CURHAT

Sunday, October 2, 2022

 








Curhat

Sebenarnya saya ingin melampiaskan kekesalan tentang berbagai hal yang saya rasakan akhir-akhir ini, tetapi itu tidak mungkin saya lakukan. Pikiran warasku melarang, karena pada dasarnya itu sama sekali tidak menyelesaikan masalah. Malahan bisa jadi menambah masalah baru.


Maka sedapat mungkin saya meredamnya. Namun, meredam rasa gelisah, kekesalan bahkan amarah adalah sesuatu yang tidak nyaman. Ibarat balon yang telah penuh dengan udara, tetapi masih juga ditiup maka yang ada balonnya bisa meletus.  


Bumm!!


Sudahlah  suara letusannya memekakkan telinga, balonnya pun pecah berantakan. Maka saya berpikir, rasa ini harus dikeluarkan, dilampiaskan seluruhnya agar tidak tertinggal sedikit pun di dalam hati.

Tetapi bagaimana caranya?


Biasanya kalau saya kesal kepada anak-anak yang tidurnya kelamaan atau lambat bergerak saat saya membutuhkan bantuannya, atau apalah itu, saya membuat gaduh di dapur (Hiiii, ini jangan ditiru ya teman-teman).


Cuci piring sambil ngomel, masak sambil ngomel, nyapu sambil ngomel. Pokoknya ngomel!


Jika kekesalan itu belum juga hilang, saya mengadu ke suami, meminta bantuannya untuk meneruskan omelan saya. Sayangnya, si ayangbebku itu bukan tipe orang yang gampang dihasut. 

Dengan santainya ia akan berkata, “kamu saja yang ngomel, saya sih tidak.”


Atau dia  bilang begini, “cukuplah kamu yang berkurang kecantikanmu karena amarah, saya tak mau kegantenganku berkurang gara-gara ikutan emosi.”


Jika kalian berada di posisi saya, bagaimana perasaan kalian?

Saya yakin, kalian makin emosi kan? Hahaha.


Ada yang bilang, jika kamu sedang marah dalam keadaan berdiri, maka duduklah. Jika masih juga marah, maka berbaringlah. Masih marah juga, maka basuhlah wajahmu lalu berwudhu. 


Kedengarannya mudah, tetapi tidak semudah mempraktikkannya. Soalnya saya pernah melakukannya. Saat marah saya bangkit dari duduk lalu berdiri, lah, emosi saya ikutan berdiri. 


Saya berbaring, malah ketiduran dan marah itu masuk ke dalam mimpi. Mimpi diburu anjing gila pula. Saya  terbangun dari tidur dengan napas ngos-ngosan bagai habis “berlari kencang”  maka makin emosilah saya. 


Jurus terakhir, saya berwudhu lalu salat sunat. Lah, habis salat saya tertidur di atas sajadah, sayangnya saya tidak bermimpi padahal saya berharap mengalami mimpi indah.


Sesuatu yang indah, sekalipun itu hanya mimpi akan terasa juga senangnya. Namun, mimpi bagi orang seperti saya belum tentu itu ilham, mungkin hanya bunga-bunga tidur yang tidak nyata. Jadi, ngapain menikmati sesuatu yang tidak nyata sekalipun itu indah. Jadi untuk apa saya berharap bermimpi indah, toh itu tidak nyata.

Jadi kau maunya apaaaa?

Mimpi indah atau mimpi buruk? Ha-ha-ha-ha-ha.



Hidup Sekali, Berarti, lalu Mati






Untungnya saya mempunyai hobi yang bisa menghempaskan semua kekesalan di hati. Cukup duduk di pojokan lalu membaca atau menuliskan semua rasa yang ada. Saya bisa asyik menulis di notes handpone atau menulis langsung di laptop. 

Saya menuliskan semua kekesalan, kemarahan dan kesedihan atau apa pun itu. 


Nah, buku yang berhasil menghalau kekesalan saya hari ini adalah buku karya Ahmad Rifa’I Rif’an. Seperti biasa, saya tidak menulis reviewnya karena belum tuntas saya baca. Saya hanya mau bilang, kalau buku ini bagus. Judulnya saja sudah meneduhkan hati.


Ada beberapa kutipan yang rasanya sangat mengena di hati yang sedang kacau, kesal apalagi bersedih. 


“Jangan pernah meremehkan mahakarya Tuhan dengan pilihan hidup kita yang kerdil. Jangan pernah melecehkan mahakarya Tuhan dengan aktivitas kita yang kecil.” (Ahmad Rifa’I Rif’an)



Saya memaknai kutipan di atas sesuai perasaan saya saat membaca buku ini, bahwa jangan remehkan mahakarya Tuhan dengan mengisi hidup kita dengan kemarahan. 

Siapa mahakarya Tuhan itu? Yah, saya, kamu, kita!

Jadi, jangan kesal-kesal lagi yah wahai emosi jiwaku. 


“Berjihadlah sesuai dengan peran sosial yang telah kau pilih.” (Ahmad Rifa’I Rif’an)


Ada dua kata yang istilahnya berbeda, tetapi maksudnya sering disamakan, yaitu jihad dan qital. Jihad berarti perjuangan dalam arti yang umum, sedangkan qital berarti peperangan. (halaman 32)


Islam tidak pernah mempersempit makna jihad pada perang saja. Namun, jihad bisa berarti berperang melawan hawa napsu.

Kemarahan, kekesalan dan kesedihan adalah napsu yang bisa berkobar bagai api yang menyala-nyala. Dan, itu adalah napsu yang dibisikkan oleh setan, maka berjihadlah dengan memerangi hawa napsumu wahai jiwa yang rapuh. 


Satu lagi kutipan yang berhasil menembus kepala saya dalam buku ini, yaitu:


“Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tetapi  satu telunjuk (tulisan) sanggup menembus jutaan kepala.” (Sayyid Quthb)


Kalimat-kalimat yang terukir dalam buku ini telah mampu menembus kepala hingga ke dasar otakku. 

Mungkin terlalu tinggi jika saya berharap tulisan saya akan menembus jutaan kepala orang, tetapi tulisan itu akan meredakan amarah, kekesalan dan kesedihan saya adalah nyata adanya.


Manusia itu memang selalu berkeluh kesah, tetapi Allah Swt telah membekali manusia dengan hati dan pikiran, maka gunakanlah hati untuk mengelola perasaan dan perdayakan pikiran untuk memikirkan akibat dari meluapkan perasaan secara membabi buta.


Seperti pesan dalam buku ini, hidup hanya sekali maka isilah dengan sesuatu yang berarti sebab setelahnya kita akan mati.


Alhamdulillah, saya telah berhasil mencurahkan hati saya melalui tulisan ini. Mohon maaf jika temanya random. Namanya juga curhat kan yah.


Baca juga curhatan saya lainnya di sini 📌 Sepatutnya Kita Saling Mengenal


Makassar 2 Oktober


Dawiah



21 comments

  1. kalau aku biasanya tidur mba, kalau kesal, daripada ngomel ga jelas biasanya aku bakal masuk ke kamar, tutup pintu (biasanya kamar ga pernah di tutup) lalu tidur, anak dan suamiku tau kl udah gitu pertanda aku kesal wkwkwk jadi ga ada yang berani ganggu

    ReplyDelete
  2. Aku kalau lagi bad mood masuk ke kamar trus nonton drakor. Ntar happy lagi baru deh keluar. Ahaha. Dulu waktu anak2 kecil aku sering nulis di blog malemnya buat cerita banyak hal supaya otak tetep waras. Meluapkan unek2, cerita aktifitas harian lewat tulisan rasanya lega kalau di blog pribadi.

    ReplyDelete
  3. Silassungang ki judulnya hehehe. orang yang mau baca, langsung siap membaca curhat. :D

    Btw, nyaris ngakak di bagian ini: “Cukuplah kamu yang berkurang kecantikanmu karena amarah, saya tak mau kegantenganku berkurang gara-gara ikutan emosi.” Santai beliau ... cocok memang dengan kita' :D

    ReplyDelete
  4. Mba mar, mohon maaf saya malah ngakak ketika baca respon suami haha. Kezel banget kalau digituin :D udah gitu marahnya ngikut ke mimpi lagi, hahaha... Saya yang baru punya 2 anak aja ngomelnya udah kaya apa mba, padahal masih piyik2 huhu. untungnya pelarian kita sama ya mba, baca dan nulis. alhamdulillah.

    ReplyDelete
  5. aku merindukan awal ngeblog ketika aku bisa bebas nulis dan nyampah se-alay apa pun karena emang gak ada yang bacaaa hahaha. Dulu di blog aku kerjanya ngeluh dan ngomel sih mbak, setelah itu biasanya legaaa banget hahaha. Tapi ketika blogku udah banyak yang baca, tulisan alayku aku kunci semuanya. Setelah dibaca2 lagi malah suka jadi pengen ketawa sendiri hahaha

    Kalo sekarang sih ketika bete biasanya nonton drama korea, sengaja nyari yang plot sedih atau ngeselin. Ketika nonton biasanya nangis dan ngomel sendiri, trus kelar nonton lega karena semua sudah terlampiaskan ehehehe

    ReplyDelete
  6. Mba..terima kasih kutipan2 bagusnya dari buku bagus ini..saya jadi bisa ikutan merasa dinasehati melalui kutipan2 itu..(dan merasa maluu karena msh sering amburadulnya hari2 saya..haha..) BTW sy juga sering melampiaskan kekesalan dg menuliskannya..

    ReplyDelete
  7. Hihi kadang kalau banyak kerjaan domestik dan kesel sendiri suka bikin gaduh, saya banget kadang-kadang, hhe. Alhamdulillah dengan nulis bisa terwaraskan dan ada ide aja buat nulis sesuatu, syukur-syukur menghasilkan ya dan bisa jadi ide cerpen atau novel

    ReplyDelete
  8. masih bersyukur kita bisa diberikan kemampuan untuk bercerita, dan menumpahkan uneg-uneg kita. Daripada ada yang makin depresi dengan memendam itu semua.

    ReplyDelete
  9. Memang tempat kembali terbaik kita kepada Allah SWT, tempat curhat dan berserah diri terbaik mom 😁👍

    ReplyDelete
  10. Bukunya sangat inspiratif mbak...banyak kalimat yang bisa kita jadikan pelajaran, bahwa janganlah segala sesuatu itu dihadapi dengan amarah. Meski susah melakukannya...namun harus kita coba. Sayapun termasuk orang yang gampang meluapkan kekesalan dengan amarah...tapi setelah amarah itu hilang maka muncullah rasa penyesalan.

    ReplyDelete
  11. Hampir mirip sih suami tipe yang jarang ngomel saya ngomel kalau anak udah sholat shubuh tidur lagi karena kuliah siang, sebel liat pagi2 ada yang tiduran. Padahal anakku abis begadang ngerjain tugas...hehehe....

    ReplyDelete
  12. seneng yaa mba kalau kita lagi gusar dan ternyata mendapat semacam pencerahan dari buku atau apapun yang sedang kita konsumsi pada waktu yang bersamaan. kayak wah, iya nih, dapat penguat sekali lagi

    ReplyDelete
  13. Enaknya kalau habis nulis curhatan di blog walau apa yang ditulis masih tetap difilter itu, udahnya hati berasa lebih plong. Memang harus sediakan waktu khusus untuk menulis curhatan deh. Apalagi yang LDRan kayak saya 😅

    ReplyDelete
  14. Gapapa mba, curhatannya bermanfaat kok. Malah saya dapat banyak pelajaran dari tulisan ini, terutama terkait dengan pengendalian emosi seperti yang tertulis di bagian awal. Kalau sedang jengkel, saya malah tidak bisa baca buku, ntar malah robek saya gigit2. :))

    ReplyDelete
  15. MashaAllah~
    memang yang namanya emosi itu bisa berakhir dimana saja dan kapan saja. Aku suka tulisan random, Bunda.. Berasa ngintip buku diary.

    Perempuan memang bisanya ya, marah.
    Dan kabar baiknya, semakin mengungkapkan apa yang dirasakan, badan semakin sehat dan tidak menyimpan bara dalam sekam.

    Semoga Allah memberkahi para Ibu yang tengah berjihad mendidik anak-anaknya dengan penuh (bahasa) cinta.

    ReplyDelete
  16. hehehe.. semangat selalu ya mba. Curhat tuh memng membantu meringankan beban pikiran kita ya mba..dengan cara kita masing - masing

    ReplyDelete
  17. Hahaha suamimu kocak ya Mbak tapi sebenarnya beliau itu bermaksud menghibur dan mengurangi emosimu lho Mbak bersyukur punya suami yang mampu mencairkan suasana

    ReplyDelete
  18. Buat introvert, saya relate banget kalau emosi udah menumpuk dalam hati: saya bisa badmood sepanjang hari. Biasanya saya nangis sebentar di pelukan suami,abis itu hilang deh emosinya. haha

    ReplyDelete
  19. saya kalo emosi biasanya cuci muka, kalo gak mempan biasanya pergi menyendiri dan kalo gak mempan juga biasanya tidur

    ReplyDelete
  20. Saya malah kangen suara omelan ibuku yang sudah tiada. Semoga anaknya bunda tetap menikmati saat ngomel2, krn omelan ibu itu tetap berkah

    ReplyDelete
  21. Paling nggak enak emang kalau ada yang mengganjal di dada, rasanya lega deh kalau udah curhat. Biasanya paling enak tuhh kalau curhat di buku Diary haha.

    ReplyDelete