua kebuntuan itu dan menulis terus tanpa arah.  

Kalau tidak salah, menulis seperti ini oleh para ahli disebutnya freewriting atau menulis bebas.

Kalau menurutku, menulis seperti ini adalah menulis tanpa arah yang jelas atau menulis random. 

 

Yah, tidak apa-apa, Dawiah. Setidaknya kamu mencoba membangun hubungan lagi dengan laptopmu kan? Kataku mencoba membujuk diri sendiri, heuuu. 


Tidak perlu juga mencari biang keladinya apa lagi menyalahkan kegiatan offline yang memang cukup dinamis akhir-akhir ini, toh selalu ada waktu luang untuk menulis, kamunya saja yang tidak bisa menangkap peluang itu, Dawiah.

 

Alih-alih membuka laptop, kamu malah sibuk menggulirkan jari-jarimu di media sosial. Ketemu resep makanan, salin link lalu kirim ke wa, dengan harapan, suatu saat akan dipraktikkan.

Ketemu qouts bagus, simpan, atau salin buat jadi pengingat nanti, dan seterusnya hingga lupa kalau waktu terus berjalan tanpa berhenti walau sejenak. 

 

Demikian batin saya mengomeli kebodohan diri. Ayoo, bangkitlah, ingat usiamu makin banyak. Masa iya, kamu tidak bisa berjuang mencapai cita-citamu menulis minimal satu buku solo lagi sebelum harapan itu dihentikan oleh waktu.

Eh, malah lari ke nulis buku sih.

Lah, nulis santai saja di blog masih tersendat apalagi menulis buku, hahaha. 

 

Mari menertawakan diri sendiri sebelum sang waktu datang menertawakan sambil menjulurkan lidah, mengejek dengan sangat keras.

Saya akhiri dengan memuji diri, bahwa setidaknya, saya sudah menulis bebas dan berharap, semoga tulisan bebas ini bisa menjadi awal kebangkitan saya menulis lagi.

Doakan yah. 

 

Makassar, 12 Juli 2025

 

 

Read More